25

18.1K 1.6K 67
                                    

Haechan yang tengah mengiris daging terjengit kaget. Seseorang memeluknya dari belakang. Dan tanpa ada rasa bersalahnya orang itu meletakkan dagunya di pundak sempit Haechan. Membuat Haechan kesulitan untuk memasak.

Dari aromanya Haechan pun bisa mengenali kalau orang yang memeluknya adalah Mark. Pria itu menepati janjinya untuk pulang sebelum makan siang.

"Oppa, lepas. Aku tidak bisa memasak leluasa." ujar Haechan. Namun Mark adalah Mark. Pria itu tak mengindahkan Haechan. Malah semakin mengeratkan pelukannya.

Lagipula, memangnya Mark tidak sakit punggung?

Percuma juga menyuruh Mark. Akhirnya Haechan membiarkan pria itu untuk memeluknya. Meski sedikit kesulitan, tapi Haechan masih bisa mengimbanginya.

"Siapa yang menyuruhmu menggulung rambut?" tanya Mark di perpotongan leher Haechan.

"Kalau tidak digulung nanti mengganggu saat memasak,"

"Aku tidak rela lehermu terlihat oleh pria-pria yang ada di sini." Mark semakin menyelusupkan wajahnya ke leher Haechan.

Haechan tersenyum maklum. Ia senang Mark berubah perhatian namun bukan berarti ia menyukai Mark yang posesif seperti ini. Padahal sedari tadi tidak ada pelayan pria atau bodyguard yang masuk ke area dapur.

"Lebih baik Oppa ke berganti pakaian. Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat." perintah Haechan.

"Baiklah sayang." Mark mengecup pipi Haechan secara spontan dan tangannya usil melepas gulungan rambut Haechan sehingga rambut panjang wanita itu tergerai. Setelahnya pergi meninggalkan Haechan di dapur.

Sementara Haechan membuang nafas berat. Jujur Haechan masih harus menyesuaikan perubahan sikap Mark. Pria itu benar-benar berubah dengan sangat drastis.

Haechan mencuci tangannya terlebih dulu sebelum kembali menggulung rambutnya. Kemudian melanjutkan kegiatannya sebelum jam makan siang. Tentu ia tidak sendirian, ada Yeji yang membantunya. Namun gadis itu sempat pergi saat Mark mengusirnya tanpa sepengetahuan Haechan.

•••

Ten menatap sengit ke arah pria yang berdiri di hadapannya. Untuk apa pria itu datang lagi ke mansion nya? Bahkan suaminya sedang tidak berada di mansion. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Menantang pria yang dulu sempat berstatus menjadi kekasihnya itu.

"Katakan ada perlu apa kau datang kemari, Kris?" tanya Ten dengan nada yang tak bersahabat.

"Kau berubah semakin kasar, Chitta."

Panggilan yang sangat menjijikan bagi Ten dan tak lagi ingin didengar olehnya. Memang dulu sempat menjadi panggilan favoritnya, namun sekarang itu adalah hal yang paling Ten tidak sukai.

"Jangan bertele-tele. Apa tujuanmu kemari?!"

"Tenang. Sebagai tuan rumah, kau tidak menjamuku terlebih dulu?"

Ten semakin muak mendengar nada bicara Kris. Ia ingin pria keparat ini cepat keluar dari rumahnya. Dalam batinnya berdoa semoga Johnny atau Hendery atau bahkan Jongin segera datang dan mengusir Kris.

Tidak mendapat jawaban dari Ten, Kris dengan pongahnya berjalan menuju kursi dan mendudukkan dirinya. Tanpa memperdulikan tatapan tajam dan sengit dari mata Ten.

Mau tak mau Ten mengikuti Kris yang duduk disana. Ia memilih mengalah dan mengikuti apa mau Kris sampai pria itu mengutarakan niatnya datang kemari.

Kedatangan Kris dari tadi membuat perasaan Ten gundah. Entah apa yang dirasakannya sekarang. Terlalu banyak perasaan yang Ten rasakan sekarang sehingga ia tidak bisa mendefinisikannya.

Vad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang