Part 27

1.8K 204 17
                                    


Happy Reading

Pintu kamar rawat Chika dibuka, seseorang mengintip sebelum masuk. Chika menyapanya penuh senyum.

"Hai, Vivi masuuuk. Chika kangeeen..." Chika merentangkan tangannya.

Kedua orang tua Chika yang sedang menunggui menengok Vivi. Sebagai tanda sopan Vivi menyambutnya dengan mencium tangan.

Pak Richard mengusap kepala Vivi. "Dia sudah nungguin kamu dari tadi. Tidak sabar," ujarnya ramah dengan suara beratnya.

"Terima kasih, Om, Tante." Vivi membalas senyumnya.

"Chika, kesayangan kamu udah dateng. Mama sama Papa tunggu di luar ya?" tutur Bu Richard.

"Jangan dinakalin ya Vivi nya?" sahut Pak Richard tertawa lalu keluar kamar.

"Papa ihh...nyindir terus," Chika mengerucutkan bibirnya.

Ketika kedua orang tua Chika sudah tidak ada, Vivi baru mendekati Chika dan duduk di kursi sebelah tempat tidur. Malu - malu. "Aku bawa ini. Mudah - mudah suka." Vivi memberikan sebuah kado yang dibungkus kertas  warna pink.

"Iih, Vivi ngerepotin..." Chika membukanya hati - hati, ia paham karena setiap kado pasti dibungkus dengan hati. Chika terharu melihat isi kadonya, "...aaaah Vivi. Chika sukaaa." Tadinya ia mau mencium pipi Vivi. Berhubung Vivi diam kaku kayak kanebo, Chika meraih punggung tangan Vivi dan menciumnya. Sebuah kado berisi coklat batang ukuran besar warna ungu kesukaan Chika.

Vivi menjeda sebelum melanjutkan bicara, wajahnya serius. "Chik, aku mau minta maaf soal waktu itu. Aku egois banget sumpah."

Chika menarik nafas, rasa bahagianya karena coklat sedikit memudar karena ucapan Vivi barusan. Ia letakkan coklat dari Vivi di atas nakas, "Chika udah maafin Vivi. Maafin Chika juga ya?"

"Kita kayak ayam - ayaman ya, Chik?" Vivi terkekeh. Ia biarkan tangannya digenggam dan dielus Chika. Bahkan diapit di antara leher dan bahu Chika.

"Ayam warna warni SD? Haha..."

"Kita saling suka. Sayangnya ga beneran sayang, tapi kita ngga marah pas saling tau suka sama orang lain. Marah aku sama kamu ga beralasan kuat. Sok cemburuan. Yaa, aku takut kehilangan kamu, zuzur. Aku kangen sama recehnya kamu, ketawanya kamu." Lagi - lagi Vivi membuang muka, ia malu matanya berkaca - kaca.

"Aku tau Vivi suka sama Marsha. Aku mikirnya selama Vivi tetep deket sama aku, ya masa aku larang Vivi main sama Marsha. Kan kita masih bisa deket. Bisa sering main, nginep." Chika menciumi lagi jemari Vivi, ia kangen celetukan anak Pak Badrun itu.

"Lucu ya kita, Chik?"

Chika mengangguk, mengiyakan. Manik coklatnya tak bisa berhenti menatap Vivi.

"Sesuatu yang awalnya terlalu cepet, pasti berakhirnya juga cepet. Gue nembak lo aja niat kagak niat." Vivi menarik ingusnya, ia terisak.

"Tapi aku sayang Vivi..." Chika menjadikan telapak tangan kanan Vivi sebagai bantal kepalanya, ia mengelus lengan Vivi.

Ragu - ragu Vivi hendak membelai rambut Chika, malah ditarik Chika diletakkan di kepalanya, "...kamu polos, Chik. Baiiik banget. Terlalu baik. Aku sampe bingung sama kamu."

"Bingungnya?"

"Saking kamu baik, bikin orang baper. Saking dah baper, yang dibantuin bingung lagi. Barusan kamu tulus nolong apa minta disayang balik." Vivi terpaksa bangkit dari kursi, ia berbaring di sebelah Chika di tempat tidur. Manik mereka saling berjarak sejengkal.

Chika bisa mencium aroma wangi tubuh Vivi, "Maksud Chika bukan gitu. Ya...Chika bertemen baik sama siapa aja. Biar mereka juga baik sama Chika."

"Chik, masih boleh ya aku nasihatin kamu?" Mata Vivi sayu, tak tahan melihat wajah Chika yang sendu. Ada titik air di kelopak mata gadis pemilik gummy smile itu.

Dia [ChiMi] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang