Chapter 22

762 88 2
                                    

Peluru dilengan Ken dikeluarkan dan lukanya dijahit. Tidak ada yang menghawatirkan. Che menunggu diluar. Biarpun dia seorang dokter, tapi dia bukan dokter rumah sakit ini. Jadi dia cuma bisa menunggu Ken selesai ditangani.

Saat itu Kao datang menghampiri Che saat diruang tunggu.

"Apa ken baik-baik saja?" Tanyanya.

"Nggak apa-apa, dokter udah bilang nggak ada yang serius. Mungkin Ken butuh pemulihan beberapa waktu,"

Kao duduk di samping Che.

"Aku mengenal Ken saat di asrama, saat itu aku menyalahkan diri ketika aku nggak mampu menghalangi temanku berbuat buruk padanya, orang tuaku dan adikku juga meninggal karena aku nggak menghalangi mereka untuk pergi padahal waktu itu aku tahu ban mobilnya kempes dan membuat mereka kecelakaan, Aku merasa sendirian dipenuhi rasa bersalah dalam hidup, berusaha melindungi siapapun di dekatku tapi gagal,"

Sejenak Kao menarik nafas.

"Saat setahun lalu Earn hampir juga diculik, Ken menolongnya, aku merasa sangat berhutang padanya. Ketika anak buahku memberitahukan hp milik Ken, aku melihat ada fotonya masa Smp, dan ketika putriku melihat foto lainnya, dia bilang itu adalah penyelamatnya, aku mencaritahu hidupnya yang menyedihkan karena tinggal di jalanan, jadi aku ingin sekali lagi nggak mau gagal melindunginya, dia harus bersamaku, aku akan memberinya kehidupan layak, juga memberikan cintaku yang tak pernah kuungkapkan,"

Che mendengarkan dengan diam. Kemudian Kao menatap kearah Che.

"Maafkan aku mengambilnya, aku cuma nggak mau dia disakiti lagi,"

"Kalau begitu, bolehkah aku memintanya lagi kalau aku berjanji nggak akan menyakiti dia?"

"Aku yang ingin menitipkan dia padamu, tolong, bahagiakan dia, karena aku nggak pernah bisa melakukannya,"

Che mengangguk dengan terharu. Akhirnya dia bisa bersama Ken lagi tanpa takut dengan apapun lagi. Tanpa bersembunyi lagi.

"Kao?" Tiba-tiba ada yang menegur Kao. Kao menoleh ke asal suara.

"P' Tul krub?"

"Hei, sudah lama kita nggak ketemu, siapa yang sakit?" Tanyanya dengan ramah.

"Kana tertembak Phi,"

Tul nampak terkejut mendengarnya.

"Dia masih hidup? Dimana dia?"

"Dokter masih menanganinya," jawab Kao.

"Phi sendiri kenapa disini?"

"Ibu dirawat, beberapa bulan ini aku nggak bisa mencari kabar Kana, kemudian teman satu gengnya bilang Kana sudah meninggal, ibu sangat syok, dia selalu menangis terus-terusan, hingga keadaannya semakin sering sakit-sakitan, kemarin kami membawanya kesini, tapi aku bersyukur kalau Kana masih hidup,"

"Bukankah Ibunya nggak peduli sama Kana?" Che tiba-tiba menyela.

"Siapa yang bilang?"

"Salah satu Kakak Kana yang bernama James mengatakannya, saat itu juga ada aku disana, bahkan katanya ibu meminta Kana pergi jauh dari bangkok,"

"Ahhh... James.. jangan dengarkan dia..." Katanya nampak raut kesal.

Tiba-tiba dokter keluar dan mengatakan bahwa Ken baik-baik saja dan Semuanya sudah diatasi dan Ken akan segera dibawa keruang rawat sementara baru boleh pulang.

Tak lama kemudian Ken dibawa keluar dengan kursi roda akan menuju kamar rawatnya. Tul menghadangnya. Dan berjongkok menatapnya. Menatap lukanya.

"Phi..."

"Cepat sembuh adikku..." Katanya membelai rambutnya.

Tul tidak bisa bicara banyak karena tidak enak pada suster yang mendorong kursi roda Ken. Dia akan bicara nanti saat dikamar rawat. Tul adalah kakak tertua Ken, dia dan Kao mengenal saat menjadi rekan bisnis. Dari Tul juga Kao tahu bahwa Ken sudah tak tinggal bersama mereka. Tapi Kao baru benar-benar tahu bahwa Ken tinggal dijalan adalah saat terjadi penyerangan pada salah satu anak buahnya dan mereka menyerang balik dan Singto membawa ponsel Ken untuk bukti pada Kao bahwa Ken bicara sombong di chat ponselnya. Sebenarnya saat itu Singto meminta izin kao untuk membunuh Ken, karena semua kejahatan harus atas izin Kao. Tapi melihat ponsel itu, Kao tidak mengizinkan dan meminta mencari Ken dan membawanya padanya.

***

Che duduk di samping tempat tidur Ken sambil menceritakan apa yang Kao katakan.

"Dia sudah mengembalikan kamu sama aku," Katanya dengan tatapan haru. Ken menatap Che dengan dalam.

"Phi, aku belum pernah bertanya ini sama Phi, tapi aku mau tahu, bagaimana kamu bisa mencintaiku seperti ini padahal pertemuan kita baru 3 bulan yang lalu.."

"Tua Aeng, jujur saja, aku nggak tahu jawabannya, bahkan kalau kamu tanya alasanku mencintaimu, aku nggak tahu, yang aku tahu, aku bahagia bersamamu dan aku seperti kehilangan bagian hidupku ketika kamu pergi dan membuat aku lupa sudah berapa lama waktu yang kita lewatkan..." Air mata Che menetes.

Ken mengambil Kacamata Che dan menghapus air mata yang menetes.

"Phi tahu kenapa aku mencintai Phi?"

Che hanya memandang Ken tanpa menjawab.

"Karena aku belum pernah merasakan ada yang mencintai dan percaya padaku kayak Phi padahal kita ada di dunia yang nggak sama"

Che tersenyum memegang tangan Ken dan menciumnya.

"Kenapa kamu bilang nggak sama?"

"Cara ku hidup dan Phi. Bila ku sebut teman-temanku, kita adalah satu lingkaran, wajar pemikiran kita sama, tapi jarang orang lain bisa punya kepercayaan yang sama dan bisa mencintaiku dengan apa adanya aku kayak Phi, dan..." Ken menahan kata-katanya membuat Che menunggu,

"Baru Phi lah orang yang membuatku cemburu,"

Che tersenyum lebar mendengar jawabannya.

"Kalau saja kamu tahu, aku jatuh cinta padamu sejak pada pandangan pertama, ketika aku menghapus darah di wajahmu, dan melihat wajahmu,"

"Apa ini artinya kamu menyukai fisikku saja awalnya?"

"Iya, awalnya, cuma wajahmu yang membuatku tertarik,"

Ken menarik tangannya dari tangan Che dan memasang tampang cemberut membuat Che gemas. Che mendekat dan melingkarkan tangannya ke pundak pria itu.

"Tapi sekarang, nggak peduli fisikmu akan seperti apa, cacat atau hancur, aku tetap mencintaimu dan nggak akan mau kamu pergi dari aku, semakin mengenal kamu, aku semakin terperangkap sama kamu,"

Ken menoleh kearah Che yang kini berada didekatnya. Melihat begitu dekat wajah Ken. Che hampir saja mencium bibir Ken kalau Ken tidak menghentikannya.

"Ini di rumah sakit, Phi!"

"Kenapa? Biasanya kita melakukannya di Klinik," godanya.

Wajah Ken berubah menjadi sangat malu. Che hanya tersenyum bahagia.

dr.KenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang