30

22.5K 1.6K 155
                                    

Karena mulut Taeyong yang tidak bisa di rem. Akibatnya, berakhirlah semuanya. Haechan menjadi tahu, meski awalnya wanita muda itu sempat mengelak sebab selama hidupnya ia hanya tumbuh di panti bersama Joohyun Eomma, dan bersama teman-teman yang lain. Haechan sendiri juga masih tidak menyangka kalau-kalau dirinya adalah anak bungsu dari seorang chaebol yang diberitakan hilang belasan tahun.

Haechan kini masih memeluk erat tubuh Ten. Tubuh yang sedari dulu ingin Haechan peluk. Dan Tuhan baru memberikannya kesempatan sekarang. Maka dari itu Haechan memeluk Ten seharian ini.

"Haechan-ie ingin makan siang dengan apa? Biar Mae buatkan," tawar Ten kepada Haechan.

"Tidak perlu, Mae. Chan-ie sudah makan banyak di rumah Mommy."

"Benar seperti itu, Taeyong?"

"Ya. Aku memang memaksanya makan lebih dulu sebelum kemari karena perutnya kosong." jawab Taeyong.

Para pria datang dari arah selatan rumah. Yang pertama kali duduk di samping Haechan adalah Hendery. Pria itu menyandarkan tubuhnya. Tangan kanannya terasa sedikit perih.

Kemudian disusul dengan Johnny dan Jaehyun. Mark datang paling akhir. Haechan terkejut melihat wajah Mark yang dipenuhi lebam di beberapa sudut. Baik di pelipis, tulang pipi, sudut bibir. Astaga banyak sekali! Itu pasti menyakitkan.

Haechan buru-buru melepaskan pelukannya dengan Ten lalu menghampiri Mark. Dasar pria itu, dengan wajah yang seperti itu saja masih bisa berjalan dengan tenang. Herannya tak ada satu orang pun yang khawatir dengan keadaan Mark kecuali dirinya.

"Dad, Appa, Hendery Oppa, kenapa wajah Mark Oppa menjadi seperti ini? Apa yang telah kalian lakukan?"

"Dia sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Dia harus kuat." ujar Hendery tanpa beban.

"Ini pasti rasanya sakit sekali, oh?" Tangan Haechan bergetar menyentuh lebam tersebut. Matanya tergenang oleh air dan air tersebut siap untuk jatuh.

Giliran Ten dan Taeyong yang mendelik kesal ke para pria. Kalau memang ingin menghajar Mark, seharusnya jangan di saat ada Haechan. Mereka lupa kalau wanita hamil perasaannya sangat sensitif.

"Hei sudah, jangan menangis." hibur Mark kaku. Ia sendiri bingung bagaimana mengatasi Haechan. Lebamnya memang sakit, namun ya memang itu akibat yang harus diterimanya.

"Pasti ini sakit, kan?"

"Ya, maka dari itu obati lebam ini supaya tidak sakit lagi." Haechan mengangguk semangat. Ia mengelap air matanya sendiri dengan punggung tangannya.

"Mae, dimana letak kotak obat?"

"Bawa saja Mark ke kamar yang ada di samping tangga. Biar Mae yang akan mengambilnya." titah Ten yang diturutu oleh Haechan.

Haechan benar-benar membawa Mark ke kamar yang ditunjukkan oleh Ten. Letaknya tak jauh dari tempat mereka berkumpul.

Sepeninggal Haechan, Johnny membuang nafasnya. Penantiannya selama belasan tahun dan hampir dua windu saat ini terbayar. Reaksi yang diberikan oleh putrinya itu sangat tidak terduga. Johnny pikir Haechan akan terus mengelak. Namun ternyata setelah menghubungi Joohyun, Haechan langsung percaya begitu saja.

"Apa kau sedih, Jo?"

"Memangnya aku terlihat sedih?" Johnny balik bertanya kepada Jaehyun.

"Maafkan putraku. Aku akan sesegera mungkin menyiapkan pernikahan mereka."

Johnny mengangguk setuju, "Memang seharusnya mereka secepatnya untuk menikah."

"Lalu bagaimana denganku, Appa? Apa aku akan dilewati begitu saja?" tanya Hendery yang tidak percaya dengan ucapan Johnny.

Vad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang