Bomi POV
Opa Coen sangat sibuk menggosok batu biru yang sebesar biji salak kecil. Sudah hampir satu jam pria tua itu dengan telaten mengasah batu itu dengan kain khusus yang baru ia beli.
"Tidakkah kau lelah menggosok batu itu?"
Opa Coen hanya tertawa tanpa menjawab pertanyaanku. Pria itu malah semakin cepat menggosokkan kain.
"Aku tidak tahu apa yang spesial dari benda itu sampai kau menunda waktu makan siangmu," ujarku yang mungkin saja tidak lagi dijawabnya.
Aku benar-benar tidak tahu hal menarik apa dari menggosok sebongkah batu sepanjang hari. Terkadang, aku tak habis pikir dengan bapak-bapak atau pemuda-pemuda yang menghabiskan waktunya hanya untuk menggosok batu berwarna itu. Apa yang mereka cari?
Opa Coen akhirnya melepas pandangannya dari batu itu dan berbalik menatapku. Bibirnya tersenyum dengan lembut sebelum ia menyuruhku menghampirinya.
"Kau tahu nama batu ini?" tanyanya segera begitu aku mendekat padanya.
Aku menggeleng yakin. Aku tidak tahu kalau sebongkah batu itu juga memiliki nama.
"Bukankah itu hanya batu biasa?"
Opa Coen lagi-lagi tertawa mendengar jawabanku. Pria itu menjulurkan tangannya dan memperlihatkan batu kecil itu.
"Perhatikan! Warna apa yang kau lihat?"
Aku tertegun. Beda dengan pertanyaan sebelumnya, yang ini sangat mudah.
"Biru," jawabku yakin.
"Benar, lebih tepatnya ini adalah warna bluish green. Namun, bagaimana dengan ini?"
Opa Coen mematikan lampu dan mengambil pemantik api dari sakunya. Ruangan yang semula temaram, menjadi terang dengan pencahayaan dari pemantik itu. Pria itu mengarahkannya pada batu yang ia pegang.
"Lihat kembali! Sekarang apa warna batunya?"
Aku terkesiap. Batu berwarna biru itu berubah menjadi batu dengan warna yang cantik.
"Warna batunya menjadi reddish purple. Tentu saja kalau seperti ini berarti benda ini bukanlah batu biasa," ucap Opa Coen. Ia lalu mematikan pemantik dan kembali menyalakan lampu.
"Kau akan mengerti mengapa aku sangat menyukai batu ini," pria itu menghembuskan napasnya dengan berat. Suaranya yang sudah terdengar tua, menambah pilu diriku yang melihatnya. Wajah itu mendadak sendu.
"Maafkan aku menganggap remeh batu yang pasti sangat berarti bagimu. Melihat warnanya yang berubah, sudah cukup membuatku mengerti kalau batu ini adalah batu yang luar biasa," ucapku rendah merasa tak enak hati lantaran sudah bersikap kekanakan.
Opa Coen kembali tersenyum. Namun, sorot matanya masih saja terlihat sendu.
"Kau tidak salah. Batu ini memang terlihat seperti permata pada umumnya. Tapi bagiku ini lebih indah dari semua permata, bahkan red diamond sekalipun."
"Aku tidak tahu apa itu red diamond, tapi aku tahu kalau diamond sangatlah indah," jawabku seadanya. Aku memang sama sekali tidak memiliki pengetahuan mengenai perbatuan seperti itu.
Opa Coen terkekeh, wajahnya setidaknya terlihat lebih baik.
"Ini adalah alexandrite stone. Batu yang disebut sebagai batu cinta dan keberuntungan."
Aku kembali tertegun mendengar gurauan Opa Coen tentang batu itu, "apakah benar ada batu seperti itu?"
Pria itu mengangguk, "batu ini dianggap memiliki aura positif yang mampu membawa kebahagiaan dan percaya diri. Batu ini merupakan simbol dari keberanian dan keterbukaan terhadap cinta."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nice To Meet YOU
RomancePandangan Bomi memotret wajah cantik seorang perempuan yang tengah memandangnya dari kejauhan. Tanpa keduanya sadari, Tuhan sedang menuliskan cerita dari sebuah kehilangan. Setiap langkah lelaki itu menjadi awal bahagianya, dan juga rasa sakit. Namu...