21

18.1K 1.8K 99
                                    

Entah akan dibawa kemana Haechan oleh Mark. Ia hanya patuh dan mengikuti langkah kaki Mark yang lebar. Tangan besar pria itu dengan lembut menggandeng erat tangan Haechan. Menandakan bahwa Haechan telah menjadi milik Mark meski Mark belum mengikat wanita itu.

Beruntung Haechan menggunakan sepatu datar sehingga tidak menyulitkan dirinya untuk berjalan di atas rumput hijau. Mulutnya terbuka saat melihat sebuah helikopter. Ada beberapa pria bertubuh kekar berdiri di depan helikopter tersebut. Lengkap dengan kacamata hitam serta earpiece yang tersangkut di setiap telinga mereka masing-masing.

Baling-baling itu mulai berputar dari perlahan hingga kencang menghasilkan hembusan angin yang kencang pula. Mulut Mark masih bungkam. Tidak mencoba menjelaskan atau memberitahu akan kemana perginya mereka.

Mark menuntun masuk Haechan dari arah depan helikopter. Di dalam sudah ada pilot dan satu orang asistennya. Awalnya Haechan ragu-ragu sebab ia takut. Dan belum pernah sama sekali menaiki kendaraan udara.

Mark memberikan isyarat kepada Haechan. Agar wanita itu yakin kalau semuanya baik-baik saja. Tidak mungkin Mark berbicara tanpa alat komunikasi karena suara baling-baling helikopter yang begitu keras.

Haechan duduk di sisi Mark. Pria itu dengan lembut memakaikan sabuk pengaman beserta dengan alat komunikasi headphone.

"Kau mendengarkanku?" tanya Mark yang bertujuan untuk mengecek berfungsi dengan baik atau tidaknya headphone tersebut.

Haechan mengangguk pelan sebagai jawaban. Dirinya masih sedikit tegang. Banyak ketakutan-ketakutan sekaligus pikiran buruk yang hinggap di batinnya.

"Relax okay? Aku bisa menjamin kita baik-baik saja." jaminan dari Mark setidaknya membuat Haechan tenang.

Namun tubuhnya kembali menegang kala helikopter itu secara perlahan mulai menjauhi daratan. Matanya terpejam kuat sementara tangannya meremas genggaman tangan Mark. Perutnya bergejolak dan terasa mual namun ia tidak bisa mengeluarkan apapun.

Usapan jemari Mark pada pipinya membuat perhatian Haechan teralihkan. Wanita itu membuka matanya setelah sudah tidak merasakan apapun.

Pemandangan pertama yang Haechan tangkap oleh netranya yaitu wajah Mark yang hangat dan juga menenangkan. Tak ada guratan dingin seperti biasa pria itu tunjukkan.

"Kita kemana?" tanya Haechan. Sedikit bergetar mungkin dampak dari tubuhnya yang menegang.

"Jeju."

"Untuk apa?"

"Tentu saja liburan. Apa lagi?"

"Berapa lama? Kau tidak lupa bukan jika aku masih harus bimbingan bersama Professor Park?" Lusa Haechan harus bertemu dengan pembimbingnya itu mengenai penelitian yang dilakukannya.

"Besok pulang. Aku janji."

Pandangan Haechan terlempar ke sesuatu di luar jendela. Dari atas sini Haechan sangat kagum bisa melihat jajaran rumah dan gedung-gedung tinggi di Korea Selatan.

"Lihat Mark! Di bawah sana sangat indah!" ucap Haechan antusias. Perlu dipertanyakan kemana perginya rasa takut wanita itu.

Fokus Mark bukan lah kepada objek yang ditunjuk oleh Haechan, melainkan kepada wanita itu sendiri. Mark menikmati bagaimana wajah Haechan yang begitu ceria dan bahagia. Mark harap ia bisa mempertahankan raut kebahagiaan itu di wajah Haechan.

•••

Tak henti-hentinya Haechan menatap takjub bangunan yang dipijaki olehnya ini. Bangunan ini sebagai bukti yang sangat nyata jika kekayaan keluarga Jung tidak bernilai. Haechan yang belajar di bidang ekonomi tentu sangat tahu berapa fantastisnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli tanah di kawasan strategis ini sekaligus pajak yang harus dibayarkan.

Vad [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang