Jong POV
Aku memarkirkan mobil dan membawa dus berisi obat-obatan. Tapi didepan klinikku ramai gerombolan anak-anak yang berpenampilan seperti berandalan mirip dengan Ken. Aku berjalan perlahan mendekat ke klinikku sambil akan melewati gerombolan ini. Tapi seseorang menghadangku.
"Dok, boleh kami bertanya?" Tanya salah satu dari mereka
Aku menatap mereka, aku kuatir mereka adalah orang-orang yang memukuli Ken dan ingin membunuh Ken.
"Ada apa?" Tanyanya serius.
"Apa dokter melihat pria yg semalam dipukuli disini?"
"Kenapa tanya aku?"
"Ada yang bilang semalam dokter membawanya masuk,"
"Apa mau kalian? Kalau kalian mau macam-macam, aku bisa lapor polisi,"
"Eh.. jangan salah paham dok, kami temannya,"
"Bagaimana aku bisa percaya?"Dia menoleh keteman-temannya sebelum menjawab pertanyaanku.
"Bisa kita mengobrol?" Tanyanya kembali padaku.
Aku mengajak mereka masuk ke klinikku dan mengobrol di ruangan yang biasa aku gunakan untuk makan siang bersama perawatku.
Mereka berjumlah 4 orang. Dengan dandanan sama, celana jeans dan jaket hitam. Salah satu diantaranya mewarnai rambutnya menjadi biru.
"Pertama, kenalkan, aku Max, ini Mike, Mean dan Mark.." Katanya sambil menunjuk orang-orang yang dia maksud.
"Kenapa nama depan kalian semua M?" Tanyaku penasaran
"Itu nggak sengaja, tapi akhirnya menjadi nama geng motor kami 4M&K,"
"K nya Ken?"
"Iya, sebenarnya sih Kana, tapi dia menggantinya jadi Ken," lelaki berambut biru yang tadi dikenalkan bernama Mike menjawab.Kana.. namanya lebih imut seperti itu. Tanpa sadar aku tersenyum. Tapi aku segera kembali fokus pada mereka.
"Lalu apa yang kalian mau bicarakan?"
"Begini dok, jika dokter tahu dimana Ken, aku mohon dokter katakan padanya jangan keluar dulu," pria yang bernama Mean mulai berbicara.
"Benar, karena mereka masih dendam sama Ken, hp ken diambil dan isinya dibuka, disana dia bisa membaca chat Ken dengan kami, dia mengirim chat menggunakan hp ken dan bilang nggak akan melepaskan Ken kalau Ken belum mati," Max melanjutkan.
"Memangnya apa yang Ken bilang di Chat itu?"
"Sebentar.." Max merogoh kantong celananya.Dia mengeluarkan ponselnya dan menyerahkannya padaku.
Aku cukup terkejut melihat isi percakapan itu. Karena mungkin hal seperti ini bukan hal yang biasa untukku.
"Dok... Jika dokter tahu dimana Ken, sampaikan pesan kami, jangan keluar dulu, pergilah sejauh mungkin," Max berbicara nampak bernada permohonan padaku.
"Kenapa kalian nggak lapor polisi?" Tanyaku
"Kami ini musuh polisi, bagaimana kami bisa mendekat pada mereka," Jawab Mean."Dok, sekarang ini, kami nggak bisa berbuat apa-apa, selain menyuruh Ken bersembunyi, kami cuma berlima, jumlah mereka bisa belasan orang," lelaki yg terlihat paling kecil berbicara, dia dikenalkan bernama Mark.
"Apa kalian nggak bisa hubungi keluarganya meminta bantuan? Sampai kapan Ken harus sembunyi?"
"Kami nggak tahu dimana mereka, yang kami tahu, ken nggak pernah pulang kerumahnya sejak kami berteman, sudah setahun," jawab Max.
"Ken nggak pernah menceritakan soal dirinya sama sekali," Sambung Mike.
Aku menatap mereka satu persatu. Aku lihat mereka terlihat jujur, tapi aku masih ragu-ragu.
"Tunggu sebentar, aku akan kembali," kataku berdiri dan berjalan menuju lantai dua, satu-satunya cara mengetahui mereka benar-benar teman-teman Ken adalah Ken sendiri.
Aku mengetuk pintu sebelum membuka pintu. Sebelum dijawab, aku sudah membukanya. Pria itu terbaring dengan perban dikepala. Dia membuka mata perlahan.
"Ken.." Kataku duduk di pinggir kasur disampingnya. Dia menatapku. Matanya nampak polos, tak terlihat angkuh seperti chat yang aku lihat di ponsel Max.
"Apa kamu punya teman bernama Max, Mike, Mark dan Mean?"
Matanya terbuka lebar tampak terkejut.
"Bagaimana Phi tahu?"
"Mereka mencarimu, dan ingin menyampaikan sesuatu sama kamu,"
"Mereka tahu aku disini?"
"Aku belum kasih tahu, aku takut mereka justru musuhmu,"Ken nampak berfikir sejenak.
"Bolehkah aku bertemu mereka, phi?"
"Aku akan menyuruh mereka kesini,"
"Terima kasih,"Aku menelpon perawatku dan memintanya membawa mereka semua ke lantai 2.
"Ken!" Mike tampak terkejut melihat ken terbaring dengan kepala diperban.
"Kamu nggak apa-apa?" Tanya Mean
"Nggak apa-apa, untung ada dokter Jongche nyelametin aku,"
"Aku cuma nggak mau melihat orang mati di depan klinikku, baiklah aku tinggal, kalian bisa bicara," kataku pada mereka.
"Terima kasih dok!" Ucap Max, Mark, Mean dan Mike bersamaan.Aku hanya tersenyum dan segera turun ke ruang praktek melanjutkan pekerjaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
dr.Ken
FanfictionKisah ini diinspirasi oleh keinginan Gulf yang saya kembangkan dengan imajenasi sendiri. Maaf jika banyak penggambaran kata-kata yang kurang dimengerti. Untuk diperhatikan !🌈🌈🔞🔞🔞🔞Cerita ini mengandung konten LGBT. Jika anda homophobia lebih ba...