27

47 11 9
                                    

Pagi yang cerah Aneska sambut dengan senyum merekah. Meski hatinya tadi sedikit murung karena Arza mengabari kalau pacarnya itu tidak bisa menjemputnya hari ini.

Entah apa alasannya, yang jelas Arza tidak bisa. Tapi, mau bagaimana lagi? Sebagai pacar yang baik, tentunya Aneska tidak mau untuk menuntut Arza agar selalu ada bersamanya, terlebih untuk hal-hal yang remeh seperti berangkat sekolah.

Ia ingin menjadi pacar yang mandiri dan pengertian. Toh sebelum-sebelumnya Arza selalu menjemputnya dan baru kali ini cowok itu tak bisa.

Memberhentikan motornya di tempat parkir, Aneska melepas helmnya disusul mencabut kunci motornya, seperti biasa. Ia membenahkan penampilannya di kaca spion sebentar, untuk sekedar memastikan mereka selalu perfect.

Setelah selesai, Aneska berjalan dengan tenang menuju kelasnya. Hari sudah agak siang, jadi kondisi sekolah sudah cukup ramai dengan siswa-siswi yang berjalan disana-sini.

Setelah merubah penampilan, ditatap  orang saat berjalan adalah hal yang biasa bagi Aneska. Tapi biasanya, mereka akan menatapnya dengan kagum. Sangat berbeda dengan hari yang justru menatapnya seakan ... jijik, mungkin.

Bukan sekali dua kali, tapi setiap orang yang berpapasan dengannya. Tak cukup sampai di situ, setelah menatapnya dengan tak sopan secara terang-terangan, mereka akan saling berbisik satu sama lain.

Aneska mengerenyit heran. Ada apa ini?

Tak mau memusingkan hal aneh tersebut, Aneska tetap meneruskan langkah dengan mantap menuju kelas. Mencoba mengabaikan tatapan-tatapan yang membuatnya sangat tidak nyaman.

Nyatanya, sesampainya di kelas, teman-temannya juga tak beda dengan orang-orang yang berpapasan dengannya tadi. Pun dengan Rula dan Findi yang sudah hadir. Selain tatapan jijik yang menguar, kekecewaan juga terpancar dari wajah mereka.

"Ini pada kenapa, sih? Kok natap gue gitu semua? Gue ada bikin salah?" Aneska bertanya pada kedua temannya dengan bingung. Masih tidak mengerti apa yang sudah terjadi.

Rula dan Findi makin menganga kecewa. "Setelah semua yang lo lakuin ini, lo masih tanya kenapa, Nes?"

Aneska makin merasa tidak mengerti. "Gue beneran nggak tau apa-apa, La, Fin. Beneran deh, kalo gue tau, ngapain gue tanya kalian."

"Lo daritadi nggak buka hp?"

Aneska menggeleng. "Terakhir buka jam enam pagi, sampe sekarang belom buka lagi," jawabnya polos atas pertanyaan Findi.

"Astaga, Neskaaaa. Lo tuh ya ... ck! Buka hp lo terus lo buka grup kelas sekarang." Rula menyuruh dengan tidak sabar, membuat Aneska langsung menurut meski kebingungan semakin menyergapnya.

Memang, kenapa dengan grup kelasnya?

Barulah Aneska mendapatkan jawabannya ketika ia berhasil membuka grup kelasnya yang sudah sangat ramai membicarakan dirinya. Scroll sebentar, dan Aneska menemukan sebuah video berdurasi tigapuluh detik dikirimkan oleh sebuah nomor tidak dikenal.

Isinya adalah ... foto wajahnya yang jelek, skincare abal yang berada di kamarnya karena video itu menyorot ke seluruh kamar, dan terakhir adalah foto dirinya yang sekarang. Ketiga objek tersebut digabung menjadi satu, membuat siapa pun yang melihatnya tentu saja langsung tahu.

Kalau Aneska ... memakai skincare abal.

Sesaat Aneska merasa dunia berhenti berputar, dengan napas dan jantungnya yang ikut berhenti. Hingga saat Rula memanggilnya karena ia mematung, Aneska kembali tersadar, dan saat itu juga Aneska merasa dunianya runtuh.

Kepalanya bagai tertimpa bebatuan yang beratnya berton-ton. Bagus, semuanya terbongkar sudah. Siapa orang biadab yang tega-teganya menyebarkan video ini?!

Dan mengapa ... orang itu bisa tahu kalau ia memakai barang itu?!

Rasa takut dengan cepat menghinggapi Aneska. Ketakutan yang kerap menghampirinya akan terbongkarnya rahasia itu akhirnya terjadi juga hari ini.

Lebih cepat dari yang Aneska bayangkan.

"La, Fin, gue ... gue bisa jelasin," lirihnya menekan kuat perasaan marah, kecewa, bingung, juga takut.

"Jelasin apalagi, Aneska?" sela Findi cepat. "Gue udah bilang dari dulu banget, gue emang nyuruh lo perawatan, tapi bukan berarti lo harus pake skincare abal. Selain malu-maluin, lo pikirin juga dong dampaknya," lanjutnya dengan napas memburu.

"Padahal lo yang bilang sendiri, Neska, kalo orang yang pake skincare abal itu orang nggak mampu yang cuma ngebet glowing. Tapi ini apa? Lo ternyata pake!" Rula menambahi, dengan ekspresi kecewa yang sangat kentara sama halnya dengan Findi.

Suara Rula dan Findi yang cukup keras membuat yang lain menatap ingin tahu, apa yang sedang terjadi. Tapi sepertinya mereka tidak peduli.

Aneska mengepalkan tangannya kuat. Dibanding menanyakan alasan kenapa ia sampai melakukan ini, kenapa mereka justru menghakimi dirinya? Seolah ia adalah manusia yang paling buruk dengan segudang kesalahan.

"La, Fin, gue terpaksa pake itu. Gue sebenernya juga nggak mau! Tapi gue harus gimana lagi?" Napas Aneska ikut memburu. "Gue capek dikatain dan dikritik jelek terus, gue capek, gue muak. Makanya itu, gue terpaksa pake skincare abal. Lo liat, kan, hasilnya? Semua orang jadi muji gue cantik." Tangan Aneska perlahan menunjuk kedua temannya.

"Termasuk lo berdua!" sentaknya keras.

Sesaat Rula dan Findi terdiam. Sebelum kemudian Findi angkat suara. "Tapi nggak harus pake skincare abal juga, Neskaaaa." Gadis itu gemas, merasa gemas sekali dengan tindakan bodoh temannya.

"Kalian pikir, gue mau pake barang abal itu? Nggak!" Aneska menggeleng keras. "Gue sebenernya nggak mau, tapi gimana lagi? Gue pengen cantik, kayak kalian. Gue pengen! Gue iri!"

"Tapi, Nes, apa pun alesan lo, lo tetep bohong. Dan kita ... nggak pernah punya temen pembohong," ucap Findi final. Dan setelah itu, ia berjalan keluar meninggalkan kelas.

Dan tampaknya, Rula pun setuju dengan fakta tersebut karena kemudian gadis itu menyusul Findi. Keadaan berubah sedikit berisik karena kasak-kusuk disana-sini akan keributan yang baru mereka ciptakan.

Air mata yang sedari Aneska tahan, kini mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia Perkataan Findi dan Rula barusan membuat ia tahu, kalau mereka benar-benar marah padanya.

Dan Aneska, kehilangan dua teman terbaiknya hari ini. Sungguh, ia tak menyangka kalau semua ini akan terjadi. Disaat ia merasa hidupnya baik-baik saja.

"Lo liat dia, menyedihkan banget, ya? Rahasianya terbongkar, dan sekarang Rula sama Findi ogah temenan lagi sama dia."

"Yoi bener banget, gue juga ogah kali temenan sama pembohong kayak dia. Cantiknya palsu anjir."

"Hooh, lo tau, kan, pake skincare abal di kalangan remaja tuh malu-maluin banget. Itu nunjukin kalo mereka yang sampe pake skincare abal tandanya mereka nggak mampu dan ngebet glowing."

Hatinya kini yang terasa sakit dan pedih bagai tertusuk ribuan belati, harus terpaksa bagai meminum pil pahit dari ejekan teman-teman sekelasnya. Mereka memang tidak mengucapkannya dengan keras, tapi tentu saja ia tidak tuli untuk mendengar semuanya.

Aneska berdiri diam dengan air mata yang perlahan mengalir. Rasa kecewanya mencuat, melihat bagaimana mereka terus saja menghakiminya tanpa mau mendengarkan alasan mengapa ia sampai melakukan ini.

Ya Tuhan, apa semua ini? Mengapa semuanya terjadi secara tiba-tiba dan begitu cepat? Padahal sebelumnya semuanya baik-baik saja.

Mengapa ... semua kebahagiaan yang sudah susah payah ia raih harus direnggut dengan sekejap mata seperti ini?

To be continued

****

Unexpected Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang