12. Sasaran

796 99 4
                                    

Selamat membaca

"Kak, aku pengen ke panti."

Karena permintaan Sika, jadilah kini Ara berakhir di sebuah panti asuhan terdekat bersama Sika dan juga di awasi oleh Daniel dan beberapa rekannya.

Yah... Dikarenakan penyelidikan yang sangat buntu serta kesehatan mental Sika yang mulai stabil, terpaksa mulai beberapa minggu lagi dia akan di titipkan di panti asuhan. Sebenarnya itu membuat Ara cemas, tapi dia juga tidak bisa memberikan sebuah keputusan bagus untuk Jena yang ternyata bernama asli Sika itu selain menetap sementara di panti asuhan sampai data pribadinya dapat di temukan.

"Kak. Kalo misalnya identitas aku udah terungkap, kira-kira keluarga ku masih ada gak? Atau jangan-jangan aku asalnya dari sini?" Tanya Sika sambil mengaduk makannya.

Menghela nafas kemudian mengukir senyuman di wajahnya, "Kak bukan peramal, jadi kamu berharap aja semoga kamu cuma hilang dari keluarga kamu ya." Ujar Ara sambil mengelus lembut rambut pendek gadis di depannya itu.

Pandangan gadis di depan Ara itu yang awalnya tidak fokus kini langsung menatap wajahku, "K-kak.. Hidung kakak berdarah." Ujar gadis di depan Ara-- Sika membuat menghentikan Ara tangannya yang mengelus kepala Sika kemudian beralih menuju ke hidungnya.

Benar. Ternyata hidung Ara memang berdarah membuat si empunya meraba tasnya dan mengambil sepack riau yang memang sengaja dengan khusus ia bawa hari ini. Kalau hari biasa dia pasti hanya akan membawa ponselnya dan dompet super tipisnya di saku alih-alih membawa tas yang sangat ribet.

"Gak... Gak apa kok. Ini mimisan paling karena penyakit lama. Tenang aja." Tenang Ara.

"Tante kenapa?" Tanya salah satu anak panti bersama teman di sebelahnya yang juga sadar keadaan Ara menanyakkan keadaan Ara membuat temannya yang tadinya asik dengan mainannya jadi turut memusatkan perhatian ke Ara.

Mencoba memasang senyum, "Gak apa kok. Kalian lanjut main gih." Jawab Ara sambil bangkit berdiri.

"Ka, kakak ke toilet dulu ya." Ijin Ara sambil menarik beberapa helai tisu dan menyumplakannya di rongga hidungnya kemudian pergi tanpa menunggu balasan dari si lawan bicara dengan tangan memegang sepack tisu.

Baru mau berbicara sesuatu namun ia urungkam, "O. Oke kak, hati-hati ya." Jawab Sika sambil menatap sosok Ara dari belakang dengan cemas.

Kira-kira kalau Sika di tanya bagaimana pikiran dia saat mendengar nama Ara, mungkin akan ada berbagai kata untuk menggambarkannya. Ara itu sudah Sika anggap satu-satunya keluarga dia untuk saat ini sementara menunggu terungkapnya keluarga kandung dia. Ara yang biasa Sika panggil 'kak Ra' itu orangnya cukup ceroboh, pelupa, mau simpelnya aja, dan yang paling Sika gak suka itu sifat yang kalo kasarnya 'sok'. Ah iya, mungkin juga keluarga.

Sika tau, Ara itu mempunyai banyak kakak karena tak jarang salah satu dari mereka menjemput Ara di rumah sakit atau sekedar mengajak makan bareng walau memang ujungnya akan di tolak Ara. Terkadang Sika iri juga kesal dengan Ara. Iri karena Ara mempunyai banyak kakak yang banyak, dan kesal karena Ara menyia-nyiakkan kakaknya yang peduli terhadapnya. Tapi Sika tau, pasti ada alasan mendalam yang membuat Ara bersikap seperti itu dan itu privasi serta urusan dia.

Hah...

Sika harap, semoga Ara mimisan benar-benar hanya karena penyakit lama, karena dia takut sebenarnya ada rasa sakit yang di rasakan Ara namun ia memilih menyembunyikannya.

Regret [SEVENTEEN X NCT 2020] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang