17

48 12 27
                                    

Okay, just 3 random question before you start reading.

1. (Khusus cewek) kalian pernah bertengkar atau debat sama cowok nggak?

2. Pernah nampar seseorang saking marahnya?

3. Kapan terakhir kali nangis?

Only that, bisa di skip kalo kalian males atau nggak mau jawab.

Yeah, here we go.

****

Divka berdiri depat di hadapan Aneska. Lantas cowok itu mengangkat surat Aneska dengan tangan kanannya. Salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas, menampakkan senyum mengerikan.

"Lo tau, surat ini bener-bener bikin gue takjub."

Aneska geram, dengan cepat ia merebut surat itu sebelum Divka menyembunyikannya. Namun dugaannya salah karena cowok itu membiarkan ia mengambil surat itu.

Kekehan ringan keluar dari mulut Divka. "Ngapain lo rebut? Percuma. Gue udah baca semuanya. Sampe selesai."

Aneska makin merasa geram, tangannya meremas surat sialan tersebut kuat-kuat. Ditatapnya Divka dengan tajam.

"Lagi-lagi lo lancang, Divka. Gue jadi heran, kayaknya lo nggak ngerti apa itu sopan santun. Seenaknya baca surat orang yang jelas-jelas bukan buat lo!" ucapanya menusuk.

Divka mengangkat satu alisnya, merasa lucu sekaligus heran dengan ucapan Aneska. "Lancang lo bilang? Jelas-jelas lo yang naruh surat itu di loker gue, Aneska. Otomatis, barang-barang yang ada di loker itu secara nggak langsung jadi milik gue. Coba sebutin di mana sisi lancang yang lo maksud itu."

Skakmat.

Aneska terdiam, tak bisa membalas. Kini mulutnya bagai terkena perekat yang sangat erat. Demi loker sialan, kenapa ia bisa melupakan fakta itu?!

Namun, mau sesalah apa pun yang namanya perempuan tidak mau disalahkan juga tak mau mengalah.

"Ya kalo itu loker punya lo harusnya tempelin nama lo dong! Bukan nama orang lain, jadi nggak bakal ada yang salah paham."

"Terus menurut lo ini salah gue?" Divka menunjuk dirinya seraya memasang wajah tidak percaya.

"Yaiyalah. Masa salah gue?" balas Aneska ngotot.

Divka mencibir, tangannya bersidekap di depan dada. "Ya mana gue tau kalo ada orang yang mau ngasih surat cinta. Soalnya selama ini anak-anak futsal sama sekali nggak ada yang salah paham tentang loker."

Aneska menggeretakkan giginya. Ia ingin marah dan berteriak untuk melampiaskan amarahnya tapi tidak bisa. Jadilah cewek itu hanya melengos.

Divka mendengkus remeh lalu berbalik memunggungi Aneska. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana.

"Lo mau tau nggak, gimana tanggepan gue setelah baca surat lo?"

Aneska tak membalas, ia hanya tetap diam dan berdiri dengan amarah yang masih menguasai.

"Gue cuma bilang tiga kata ini." Divka menoleh dan menatap Aneska, raut wajahnya tampak amat sangat meremehkan. "Lo murahan, Aneska."

Kemudian cowok itu menggeleng. "Eh nggak nggak nggak, bukan murahan. Tapi murahan banget. Bikin surat cinta yang isinya cuma puja-pujian lo ke Arza. Lo nggak punya malu, ya? Dimana harga diri lo sebagai cewek?" ucapnya tajam setajam tatapannya sekarang.

"Apa maksud lo?" Aneska mengepalkan tangannya makin kuat. "Lo sendiri, nggak punya sopan santun? Seenaknya ngatain orang murahan! Lo nggak pernah dididik buat jaga mulut, hah?!" imbuhnya dengan membentak. Pertahanannya untuk diam hancur sudah.

Unexpected Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang