10

23.6K 2K 229
                                    

"Kau gila?"

"Kau mengatai ku gila?" Mark balik bertanya.

Meskipun kini teman-teman Mark sudah pulang, namun tetap tidak mengubah duduk mereka. Tangan Mark juga masih setia melingkar di pinggang Haechan.

Haechan juga terlihat nyaman dengan setengah tubuhnya yang bersandar di dada bidang Mark. Tangannya mengambil alih tangan besar Mark yang lain dan memainkan jari-jari panjang itu.

"Kenapa kau mengatakan pada mereka jika aku kekasihmu?!" tanya Haechan garang.

"Agar mereka tidak terlalu banyak bertanya."

"Tapi mereka tidak mungkin semudah itu percaya jika aku ini kekasihmu!"

"Aku tidak peduli."

"Ish!"

Lelah dan pastinya tidak akan pernah menang berdebat dengan seorang Mark Jung. Mark memang sialan!

"Malam ini aku akan pergi ke Jerman. Selama empat hari. Aku harap kau jangan berulah." celetuk Mark. Haechan menolehkan kepalanya hendak menatap ke arah Mark, dan ia cukup terkejut sebab wajah pria itu juga tengah menatap dirinya. Bahkan hidung mereka hampir saja bersentuhan di jarak yang dekat ini.

Secepat mungkin Haechan membuang wajahnya yang sudah semerah tomat. Tautan tangan Haechan dan jemari Mark terlepas. Jantungnya kembali berpacu dengan cepat. Ia menipiskan bibirnya dan berdoa di dalam hati semoga Mark tidak mendengar detakan jantungnya.

Mark menyeringai tipis. Akhir-akhir ini wanitanya mudah sekali memerah.

Dengusan kecil keluar dari mulut Haechan. Ia sudah kembali menormalkan air mukanya. "Di awal kau meninggalkanku selama sebulan memangnya aku berulah?"

"Kau mengingatnya?"

"Tentu saja. Bagaimana aku bisa melupakan kalau pada saat itu aku masih syok dengan kehidupanku yang tiba-tiba berubah." gerutu Haechan. Ia sampai tidak sadar telah mengerucutkan bibirnya.

Belum ada tanggapan dari Mark. Mungkin pria itu tidak berniat untuk membuka mulutnya. Keduanya terdiam. Keheningan membuat Haechan diserang oleh rasa bosan. Ia memilih untuk kembali ke kamarnya dan melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.

"Aku kembali ke kamar."

Tangan Mark yang berada di pinggangnya mulai mengendur. Itu berarti Mark mengizinkannya tanpa pria itu repot-repot menjawab ucapannya. Haechan bangkit dan pergi menjauhi Mark. Baru ada beberapa langkah, Mark memanggilnya.

"Haechan,"

Wanita itu menoleh, menatap Mark dengan penuh tanda tanya. "Ne?"

Beberapa detik terlewati dan Mark masih setia memandang wajah cantik Haechan. Namun, setelahnya ia memberikan gestur mengusir kepada Haechan dengan telapak tangannya.

"Dasar Jung! Mengusir manusia seperti mengusir seekor anjing!" gerutu Haechan yang pastinya tidak bisa Mark dengar.

•••

Seorang pria paruh baya mengalihkan pandangannya ke arah pintu ruang kerjanya. Guratan-guratan tipis yang tercetak di dahinya mempertegas bahwa ia telah berumur. Matanya memandang sayu kepada putra kebanggaannya yang baru saja masuk. Satu-satunya harta berharga yang ia dan istrinya miliki. Setelah kejadian belasan tahun silam merenggut salah satu hartanya yang lain.

Mengingat kejadian naas itu membuat dirinya diliputi oleh rasa penyesalan. Seandainya dulu ia tidak ceroboh dan memperhitungkan jarak antar kendaraan, pasti kejadian itu tidak akan terjadi. Dan juga anak bungsunya tidak akan pergi meninggalkannya dengan cepat.

Vad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang