Pukul setengah tujuh malam, Aneska pergi ke pesta ulang tahun Arza dengan menggunakan taksi karena ia sedang malas menaiki motornya. Lokasi pestanya berada di rumah Arza sendiri.
Malam ini, Aneska mengenakan dress selutut berwarna peach. Rambutnya sengaja ia gerai begitu saja, pun dengan wajahnya yang ia make up tipis-tipis yang sedikit membantu menyembunyikan wajah kacaunya.
Sesampainya di lokasi ulang tahun yang merupakan rumah Arza sendiri, Aneska berdecak kagum dan sejenak melupakan kesedihannya. Dua minggu menjadi pacar Arza, baru kali ini ia ke rumah cowok itu.
Rumahnya besar berlantai dua, dengan ada taman yang terlihat asri dan kolam kecil di halaman depan. Sepertinya, Arza anak orang kaya.
Setelah puas melihat-lihat, Aneska jadi tersadar tujuannya kemari. Maka dengan bergegas ia berjalan menuju belakang rumah cowok itu yang menjadi tempat utama berlangsungnya pesta. Tangannya menenteng sebuah kado yang ia siapkan sejak beberapa hari. Isinya berupa sepatu sport, karena ia tahu bahwa Arza gemar mengoleksinya.
Ia memang sengaja membawanya sebagai kado untuk ia hadiah kan kepada Arza juga sebagai ungkapan maafnya. Semoga saja Arza akan luluh.
"Hai, Aneska. Udah dateng?" Tak disangka, Arza muncul ketika Aneska belum sampai di taman belakang. Sesaat Aneska menahan napas melihat tampilan cowok itu. Di mana Arza mengenakan kemeja putih, jas abu-abu, dan celana dengan warna senada. Rambutnya tampak rapi dan disisir ke pinggir.
Aneska mengangguk kaku. Tak melihat Arza seharian kemarin membuat hatinya membisikkan kata rindu. Semenyakitkan apa pun perlakuan Arza, nyatanya hatinya masih sangat mencintai cowok itu.
"Syukurlah, ku kira kamu bakal telat." Arza menghela napas lega lalu tersenyum manis. "Yuk masuk."
Aneska sedikit tercengang. Kenapa nada suara Arza semanis ini? Terus apa tadi? Aku? Kamu? Cowok ini sudah tidak marah kepadanya?
"Ar, lo-eh, maksud aku, kamu udah nggak marah lagi?" tanyanya hati-hati tapi Arza tak menjawab dan terus saja tersenyum manis.
"Ar, kata kamu mau kasih aku kesempatan buat jelasin, kan? Aku jelasin seka-"
"Ssssttt, nanti-nanti. Jangan jelasin sekarang. Mendingan sekarang kamu masuk. Yuk." Buru-buru Arza memotong ucapan Arza lalu menggandeng Aneska menuju taman belakang.
Aneska menurut saja tanpa banyak bicara meski benaknya berseru beribu tanya. Arza kenapa? Tapi, biarlah. Siapa tau Arza betulan sudah tidak marah padanya.
Sesampainya di taman belakang, Aneska dibuat terkejut karena banyaknya orang di sana. Dan setelah ia amati, rata-rata mereka adalah murid SMA Pancadharma walau tak ada satu pun yang Aneska kenal.
Mereka semua tampak berbincang asik seraya menikmati hidangan. Aneska sendiri berdiri kaku, dengan perasaan takut yang tiba-tiba hadir. Firasatnya kembali merasa tidak enak secara mendadak.
"Mereka semua ... dateng ke sini?" lirih Aneska ragu-ragu. Tak menyangka jika sebanyak ini anak Pancadharma yang diundang.
Arza mengangguk santai. "Iya, sengaja aku undang ke sini. Kan lebih bagus kalo lebih ramai." Cowok itu lantas tersenyum simpul. Entah apa maksud senyum itu.
Aneska mengangguk saja sebagai tanggapan, meski firasatnya semakin tidak enak.
"Gaes! Semuanya dengerin gue."
Aneska baru ingin berjalan ke salah satu kursi yang terletak di sudut karena tak ingin menjadi pusat perhatian. Pun sedari tak ada satu pun yang menyadari kehadirannya yang membuat ia mau tak mau bersyukur. Kalau saja Arza yang tiba-tiba bersuara keras seraya bertepuk tangan beberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Ending
Teen Fiction[Completed] Judul awal : When You Reached Me Cantik, putih, feminim. Tiga kriteria yang menjadi tipe idaman Arza Kanaka, seorang cowok dari kelas XI IPA 1. Mendengar itu, Aneska Sari jadi bertekad untuk berubah seperti apa yang diidam-idamkan Arza...