Part 26

1.9K 235 21
                                    


Happy Reading

Bu Richard menangis di sudut kamar rawat Chika. Usai melapor ke polisi bersama Mira dan Dey yang mengetahui kronologisnya, ia jadi mengetahui semua cerita di balik tindakan anak satu - satunya menemui Beby. Betapa tidak, Chika mengorbankan dirinya demi menolong Mira, gadis yang sekarang sedang tidur di sisi Chika. Dipeluk anaknya bak guling. Chika begitu sayang dengan gadis itu. Amira Fatin. Uang memang bukan masalah besar bagi keluarga Chika, tapi pengorbanan anaknya menyadarkan Ibunya bahwa anak itu membutuhkan perhatian sangat besar. Ia berjanji akan lebih memperhatikan anaknya.

Sore itu, Dey dan Febi berjalan bergandengan tangan di lorong rumah sakit. Dey menenteng kantong plastik berisi bawaan untuk Chika. Mereka mengintip pintu kamar sebelum masuk. Tidak ada orang. Mamanya Chika sedang keluar. Febi mendorong pintu dan tercekat melihat sesuatu.

"Astaga Chika, Opung..." Febi geleng - geleng. Mira tidur di sebelah Chika saling berpelukan seperti pasangan gancet. Tak peduli selang infus membelit lengan.

"Jadi kepengen gue." Dey berdecak. Mereka masih berdiri diam memperhatikan pasangan beda server itu.

"Apaan? Dipeluk? Sakit dulu gih!" tukas Febi polos.

"Tampar gue, Feb," perintah Dey menunjuk pipinya.

"Kok?" Febi mengerutkan dahi. Heran.

"Biar sakit," jawab Dey lebih polos. Polos begonya.

Plakk

"Aduuh...sakit, Feb. Peluk dong..." dey merentangkan tangannya lebar.

"Sakit ya, Kak Dey? Maap ya. Sini Pebi peyuk..." Febi beneran memeluk Dey, saling berciuman adu pipi.

Mira membuka mata mendengar kemesraan Febi dan Dey, "Ngapain lu ke sini? Numpang makan ya?" sergah Mira, mengingat aneka makanan mulai dari biskuit, roti, donat, kue melimpah di meja. Kiriman dari kerabat orang tua Chika.

"Nengok Chika lah. Sekalian itu sih," Dey terkekeh, matanya menjelajah makanan snack yang berkumpul di meja.

"Bawa apa, Feb?" tanya Mira, curiga dengan tentengan besar yang dipegang Febi.

"Melon..."

"Ngupasnya gimana kutil?" Mira emosi. Ia ingin rasanya menoyor Febi.

"Pake pisau lah, masa cangkul?" Dey menukas cepat.

"Repot ngupasnya. Kenyang kaga belepotan iya," keluh Mira.

"Tuh, aku bilang tadi kan mending semangka atau mangga aja yang praktis, Kak Dey," Febi coba cari pembenaran dengan mencari kesalahan lain. Mira malah pengen melempar Febi dengan sesuatu yang lembek.

"Buah naga harusnya, Feb," tutur Dey, mencomot sebungkus roti bermerk kincir angin.

"Gue sundut infusan lu berdua!" sindir Mira, berbisik agar tak mengganggu tidur Chika.

"Kan bingung, Kak Mira," keluh Febi.

"Ya sudahlah. Minta kupasin suster." Mira turun dari tempat tidur di duduk di sebelah Febi dan Dey. "Dey, Vivi ngga pengen ke sini?"

"Kemarin dia gue pergokin sama Marsha, nyantai banget. Ngerasa bersalah aja kaga." Dey berganti mengambil sebuah donat green tea.

"Kasian Chika. Dia sayang banget sama Vivi," Mira menoleh Ke Chika yang masih tidur kayak bayi koala.

"Miraaa... sayaaaang...." Chika terbangun, tangannya meraba mencari tubuh Mira tidak ada disampingnya.

"Sayang?" gumam Dey dan Febi. Pernyataan Mira barusan menjadi kontradiktif

Dia [ChiMi] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang