.
.
.Happy Reading ^^
.
.
.Langit semakin memerah saat benda bulat itu perlahan bergulir ke arah barat. Semakin detik berganti, matahari itu semakin menurun, jatuh di kaki langit yang membuat cahayanya meredup. Namun, benda itu menjadi hangat dipandang seperti telur mata sapi yang baru diangkat dari minyak panas.
Dermaga itu tak dekat dari kediaman keduanya. Mobil yang mereka gunakan menempuh jarak berpuluh-puluh kilometer bahkan harus berpindah kota untuk mengikuti keinginan Hanni.
"I don't want it."
Sanggah Hanni saat Arkan menyalahinya karena keinginannya untuk pergi ke dermaga.
"But you said it."
"And you did it"
Arkan segara terdiam mendengar ucapan Hanni yang tak bisa disanggah. Gadis itu benar, dirinya bisa saja menolak ucapan Hanni dan melajukan mobilnya ke tempat lain yang lebih dekat. Namun, lelaki itu dengan pikiran sempitnya langsung saja menyetel google maps menuju dermaga tanpa memerhatikan berapa jarak yang harus ditempuh.
Hanni terkekeh melihat kaki Arkan yang masih bergetar setelah perjalanan panjang berjam-jam. Dirinya masih sangat ingat betapa menjengkelkannya Arkan saat mengeluh tentang banyak hal; mobil yang dibawanya merupakan mobil manual, kakinya yang keram, jalanannya yang terlalu jauh dan penuh tikungan, dirinya yang mengantuk atau hanya sekedar menyalahkan Hanni karena tidak bisa membawa mobil.
Menyebalkan, sekaligus menyenangkan.
Hanni menyukai wajah Arkan yang menggerutu dengan tatapan bosan yang tetap setia memperhatikan jalanan panjang. Satu tangan lelaki itu memainkan stir, sedangkan tangan lainnya sibuk memasukkan kacang atau cemilan apapun ke dalam mulutnya. Untung saja Hanni sempat mengabadikan momen itu. Niatnya, foto itu akan diperlihatkan pada Arkan sembari melihat sunset nanti.
"Suasananya hangat."
Gumam Arkan dengan pandangan mata yang jatuh di ufuk barat langit senja, tempat matahari sore berendam hangat hingga hampir tenggelam.
Hanni mengangguk tanpa bersuara. Perempuan itu menyetujui pernyataan Arkan. Udara sore dan warna merah bercampur kuning di atas mereka membawa kehangatan yang seakan memeluk keduanya. Begitupun dengan semilir angin yang memainkan helai-helai rambut. Dinginnya menjadi perpaduan tepat untuk menikmati ciptaan Sang Khalik yang tak ada cacatnya.
Bagaikan berkemul di dalam selimut kala hujan mengguyur taman depan rumah. Dingin dan hangat bersatu menjadi sejuk yang menanamkan rasa nyaman.
Hanni lagi-lagi melihat ke arah kaki Arkan. Keduanya sudah diam sekarang, tak lagi bergetar. Perempuan itu tersenyum menyadari Arkan yang sedang jatuh cinta pada senja. Sampai-sampai lelaki itu melupakan segala lelah yang sedari tadi ia elukan. Pipi Arkan bersemu merah menyamai langit yang semakin indah.
"Kamu menyukai senja atau langit?" Tanya Hanni.
"Senja," jawab Arkan cepat tanpa melepaskan pandangannya dari langit.
Mata caramel laki-laki itu terus menjelajah luasnya langit. Menjarah seluruh sisi langit yang tak bersudut. Jika ia mau, tatapannya bisa saja menembus belahan langit hingga ke angkasa. Ia benar-benar sedang bercumbu.
"Kalau begitu cintamu bohong."
Arkan menoleh. Ucapan Hanni mengalihkan matanya dari senja yang dicintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nice To Meet YOU
RomancePandangan Bomi memotret wajah cantik seorang perempuan yang tengah memandangnya dari kejauhan. Tanpa keduanya sadari, Tuhan sedang menuliskan cerita dari sebuah kehilangan. Setiap langkah lelaki itu menjadi awal bahagianya, dan juga rasa sakit. Namu...