"Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring," kata Gistara membacakan sepenggal kutipan dari novel Filosofi Kopi yang sedang ia baca, sedangkan Janardana hanya menopang dagu, menatap selaras kekasihnya ini dengan pancaran mata bahagia.
Kini, Janardana sedang bersyukur dalam hati, bagaimana ia menemukan sosok Gistara yang seperti secercah cahaya dalam jalannya yang gelap gulita.
Awalnya Janardana enggan percaya dengan semesta, bahwa luka akan sembuh seiring berjalannya waktu, dan yang kosong pasti akan terisi, kini jawaban dari ketidakpercayaan itu sedang ia diratapi, bagaimana tidak, semesta telah bernurani mengirimkan Gistara dalam kehidupannya.
"Gis, setelah selesai keresidenan, kita nikah ya?" ujar Janardana spontan, membuat Gistara mengalihkan pandangannya dari buku ke wajah lelaki tampan itu.
"Nggak mau, gue masih ingin mencapai karir bagus, soalnya kalau gue nikah, nggak akan menjamin lo mau menunda kehamilan."
"Of course, gue bakalan bikin lo hamil lima anak dalam jangka berdekatan."
Kontan saja Gistara mencubit pipi imut Janardana dengan gemas, yang setiap kali berbicara suka semena-mena.
"Jangan buru-buru, gue nggak bakalan lari ninggalin lo kok, jadi jalani aja kaya air mengalir di sungai."
"Kalau ada tai lewat gimana?" tanya Janardana.
"Biarin aja, lama-lama juga hanyut."
Tiba-tiba saja Janardana meraih tangan Gistara, membuat gadis itu terpaksa meletakkan buku bacaannya diatas meja, saat ini keduanya sedang berada diresort mewah, menikmati akhir pekan berdua untuk quality time, yang amat susah dilakukan.
Tapi berkat kerja keras Janardana, akhirnya bisa bawa lari Gistara seharian jauh dari rumah sakit.
"Makasih ya, udah bikin gue bahagia," kata Janardana dengan wajah tenang, Gistara hanya tersenyum simpul.
Terhitung sudah satu bulan Gistara mengencani Janardana, awalnya Gistara kurang yakin melepaskan perasaan sepihak selama tujuh tahun dari Dera. Namun, sejenak, Gistara tersadarkan oleh sesuatu, bahwa dirinya juga layak bahagia dan dicintai, dan dari Janardana, ia merasakan itu.
Gistara memang nyaman bersama Janardana, akan tetapi, hal yang membuatnya jatuh cinta pada putra semata wayang pemilik rumah sakit adalah, saat Janardana mengatakan bahwa dirinya itu berharga, dan pantas dicintai.
Seketika, Gistara sadar, mau sampai kapanpun ia berjuang, kalau Dera tak sedikitpun menyukainya pun hanya akan berakhir sia-sia. Namun akan berbeda, kalau Gistara menyadari hal sederhana, seperti mencoba membuka mata untuk melihat sekeliling, menatap pada sosok yang membuatnya menjadi orang terpenting.
Dan Janardana lah yang berhasil melakukannya.
"Nar, gue nggak pernah sekalipun merasa dicintai dengan layak, tapi hanya dengan lo, gue merasa bahwa gue layak dicintai, kalau bukan karena lo, gue pasti masih ngekorin Dera yang sekarang sama Kartika lagi, harusnya gue yang bilang makasih, karena udah bikin gue bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
RESIDEN ✔
FanfictionGistara Lembayung Wedanta, residen spesialis saraf tahun ketiga, mengalami cinta bertepuk sebelah tangan selama 7 tahun, hingga bertemu sosok yang menyuruhnya berhenti mencintai orang yang mengabaikannya selama 7 tahun. Seluk beluk dunia medis dan j...