Ruang praktikum sudah sepi. Digo masih membereskan peralatannya ketika Genta menyembulkan kepalanya di pintu.
"Bro... Masih lama gak?" tanya Genta melihat Digo menutup pintu lemari kaca yang berisi peralatan praktikum.
"Udah selesai nih. Kenapa?" Digo berjalan mengambil tas punggungnya dan menuju keluar kelas.
"Gue mau minta tolong sama lo. Bisa kan?" kata Genta menjajari langkah lebar Digo.
"Heh... Main bisa bisa aja... Apa dulu?" sahut Digo menepak kepala Genta.
"Lo bisa gak sih kalo gak mukul kepala gue?" gerutu Genta mengusap kepalanya yang selalu jadi korban keisengan Digo.
"Cerewet kaya emak emak lo! Cepetan bilang! Gue mau ke rumah Sisi nih," omel Digo kesal.
"Ehm... Iya...iya... Bentar aja... Gini nih... Mmm... Lo kan kenal sama Siska nih... Itu yang anaknya Pak Gandi..." ujar Genta senyum-senyum sambil menaikkan alisnya berkali kali.
"Terus?" potong Digo memandang jijik melihat gaya Genta.
"Kenalin gue sama Siska ya...ya...ya..." kali ini Genta memegang lengan Digo dan menggoyangkannya berkali kali.
Digo mengibaskan lengannya.
"Apaan sih lo? Heh... Kesambet setan mana lo tiba-tiba minta dikenalin sama Siska?" Digo melirik ilfeel ke Genta yang memasang muka memelas.
"Gue barusan ketemu dia di depan papan pengumuman. Wuiiih Broooo.... Cakepnyaaa... Manissss..." Genta mengacungkan kedua jempolnya ke muka Digo.
"Terus?" Digo mengerutkan dahinya memandang Genta dengan aneh.
"Kaya nya... Gue jatuh cinta sama temen lo, Brooo... Please... Kenalin gue yaaa... Gue yakin, ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama!" seru Genta yakin.
Digo menghentikan langkahnya, memandang Genta seperti melihat alien. Lalu Digo mengangkat tangannya, meletakkan punggung tangannya ke dahi Genta.
"Panas," gumamnya.
"Kenapa Bro? Gue demam ya? Iya? Gue demam cinta ya Bro?" desak Genta kembali menggoyang-goyangkan lengan Digo.
"Ish... Iya lo panas. Obat sarap lo abis? Udah ah... Gue kirain apaan... " Digo bergegas menuju parkiran, dibelakangnya Genta masih mengikutinya sambil merengek.
"Ayolah Bro... Kenalin gue... Plissss..." Genta menangkupkan kedua tangannya memohon pada Digo.
Digo kesal. Ia berbalik dam menatap Genta hendak menyemburkan omelan-omelannya, tapi matanya menangkap sosok Siska sedang berjalan ke mobil merah di ujung parkiran.
Digo segera menarik lengan Genta yang terseret-seret di belakangnya.
"Siska," teriak Digo memanggil Siska yang sudah membuka pintu mobilnya.
Siska menoleh dan tersenyum melihat kedatangan Digo.
"Eh, elo? Kenapa?" tanya Siska menebarkan senyumnya.
"Ini nih, ada yang ngebet pengen kenalan sama lo," sahut Digo menarik lengan Genta mendekat pada Siska.
Genta menoleh pada Digo sambil mendelik. Dasar sompret! Ngenalin kok kaya gini, tengsin gue! Batin Genta menggerutu.
Siska tersenyum manis, mengulurkan tangannya yang langsung disambut hangat oleh Genta.
"Oke... Tugas gue udah selesai... Sis, gue cabut dulu ya... Heh... Gentong... Salamannya jangan lama-lama... Jamuran ntar!" kata Digo cuek melangkah meninggalkan Siska dan Genta yang melongo.
"Kampreeeeet..... Sekali lagi lo manggil gue gentong, gue acak-acak jambul lo!" teriak Genta kesal, disebelahnya Siska tertawa ngakak.
............
Rumah Sisi terlihat sepi. Digo melangkah masuk seenaknya tanpa permisi. Dilihatnya Sisi sedang tiduran di sofa ruang tengah sambil membaca novel hasil memalaknya beberapa minggu yang lalu.
Digo mendekat perlahan tanpa suara, kemudian direbutnya novel itu dan disembunyikan di balik punggungnya.
Sisi langsung berdiri dan melotot pada Digo yang mengganggu keasyikannya membaca.
"Digoooo.... Kebiasaan lo gangguin gue mulu! Balikin buku gue!" teriak Sisi kesal berusaha meraih novel yang kini diangkat Digo tinggi tinggi.
"Hehehe.... Ayo ambil kalo lo bisa... Hehehe..." kekeh Digo melihat Sisi melompat terus berusaha mengambil kembali novelnya.
Digo masih terkekeh geli melihat Sisi yang mungil melompat lompat hendak meraih buku di tangannya yang ia angkat tinggi diatas kepalanya.
Sisi memegang bahu Digo dan meloncat sekuat tenaganya untuk mencapai novelnya.
Digo yang tidak menyangka Sisi menumpukan beban tubuh di bahunya, kaget dan kehilangan keseimbangan hingga jatuh terlentang di karpet yang mengalasi ruang tengah itu dengan tubuh Sisi di atasnya.
Hening! Keduanya hanya terpaku kaku tidak bergerak. Saling menatap dengan dada bertalu-talu seperti barisan pembawa genderang berparade disana.
Perlahan wajah Sisi memerah jengah. Sementara Digo yang melihat wajah merona dihadapannya terpana. Perlahan mendekatkan wajahnya seperti besi yang terseret arus magnet ke wajah Sisi. Sebelah tangannya melingkari pinggang Sisi yang berada diatas tubuhnya. Keduanya melupakan buku yang tadi diperebutkan mereka.
(Bersambung)
Huuuft.... Ternyata bikin adegan romantis itu susah juga...
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You
RandomKetika cinta datang, tak seorangpun bisa menolak. Pun ketika cinta hadir, tak seorangpun bisa menghindar. Cinta yang memilih kita, bukan kita yang memilih cinta.