Chapter 18

3.1K 196 0
                                    

Digo mengernyit melihat sosok yang masih belum menyadari keberadaannya di sini.

Mata Digo melebar menyadari siapa yang sedang memunggunginya sekarang.

"Hei Sob," serunya setengah berteriak melihat sosok di hadapannya itu berbalik dan memandangnya sambil tertawa lebar.

"Apa kabar Sob? Gak lupa sama gue kan?" mereka saling berpelukan melepas kangen.

"Gimana lo bisa nyasar kemari, Ta?" tanya Digo tertawa.

"Ya bisa lah... Gue ketemu si Damar empat bulan yang lalu, dia ngasih tau alamatnya. Dan di sinilah gue sekarang,"

"Genta gentong... Lo kurusan sekarang? Lalu... Dalam rangka apa nih lo kemari? Gak cuma nengokin gue kan?" Digo merangkul bahu genta, mengajaknya naik ke mobilnya dan pulang ke rumah dinas nya.

"Gue cuma mau ngasih undangan buat lo," Genta memberikan undangan pada Digo.

"Woooi.... Lo mau nikah, Sob?" teriak Digo surprise, alisnya terangkat tinggi-tinggi.

"Hehehe... Iya...," sahut Genta nyengir.

"Sama siapa? Kejar paket A nih?" ledek Digo.

"Sama Siska lah... Siapa lagi?"

"Siska? Hebat lo... Akhirnya Siska jatuh juga ke tangan lo," Digo tertawa menepuk bahu Genta.

Tak terasa mereka sampai ke rumah dinas Digo.

"Kok lo sendiri, Bro? Damar mana?" tanya Genta yang baru menyadari bahwa dari tadi ia tak melihat Damar.

"Lagi ambil cuti dia," sahut Digo singkat.

"Bukannya empat bulan lalu dia ambil cuti ya?"

"Iya. Gak pa pa... Biar dia aja yang cuti. Lo nginep sini kan?" tanya Digo.

"Iya lah Bro, disini mana ada hotel sih?"

"Oke, tas lo taruh di kamar gue aja," Digo menunjuk ke kamarnya.

"Oke."

Hari menjelang malam ketika tiba-tiba terdengar pintu diketuk, dan Digo bergegas membukakan pintu.

"Lho Kadek, ada apa?" tanya Digo melihat perempuan muda berdiri di hadapannya.

"Maaf Pak Dokter, saya cuma disuruh bapak mengantar ini," Kadek mengangsurkan tas plastik pada Digo.

Digo mengerutkan keningnya sambil menerima pemberian gadis itu.

"Apa ini?"

"Oh... Itu cuma makanan seadanya, sebagai ucapan terimakasih, karena Pak Dokter sudah menolong ibu waktu di gigit ular kemarin,"jawab Kadek tersenyum sopan.

"Ah... Tidak perlu repot-repot seperti ini. Sudah kewajiban saya sebagai dokter di sini. Tapi, sampaikan pada Bapak, terimakasih banyak ya," sahut Digo tersenyum dan mengangguk ketika Kadek pamit pulang.

"Siapa, Bro?"tanya Genta melihat Digo masuk menenteng tas plastik dan meletakkannya di meja.

" Kadek, anak Pak Ketut yang istrinya kemarin di gigit ular," kata Digo membuka dan mengeluarkan isi tas itu.

"Wah... Rejeki nih, Bro. Sering-sering aja," Genta tertawa melihat makanan yang terpampang di depan matanya.

"Hehehe.... Lo kalo liat makanan masih aja gak berubah ya?"

"Hahaha... Maklum udah mendarah daging," sahut Genta mencomot makanan di hadapannya.

"Ngomong-ngomong, gue denger lo setahun ini belum pernah pulang ya, Bro?"

"Denger dari siapa? Damar? Dasar ember tuh orang!" gerutu Digo.

"Kabar tunangan lo gimana?" tanya Genta.

"Gak tau lah, Ta. Sampe saat ini gue gak tau kabarnya gimana," Digo menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Lah gimana sih lo? Jaman sudah maju, Bro. Lo kan bisa telfon atau sms atau bbm atau apalah," Genta mengernyit tapi mulutnya sibuk mengunyah.

"Gue gak berani, Bro. Takut ganggu dia," ujar Digo muram.

"Dia juga gak pernah kasih kabar ke elo?"

Digo menggeleng pelan.

"Pertunangan kalian?" tanya Genta bingung melihat Sohibnya.

Digo menunjukkan cincin yang masih melingkar di jari manisnya.

"Gue gak ngerti sama lo, Bro! Kenapa lo masih pakai cincin itu?"

"Gue pernah bilang sama dia pas gue mau berangkat, kalo gue siap melepas cincin pertunangan ini kapanpun dia menginginkannya. Tapi sampe detik ini tidak ada kabar. Mungkin dia sudah lupa," sahut Digo mendesah pelan. Suaranya seperti orang yang tercekik.

"Hmmm.... Gue ngerti posisi lo, Bro. Pasti ini sebabnya lo gak pernah ambil cuti."

Digo melirik Genta sekilas lalu memainkan cincinnya, memutar-mutar dan mengelusnya.

"Tapi bulan depan lo harus ambil cuti, Bro! Gue gak mau tau, pokoknya lo harus dateng ke pernikahan gue, titik! Kalo lo sampe gak dateng, gue gak mau kenal lo lagi!" ancam Genta membuat Digo meringis.

Pulang berarti ia akan bertemu Sisi. Apakah ia sanggup? Apakah ia masih bisa bertahan? Genta membuat keadaan jadi sulit.

.........

Siang ini harusnya Digo menikmati makan siangnya dengan tenang karena puskesmas sedang sepi. Tapi bbm dari Damar membuatnya harus berpacu ke bandara untuk menjemput rekan seprofesinya itu.

Damar berjalan ke arahnya. Dan berdua mereka menuju ke parkiran mobil.

"Genta kemari, Mar. Kemarin baru aja balik. Dia mau nikah, dan kita diundang," beritahu Digo begitu mereka sudah di jalan menuju Tabanan.

"O ya? Kapan?"

"Bulan depan. Hari minggu pagi. Dia ngancem gue, kalo sampe gue gak dateng, dia gak mau kenal lagi sama gue," kekeh Digo.

"Oke, kita balik bareng aja. Lo ambil cuti sekalian, gue abis acara langsung terbang ke mari. Gimana?" kata Damar menoleh pada Digo.

"Ngapain cuti, Mar? Kita barengan aja," sahut Digo malas.

"Sob, lo kan belum pernah ambil cuti, kali ini lo harus ambil. Apa lo gak kangen keluarga lo?"

Digo mengernyit, berpikir keras.

"Udah, ngapain dipikirin segala? Urus cuti lo besok. Tenang, gue yang handle kerjaan lo! Oke?" Damar menepuk-nepuk bahu Digo.

(Bersambung)

Huuuft..... Capek juga.... Udah 2 chapter isinya Digo mulu... Bosen gak sih?

I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang