Pintu kafe itu terbuka, diikuti dengan suara lonceng yang mampu membuat seorang pelayan spontan tersenyum. Namun, kali ini berbeda. Melihat seorang lelaki yang memasuki kafe itu tanpa menatap ke arahnya, raut wajah si pelayan berubah menjadi gusar. Tertangkap goresan gelisah pada wajah yang tak lagi menampilkan senyum manis itu. Mata si pelayan mengikuti setiap langkah lelaki itu hingga dirinya duduk di sebuah bangku kosong yang bertulisan 'Reserved'.
Ya, bangku yang sengaja ia sediakan untuk Hanni. Pelayan itu mengkerutkan kening sembari bergumam kecil.
"Dia buta atau memang tidak bisa bahasa inggris?"
Si pelayan benar-benar menyadari bahwa waktu hanya merubah keadaan, bukan sifat seseorang.
Tak lama, pintu kafe kembali terbuka. Senyuman sama yang dia tampilkan, kini dibalas oleh seorang lelaki yang memasuki kafe. Dengan lambaian singkat dan sapaan untuk Arkan, Bomi melanjutkan langkahnya menuju seorang lelaki yang baru saja tiba 10 menit lalu.
Arkan yang melihat pemandangan itu hanya bisa memicingkan mata. Pertanyaan mengenai bagaimana kedua manusia itu bisa bertemu dan saling kenal, memenuhi pikiran Arkan.
"Kak?"
"Eh, Bomi!" Henno berseru saat matanya mendapati Bomi yang sudah berdiri di hadapannya.
Lelaki itu menyambut Bomi. Sebuah pelukan dan tepukan bahu singkat yang terakhir ia dapatkan dari Henno 3 tahun lalu, kini kembali ia rasakan. Sebuah sambutan hangat dari seseorang yang sudah ia anggap seperti kakak kandungnya sendiri.
"Duduklah!"
Bomi mengangguk menerima titah dari Henno. Namun, gerakkannya kemudian terhenti saat dirinya melihat kata reserved di atas meja.
"Kau sampai booking tempat, Kak?"
Henno mengernyit, lalu menggeleng.
"Ini?" tanya Bomi sembari menunjuk papan kecil yang bertengger manis di atas meja.
"Sudah dari tadi ada di situ. Kukira kau yang booking," ujarnya dengan kedua bahu yang mengedik.
"Tidak, bukan aku yang booking. Berarti ini punya orang lain. Pindah yuk, Kak!"
Henno menahan Bomi sembari menggeleng. Bibirnya berdecak seperti sedang meremehkan Bomi, "pantang pindah sebelum diusir. Dari tadi aku duduk di sini, pelayannya tidak protes."
Bomi yang telah mengetahui sifat dan kelakuan Henno, hanya bisa mengangguk dan menuruti perkataan lelaki itu.
"Kak Henno sudah order?"
Henno hanya menggeleng.
"Mau minum apa?"
"Matcha latte hangat saja."
"Oke."
Bomi meninggalkan Henno yang kini asik mengamati kota yang selama 3 tahun tak ia lihat.
"Tak banyak yang berubah," gumam lelaki itu dipenuhi nostalgia.
***
"Matcha latte hangat satu dan vanilla sweet cream satu. Atas nama Bomi, pakai kartu."
"Iya."
"Yang ramah dong!" goda Bomi pada Arkan yang bermuka masam.
"Diajakin jogging tidak mau, tapi ternyata malah nongkrong di kafe" ujar Arkan menyindir Bomi dengan bibir monyongnya, membuat Bomi tersenyum melihat tingkah Arkan yang seperti orang idiot.
"Oh iya, kau sendiri tidak jadi jogging?"
"Aku tidak suka sendirian, tidak seru! Mending aku buka kafe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nice To Meet YOU
RomancePandangan Bomi memotret wajah cantik seorang perempuan yang tengah memandangnya dari kejauhan. Tanpa keduanya sadari, Tuhan sedang menuliskan cerita dari sebuah kehilangan. Setiap langkah lelaki itu menjadi awal bahagianya, dan juga rasa sakit. Namu...