8

23.9K 1.8K 159
                                    

"Aku pulang," ucap seorang pria yang baru saja masuk ke dalam pintu mansion tempat tinggalnya.

Senyumnya terbit ketika mendapati seorang wanita paruh baya yang sudah berjuang melahirkannya ke dunia. Pria itu mendatangi seseorang yang ia panggil dengan sebutan 'Mae'.

Merasa tubuhnya dipeluk dari belakang, ia memutar tubuhnya lalu mengusap halus wajah putranya. "Bagaimana harimu?"

"Tentu saja baik, mae. Bagaimana dengan mae? Sudah makan siang?" gelengan dari wanita paruh baya itu membuat si pria tersenyum miris.

"Harus berapa kali aku dan appa peringatkan supaya mae jangan terlambat makan?!"

"Astaga bahkan tubuh mae sampai hilang di pelukanku!" lanjut si pria. Hanyalah sebuah candaan.

"Yak! Kau yang tumbuh besar seperti appa-mu itu. Jangan salahkan tubuh kecil mae."

"Maka dari itu mae harus makan! Agar mae tidak tenggelam di pelukanku." si pria menuntun perlahan ibunya. Sebenarnya ia sudah makan dan masih kenyang. Namun tak apa, demi ibunya ia rela makan siang dua kali.

"Kalau kau ingin memeluk lebih besar daripada mae, lebih baik kau peluk saja baby bear mu itu!"

Setelah mendudukkan tubuh ibunya, pria itu mengambil makanan khusus untuk ibunya. Ia terkekeh mendengar penuturan yang baru saja dilemparkan ibunya. Benar, jika ingin memeluk yang lebih besar dari ibunya ia harus memeluk baby bear-nya saja. Tapi tetap saja ibunya harus tetap makan!

•••

Haechan menata buku-buku yang ia pinjam dari perpustakaan. Mendekati semester akhir, membuat Haechan harus ekstra mengumpulkan referensi-referensi untuk bahan penelitiannya nanti.

Menurut yang Haechan ketahui dari berita yang sedang beredar, Mark sudah lulus sidang dan hanya tinggal menunggu kapan pria itu wisuda. Mark yang jenius membuat Haechan terkagum. Otaknya memang tidak perlu diragukan lagi. Tapi, kepribadiannya benar-benar berpredikat E.

Haechan sedikit tergesa-gesa sebab di luar mulai mendung. Jadi ia harus cepat pulang sebelum hujan mengguyur tubuhnya karena ia lupa membawa payung.

Langkahnya terhenti. Haechan seperti melupakan sesuatu. Tapi apa? Untuk sejenak ia berpikir. Dan setelah mengingatnya Haechan memukul kepalanya pelan lalu segera berbalik. Ponselnya tertinggal. Ceroboh.

Tubuh Haechan menabrak seseorang berbadan tinggi dan tegap. Haechan serasa menabrak titan. Ia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa yang ia tabrak. Ternyata seorang pria. Pantas saja dadanya keras. Lebih keras dibandingkan milik Mark tapi tetap tidak senyaman milik Mark. Upsie.

"Jeosonghamnida," ucap Haechan sembari membungkukkan badannya.

"Ini milikmu yang tertinggal." pria itu menyodorkan sebuah ponsel kepada Haechan.

"Kamsahamnida, tuan—

"Hwang Hyunjin." ucap pria mono–eyelid itu.

—Hwang. Permisi, saya harus cepat-cepat pergi." Haechan kembali membungkukkan badannya kepada Hyunjin.

Sayang seribu sayang, diluar sana hujan telah turun dengan derasnya. Membuat Haechan menghembuskan nafasnya kasar. Kalau sudah begini, apalagi yang harus ia lakukan selain menunggu hujan reda.

Pandangan matanya lurus ke depan. Menembus melalui celah-celah hujan. Tiba-tiba membuat Haechan mengingat pertemuannya dengan seorang anak laki-laki.

[ flashback—on ]

Haechan kecil tengah berjalan-jalan di sekitar taman panti asuhan. Netra bulatnya tak sengaja melihat seorang anak laki-laki yang sepertinya umurnya tak jauh dengannya. Anak itu hanya diam dan menatap lurus dengan pandangan kosong.

Vad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang