22. Party (I)

585 77 9
                                    

A/N :

Ini chapter terpanjang sebelum chapter bowong. Bacanya pelan-pelan ya!

Special di chapter ini bakal full dari pov Ara!

Selamat membaca

Ara pov

"Terlambat untuk kembali, Lee Areum."

Nyatanya, kalimat janggal tersebut yang membuatku punya feeling buruk terbukti jelas tepat di mataku yang kini mulai menggelap. Aku sama sekali tidak bisa menemukan beberapa orang, mulai dari keponakan ku dan juga kakak ku.

"Ra! Keluar! Asapnya terlalu padat! Biar pemadam kebaran aja yang cari!" Suruh seseorang yang kuyakini itu salah satu kakakku. Namun sayangnya suara tersebut sangat samar, nyaris tak kudengar. Sayangnya kau telat kak, aku sudah membuka jalan dan berkumpul bersama api dan kepulan asap hitam.

"Ayolah..." Gumanku pelan kemudian menutup mulut dan hidungku dengan kain dan mencoba menghalang asap mengenai wajahku dan sesekali menajamkan mataku yang mulai mengabur. Meski sudah mengalami banyak kejadian serupa, aku tetap tidak bisa diam tenang saat melihat kakak ku berada di ambang kematian. Sama sekali tidak bisa. Bahkan detak jantungku saat baru masuk ke dalam api saja sudah tak karuan, bagaimana kalau tiba-tiba saja tubuh kecilku ini tertimpa beton bangunan yang runtuh?

Aku tidak boleh menyerah, aku sudah berjanji kepada para kakak ipar dan kakak ku untuk menyelamatkan siapapun yang terjebak, walau aku ragu meeeka mendengarkannya atau mengiyakan aksi heroik kelewat nekat ini. Tapi ayolah, kalau aku tidak turun tangan, siapa yang akan turun tangan? Kakak ku? Lupakan itu, beberapa dari mereka tak sadarkan diri karena sepertinya mereka melindungi para wanita dan anak kecil tapi beton yang runtuh karena ledakan. Sementara kakak ku yang lain nampaknya mencoba mencari bantuan.

Uhuk... Uhuk... Uhuk...

Samar aku bisa mendengar suara anak kecil terbatuk di balik kepulan asap. Aku bisa lihat bayangan besar di balik kepulan asap. Aku sepenuhnya yakin ada seorang orang dewasa yang nampaknya mencoba melindungi beberapa anak kecil karena aku bisa mendengar ada beberapa hembusan nafas kasar. Tentu saja nafas mereka kasar dan berbunyi keras karena susahnya oksigen menyeruak masuk ke hidung mereka.

"Kalian bisa jalan?" Tanya langsung tanpa berbasa-basi pasalnya aku takut ada bom lain di sekitar sini yang bisa kembali meledak dan menghacur leburkan seluruh ruangan ini.

"Tante... Papa..." Jawab seorang anak lelaki dengan lemas. Matanya terpejam, jarinya berusaha bergerak lemas, badannya terbaring lemas di dekapan... Kak Taeil.

"Tante, aku bisa." Jawab Anak lelaki yang lain.

"Aku ju- Uhuk-Uhuk." Jawab anak perempuan yang nampak mulai hilang kesadarannya. Sementara itu mataku menangkap ada seorang anak lelaki yang lebih dewasa kini sedang melindungi dua anak perempuan kembar yang entah itu adiknya atau sepupunya dari puing-puing beton dengan tubuhnya. Anak lelaki tersebut menatapku dengan tatapan kesakitan serta air mata berlinang membuat hatiku melengos. Maaf... tante telat...

Oke, aku berjanji setelah ini akan menghafal seluruh nama keponakan ku tanpa terkecuali. Semua. Walau banyak tapi aku harus karena bahkan di keadaan seperti ini aku merasa asing dengan mereka namun mereka bisa merasa se-akrab itu dengan aku. Maaf para keponakanku.

Mengeluarkan kain basah yang tadi sempat aku robek dari... Nayeon lalu membagikannya ke anak-anak "Oke, kalian semua tutup hidung dan mulut kalian pake ini dan jangan jauh-jauh dari tante." Jelasku sambil menempelkan kain tersebut ke hidung dan mulut para keponakanku, baik yang masih sadar, setengah sadar,mati hingga yang sudah tak sadar. Aku sadar kalau ada asap beracun di sini yang makanya bisa membuat sebagian banyak kakak, kakak ipar, dan keponakannya pingsan. Mengenai keluarga Jung, mereka semua tidak dapat aku temukan keberadaannya di depan membuat aku sangat yakin mereka terjebak di sini.

Regret [SEVENTEEN X NCT 2020] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang