23

39 10 25
                                    

Okay, just 3 random question before you start reading.

1. Pernah keserempet atau jatuh dari motor?

2. Lebih suka kafe indoor apa outdoor?

3. Kapan terakhir kali kalian ngerasa bahagiaaaa banget.

Only that, bisa di skip kalo kalian males atau nggak mau jawab.

Yeah, here we go.

****

"Alhamdulillah." Serempak Aneska dan Divka berucap penuh rasa syukur. Aneska menyandarkan tubuhnya di sandaran kasur dan Divka yang meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku.

Tadi Aneska terserempet motor saat akan menyeberang sepulangnya dari mal bersama Rula dan Findi—berhubung ini hari sabtu. Beruntung, cewek itu tak terluka parah—hanya lecet di siku dan lutut—dan ada Divka yang kebetulan lewat. Jadilah cowok itu menolong Aneska dan mengantarkannya pulang menggunakan motor Aneska. Sementara motor Divka dititipkan di parkiran mal.

"Makasih banyak ya, Div. Lo udah nolongin gue." Aneska berucap tulus atas semua pertolongan cowok itu. Mulai dari membawanya ke rumah sakit untuk menangani luka ringannya berlanjut mengantarkannya pulang.

Divka mengangguk. "Sama-sama. Kebetulan aja pas gue lewat sana karena mau ketemu temen gue," balasnya tak mempermasalahkan.

"Rumah lo sepi amat? Ke mana orang tua lo?" tanya Divka kemudian seraya menatap sekeliling kamar Aneska yang berwarna biru laut.

Aneska memeriksa jam di ponselnya yang tergeletak di nakas. Pukul 11.35. "Nyokap gue mungkin lagi belanja sayur di depan komplek. Gue sengaja nggak hubungin dia, takutnya bikin khawatir."

Divka manggut-manggut, setelahnya ia duduk di kursi belajar Aneska. Matanya menatap takjub beberapa peralatan kecantikan Aneska. Dan seketika berubah kesal saat melihat sesuatu yang tak ingin dilihatnya sekarang.

"Buset, lo sampe sekarang masih tetep pake skincare abal, Nes?"

Diam-diam Aneska berdecak. Kenapa Divka harus melihat ke arah situ, sih? Ia, kan, sudah berjanji pada cowok itu untuk tidak lagi memakai skincare abal.

"Nes?"

"Anu, itu, nggak. Gue udah nggak pake lagi kok."

"Terus kenapa masih ada di sini?" sentak Divka galak.

"Y-ya gue cuma belom sempet beresin aja. Tapi gue udah nggak pake kok. Beneran." Aneska memasang wajah semeyakinkan mungkin. Entahlah, tatapan Divka yang tajam terasa mengintimidasinya sehingga membuatnya sedikit gugup juga takut.

Mata Divka memicing tidak percaya, membuat Aneska mendengkus. "Terserah lo mau percaya atau nggak. Gue mau ke toilet dulu." Karena gugup juga kesal, Aneska memilih kabur.

Setengah tertatih, ia berjalan menuju pintu. Namun, belum juga ia sempat membukanya, pintu itu lebih dulu terbuka.

"Aneska, kamu udah pulang? Kok Ibu liat ada motor kamu di–eh?" Ternyata Esti yang seketika menghentikan ucapannya karena melihat lutut dan siku anaknya yang dibalut perban. Tak sampai disitu, kehadiran seorang anak laki-laki juga membuatnya bertanya-tanya.

"Eh, Ibu. Baru belanja, ya?"

"Iya. Kok kamu udah pulang? Katanya main sama Rula sama Findi? Terus ini kenapa? Kok diperban kayak gini?" tanya Esti beruntun dengan nada panik. Tangannya memegang perban yang terpasang di siku Aneska dengan pelan.

Unexpected Ending Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang