Chapter 5

1.1K 110 2
                                    

Dokter muda itu merenggangkan tubuhnya. Dia dangat lelah karena lumayan banyak pasien yang datang berobat hari ini. Dia mengecek jam tangannya. Sudah pukul 23.05. Sepertinya dia sangat lelah jika harus pulang malam ini. Perawatnya sudah pulang pukul 7 tadi. Karena memang dia hanya mempekerjakan perawat hanya untuk bekerja 10 jam dalam sehari. Dan belum mampu untuk menambah perawat untuk berganti Shift. Maka dari itu dia harus bekerja sendiri jika malam sudah tiba. Dari pendaftaran sampai meracik obat.

Che, biasa dia dipanggil, menoleh keatas menandakan dia teringat pada lelaki yang kini berada di kamarnya. Che bangkit dari duduknya. Dia mengunci mobilnya dengan kunci ban. Dan menutupnya dengan selimut mobil. Kemudian dia mengunci pintu kaca kliniknya dan mematikan lampu. Dia naik ke lantai 2. Hari ini dia akan menginap disini.

Che membuka pintu dengan perlahan, dia tak mengetuk karena takut mengganggu istirahat Ken. Dia melihat Ken tertidur pulas. Che menuju lemari, dia tlah menyusun pakaiannya kemarin lusa disana. Dia mengambil piyama. Dan membawa handuk. Dan segera masuk ke kamar mandi yang berada didalam kamar.

Setelah selesai dia menjemur handuk di balkon dan kembali masuk ke kamar menutup pintu balkon. Sekarang dia mengambil selimut dan berniat membawanya kebawah untuk tidur di ruang periksa. Di kasur pasien.

Tapi saat dia sedang bersiap keluar Ken terbangun.

"Phi masih disini?" Tanyanya mengedip-ngedipkan mata
"Aku menginap, hari ini aku capek banget buat pulang, dari sini kerumahku harus menyetir selama sejam,"
"Tapi seenggaknya, ada yang nunggu phi pulang,"

Che menatap Ken, terlihat bahwa Ken sebenarnya butuh perhatian keluarga. Che menghampiri Ken dan duduk dikasur disebelah Ken.

"Mungkin saja kamu nggak tahu, orang tuamu juga mau kamu pulang,"

"Enggak mungkin, aku udah dibuang," Ken menjawab dengan mata menerawang jauh. Menyiratkan banyak rasa sakit. Keputus asaan.

"Aku selalu dibandingkan sama kakak-kakak aku waktu kecil, mereka luar biasa disekolah. Ayah mau aku juga. Aku sampai dimasukkan ke asrama oleh Ayah karena melihat aku sering nonton Tv disaat waktunya belajar, aku nggak suka di Asrama, aku nggak mau, sampai berkali-kali aku berbuat ulah agar mereka membawaku pulang. Tapi mereka nggak peduli, bahkan berkali-kali dipanggil, mereka hanya mengirim kakak tertuaku datang. Saat SMA aku semakin onar, sering bolos, merokok, ke klub, bahkan membully adik kelas. Dan mereka semakin hari semakin nggak peduli aku mau melakukan apa. Saat kuliah aku memutuskan tinggal di Asrama. Aku sekamar dengan Gay, dan aku dijebak melakukannya, dan aku marah dan merasa risih sekamar dengannya hingga aku kabur dari asrama, tp lelaki itu datang kerumahku dan mengatakan aku pacarnya dan lari meninggalkannya setelah aku tidur dengannya. Aku nggak tahu dari mana dia tahu rumahku. Tapi saat aku pulang kerumah, aku diusir, aku dibilang nggak berguna, aku dibilang nggak bisa banggakan orang tua, aku cuma biang masalah, dan mereka bilang...."

Ken menghentikan kata-katanya dan mengganti posisi berbaringnya menjadi miring menyembunyikan wajahnya dari Che.

"Mereka bilang... Mereka menyesal karena aku menjadi anak mereka..." Suara Ken bergetar. Dan suara isaknya terdengar.

Che melihatnya menjadi merasa ikut merasakan kesedihan Ken. Che berbaring mendekati ken dan memeluk Ken dari belakang.

"Sudah..." Air mata Che ikut menetes mendengar isakan Ken.

"Aku nggak punya siapa-siapa..."

"Kamu masih punya teman-temanmu. Bahkan sekarang, ada aku juga, anggap aku kakakmu, jangan berfikir kamu nggak punya siapa-siapa.."

Ken tidak menjawab kata-kata Che. Dia hanya menangis mendengarkannya. Bukannya Ken tidak percaya bahwa teman-temannya tidak akan meninggalkannya. Tapi Ken tahu hubungan pertemanan tidak akan sedekat hubungan keluarga yang tidak akan putus oleh apapun. tapi Ken dibuang keluarganya sendiri, itu menyakitkan dan akhirnya menjadi orang yang hanya berfikir untuk diri sendiri.

***

Sinar matahari menyinari celah jendela kamar. Che membuka mata tapi badannya sulit bergerak. Dia melihat tubuhnya. Ken sedang tertidur di lengannya dan memeluknya. Mendadak jantung Che meloncat. Degub jantungnya berdebar lebih cepat.

Rasa apa ini?

Che terdiam sejenak tak bergerak. Dia menatap pria yang tidur memeluknya. Dia memang sangat terkejut. Tapi ini sangat nyaman. Che memberanikan membelai kepala Ken yang masih terikat perban sambil memeriksa kepalanya. Tapi tangannya tak sampai membelai rambut, di membelai pipi Ken. Menyadari bahwa pria ini memang sangat tampan. Che bukanlah seoarang Gay, tapi dia juga bukan homopobic. Dia belum pernah tertarik dengan lelaki. Jika ini termasuk dalam kategori tertarik. Maka ini adalah pertama kalinya dia tertarik pada lelaki.

Tangan nakal Che berpindah ke hidung mancung ken, kemudian bibirnya, tapi suara ponsel membuatnya terkejut melepaskan sentuhannnya. Karena suara itu Ken nampak bergerak mengubah posisi berbalik memunggungi Che. Che yang sudah bisa leluasa bergerak segera mengambil ponselnya dan mengangkat telepon.

"Halo.."
"Dokter, dokter sudah berangkat? Disini sudah ada 2 pasien,"
"Memangnya kamu sudah di klinik?"
"Pasti dong dok, ini sudah jam 10"
"Hah?!"

Che seketika melihat jam diatas pintu kamar. 9.45. dia tak sadar sampai tidur sampai sesiang ini. Che langsung bergegas menuju kamar mandi dan bersiap untuk turun ke klinik. Ketika Che masuk ke kamar mandi, Ken membuka matanya dan tersenyum. Tanpa Che tahu, Ken sudah terbangun saat Che membelai kepalanya.

dr.KenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang