Tak terasa, hubungannya dengan Arza sudah berjalan dua minggu lamanya. Dan selama dua minggu itu pula, Aneska terus-terusan merasa melayang karena perlakuan Arza yang sangat menawan.
Cowok itu benar-benar menepati janjinya, untuk selalu menyukai dan menyayanginya dengan tulus.
Dan tentu saja, Aneska merasa dirinya menjadi orang yang paling beruntung. Kalau boleh berharap, Aneska ingin hubungannya dengan Arza bisa bertahan lama, selama-lamanya.
"Nih gue udah nemu bukunya."
Suara tersebut mengembalikan kesadaran Aneska yang terus-menerus memikirkan Arza. Sebut saja ia bucin.
Aneska menerima uluran buku paket Kimia dari tangan Divka—orang yang barusan bersuara—dengan mata meneliti. "Oke, udah bener."
Divka menepuk dadanya bangga. "Iya dong, gue gitu loh yang nyari."
Aneska mencibir saja. "Banyak omong! Udah ayo buruan tulis." Setelahnya ia membuka buku paket kimia tersebut pada halaman yang disuruh Bu Saski—nama guru kimia sekolah mereka untuk merangkum materi.
Sistemnya, tiap satu bangku harus mencari buku paket di perpustakaan untuk kemudian merangkum sama-sama berhubung jumlah buku paketnya terbatas. Dan karena malas bolak-balik, akhirnya Aneska dan Divka langsung merangkumnya di perpustakaan yang kondisinya sepi mengingat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung.
Hanya ada beberapa segelintir siswa dari kelas XI IPA 4 yang juga sama dengan Aneska dan Divka, malas berjalan ke kelas. Sisanya, mereka menulis di kelas. Dan Bu Saski, tidak mempermasalahkan anak muridnya menulis dimana asal selesai karena wanita itu disibukkan dengan rapat di luar.
"Ck, males banget gue sebenernya mau nulis. Lagi mager. Mana banyak banget lagi yang harus dirangkum." Belum ada satu menit berjalan, Divka sudah mengeluh.
"Nggak usah tulis, gampang." Aneska menyahut dengan enteng, meski mata dan tangannya sibuk bekerja. Pun dengan Divka yang terus menulis meski mulutnya tidak berhenti bicara.
"Tapi nanti dimarahin lagi sama Bu Saski. Hadeh, gue nggak mau predikat sebagai anak ganteng nan manis serta penurut ilang." Divka mengucapkannya dengan wajah nelangsa, tapi tidak dengan nada suaranya yang terdengar super duper narsis.
Aneska menganga dengan aktivitasnya yang terhenti seketika. "Gila, siapa yang kasih lo predikat itu?"
"Revi. Dia, kan, fans gue karis keras." Divka tersenyum jumawa dan ikut menghentikan aktivitas menulisnya untuk sekedar bersombong ria pada Aneska.
Aneska geleng-geleng, tangannya kembali meneruskan aktivitas menulisnya yang tertunda karena hal yang sungguh tidak penting.
"Nggak heran sih gue. Dia gila, lo lebih gila. Nggak papa, kalian cocok."
"Heh! Apa maksud lo?" Divka menyentak tidak terima. Merasa dirinya selalu hina di jika di depan Aneska. "Gue sumpahin lo suka sama gue," ancamnya kemudian.
"Lo pikun kalo gue punya Arza? Eh atau jangan-jangan Iri ya karena lo nggak ada doi?" balas Aneska seraya tertawa remeh.
Divka mencibir. "Sombong mulu. Putus beneran gue mampusin lo."
"Kayaknya lo bener-bener minta digorok."
"Bodo. Gue doain Arza selingkuh."
Melihat Divka yang semakin melunjak tentunya membuat Aneska geram bukan main. Sebenarnya ia tak ingin terlalu meladeni, hanya saja cowok itu selalu mendoakannya putus dengan Arza bahkan kali ini mendoakan pacarnya selingkuh. Kurang ajar!
Sebelum sempat menjambak Divka, sebuah suara yang menyapa membuat Aneska mengurungkan niat jahatnya.
"Aneska, Divka, kalian ngapain?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Ending
Teen Fiction[Completed] Judul awal : When You Reached Me Cantik, putih, feminim. Tiga kriteria yang menjadi tipe idaman Arza Kanaka, seorang cowok dari kelas XI IPA 1. Mendengar itu, Aneska Sari jadi bertekad untuk berubah seperti apa yang diidam-idamkan Arza...