Chapter 2

1.3K 143 4
                                    

Ken POV

Aku merasakan sakit dikepalaku tak terkira. Aku mencoba memejamkan setelah meminum obat yang diberikan dokter yang menolongku. Sepertinya obat itu memiliki dosis tidur yang banyak sehingga aku merasakan kantuk yang sangat. Saat ini aku seperti diambang kematian. Ya andai dokter itu tidak menolongku. Mungkin aku sudah mati. Tapi aku tak akan menyesal jika aku mati. Karena sebenarnya aku tak berminat lagi pada kehidupan ini. Yang bagiku tidak adil.

Aku anak bungsu dari 4 bersaudara dimana kesemua kakakku adalah orang-orang yang berhasil dalam pelajaran ataupun pekerjaan. Sementara aku sejak duduk di SMP sudah membuat malu orang tua hingga dipanggil berkali-kali ke sekolah karena aku berkelahi di sekolah. Sebenarnya saat itu aku cuma cari perhatian karena aku sekolah di asrama. Aku tidak suka di asrama. Aku tidak suka di selilingku cuma ada lelaki. Karena aku merasa semakin aneh. Tidak nyaman. karena aku tahu bahwa sebagian siswa ada yang tidak normal. Ya, mereka Gay. Aku tidak benci Gay atau transgender selama mereka baik. Tapi disekitarku adalah teman-teman cabul. Bahkan jaman kuliah ketika aku harus tinggal di Asrama, aku sekamar dengan Gay dan aku menjadi korbannya. Aku benci karena aku tak menikmati apapun, makanya aku kabur dari asrama dan membuatku akhirnya tidak melanjutkan kuliah, membuat orang tuaku semakin mengatakan bahwa aku tidak berguna.

Akhirnya aku tidak pernah pulang sudah setahun ini dan kebanyakan waktuku, kuhabiskan dijalan. Malam hari aku begadang. Siang aku aku akan mncari tempat dimanapun untuk tidur. Kadang aku berpikir aku tidak punya tujuan hidup ini. Punya pacar, tapi hanya bertahan sebentar-sebentar, karena kebanyakan dari mereka cuma sebagai pemuas hawa nafsuku. Ketika mereka tak sesuai dengan mauku maka aku segera tinggalkan dan cari yang baru. Oiya pacarku ini perempuan ya. Apa kalian berfikir bahwa mungkin ketidak awetan hubungan karena aku salah pilih gender, karena sebelumnya aku pernah jd korban Gay? Tidak. Aku juga pernah mencoba sekali berpacaran dengan pria. Tapi itu juga tidak berjalan lancar. Karena itu sekarang aku sendirian. Teman-teman gengku yang kusebut sebagai anak buah, hanya sekedar jumpa di tempat tongkrongan. Kemudian diluar itu aku sama sekali tidak berminat tahu kehidupan mereka. Karena itulah aku tidak tahu kemana aku harus pergi jika dokter itu tidak meminjamkan kamarnya.

Sinar matahari menusuk mataku, aku melihat jam yang ada di dinding kamar diatas pintu. Bersamaan dengan itu seseorang membuka pintu.

"Oh kamu sudah bangun? Maaf aku nggak mengetuk," katanya.
"Nggak apa-apa phi, ini kan kamarmu, eh maksudku dok.."

Dia tersenyum dan mendekat, dia membawa mangkuk bubur dan obat.

"Phi juga nggak apa-apa, jadi membuat kita akrab kan?"

"Khrub.."

"Segeralah sarapan, bagaimana rasanya kepalamu?" Tanyanya sambil memeriksa kepalaku.
"Masih terasa sangat sakit.."
"Itu wajar, kamu habis mendapat luka sebesar itu, dengan apa kamu dipukul?"
"Batu mungkin, aku juga nggak lihat, karena aku diserang dari belakang,"Kataku mengingat hari itu.

Beberapa orang mengeroyokku dan ada satu orang yang menyerangku dari belakang. Aku sempat melawan, tapi tak berapa lama pandanganku gelap. Aku masih bisa merasakan tubuhku dipukuli saat jatuh tapi aku tak bisa melihat dengan jelas lagi. Perlahan rasa sakitpun mulai datang hingga seperti aku ada dipintu kematian.

"Ken.. aku rasa aku harus melakukan ct scan pada kepalamu,"
"Kenapa phi?"
"Untuk memastikan saja bahwa nggak ada hal yang mengkhawatirkan,"
"Apa itu mahal?"
"Apa kamu nggak punya uang?"
"Untuk membayar pengobatan sekarang mungkin uangku cukup, tapi aku nggak tahu apa cukup untuk melakukan tindakkan lanjutan,"
"Bagaimana kamu tahu berapa biaya perngobatanmu? Aku saja belum kasih kamu tagihan,"
"Hanya mengira-ngira, "
"Udahlah, kamu tenang aja, pikirkan dulu kesembuhanmu, setelah ini minum obatnya. Aku harus segera pergi ke apotik untuk membeli beberapa obat-obatan, karena orang yang biasa mengirimkan obat nggak bisa datang hari ini, aku rasa kamu udah nggak apa-apa untuk ku tinggal, dibawah ada perawatku kalau kamu butuh apa-apa,"
"Apa ini artinya semalam phi nggak pulang?"
"Meninggalkan kamu sendirian dalam kondisi yang belum stabil, aku nggak berani,"

Aku terkejut. Tapi dia seorang dokter. Tidak heran jika dia melakukan hal seperti ini. Ini merupakan tanggung jawabnya.

"Yasudah, kamu makan dulu, lalu jangan lupa minum obatnya," Dia bangkit dari duduk dan segera keluar dari kamar.

Kali ini aku bertemu orang baik. Aku yakin. Diluar profesinya. Dia sangat baik.

"Terima kasih.. phi .."

dr.KenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang