Hari ini terhitung hari ketiga nana dan injun dirawat dirumah sakit. Injun juga sudah sadar. Keadaannya saat ini sudah lebih baik, jika dibandingkan saat dia baru sadar. Tentu saja injun sangat terpukul dengan kondisinya saat ini, tapi untuk anak seusianya, dia cukup bisa menyikapi keadaan ini dengan cara dewasa. Dari keterangan dokter, dia bisa melihat lagi jika ada pendonor mata untuknya. Meskipun sangat sulit mencari pendonor mata, tapi bukan berarti itu mustahil kan?. Itu yang membuat injun sedikit tenang dan mencoba menerima semua dengan lapang dada.
Injun masìh belum diperbolehkan pulang karena kondisinya yang belum membaik. Dia belum bisa banyak bergerak, karena selain kerusakan yang terjadi pada matanya, ditubuh injun juga masih terdapat banyak luka.
Jika injun belum diperbolehkan pulang karena keadaannya masih terhitung parah. Maka beda lagi dengan nana, anak itu sudah bisa dikatakan tidak punya masalah akibat kecelakaan yang menimpanya. Meskipun masih ada beberapa luka ringan yang sudah mulai mengering. Tapi nana juga belum bisa meninggalkan rumah sakit, itu semua karena penyakitnya.
Nana sudah setuju berobat keluar negeri, dan dia akan berangkat dalam waktu dekat. Dia hanya berangkat berdua dengan ayahnya. Sejujurnya chanyoel juga ingin ikut, hanya saja dia tidak mungkin meninggalkan sekolahnya. Ditambah lagi sekarang sedang musim ujian-ujian sekolah, jadi ayah nana juga melarang keras chanyoel untuk ikut.
Hal itu juga yang menjadi alasan nana saat ini berada diruangan injun. Dia tidak mungkin pergi tanpa berpamitan pada sahabatnya itu. Nana sengaja meminta ayahnya dan juga orang tua injun untuk menunggu diluar, meninggalkan mereka hanya berdua. Injun sedang mendengarkan lagu, menggunakan earphone yang terpasang ditelinganya. Setelah hening beberapa saat, baru nana melepas pelan salah satu sisi earphone injun, dan memanggilnya.
"Injun..."
"Nana?! Sejak kapan lo disini?" Injun jelas kaget, meskipun dia menoleh kearah yang salah, tapi nana tahu anak itu sedang membuka matanya lebar-lebar. Sepengetahuan, nana juga masih dirawat dirumah sakit ini. Meskipun dia tidak tahu betul bagaimana keadaan anak itu.
"Baru aja masuk." Bohong, bukannya nana sudah berdiri didalam ruangan injun sekitar sepuluh menit ýang lalu. Tapi injun tidak akan pernah tahu jika nana tidak berkata jujur. Lalu nana berjalan kearah sisi ranjang injun yang lain, dimana injun menatap kekosongan yang dia sangka ada nana disana.
"Lo udah sembuh? Kok bisa kesini? Bagian mana yang luka? Parah nggak?"
"Injun...." nana berucap lirih.
"Kenapa?"
"Maafin nana ya"
"Maaf? Kenapa minta maaf?"
"Gara-gara nana... injun jadi kayak gini"
"Gue kayak gini tuh karena takdir, bukan karena lo."
"Tapi kan nana yang ngotot ngajak injun naik bus, harusnya nana nurut injun dan ayah biar dijemput aja"
"Na... dengerin gue, yang lo paksa buat naik bus itu cuma gue. Tapi yang kecelakaan itu satu bus, jadi ini tuh bukan salah lo, yang kayak gini tuh namanya takdir."
"Emang gitu ya njun?"
"Iya na... kata guru gue gitu, jadi lo nggak usah ngerasa salah atau apapun, atas semua yang kejadian di gue ataupun didiri lo sendiri. Ok?"
"Ok njun" hening sejenak, lalu nana melanjutkan perkataannya. "Injun..."
"Kenapa?"
"Nana mau keluar negeri"
"Hah?! Bentar-bentar, lo baru aja kecelakaan udah ngerengek minta keluar negeri?"
"Bukan njun..."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIL [SELESAI]
RandomOrang yang berbeda-beda Rasa yang berbeda-beda Cara yang berbeda-beda Untuk satu hal yang sama yaitu "CINTA"