Digo menatap Sisi lekat, menikmati debaran di nadinya. Begitupun Sisi, jantungnya berdegup sangat cepat, hingga membuatnya khawatir kalau-kalau jantungnya akan melompat keluar, lepas dari tempatnya berada sekarang.
Kini wajah mereka nyaris tak berjarak. Hanya hembusan nafas menerpa wajah mereka, dan tatapan keduanya saling beradu menimbulkan sensasi keingintahuan akan sebuah rasa.
Perlahan tapi pasti Digo terus mendekat, mengeratkan pelukannya. Mula-mula hidung mereka saling bersentuhan, lalu Digo menempelkan bibirnya di bibir Sisi.... Hanya menempel... Tidak lebih...
Sedetik....
Dua detik....
Tiga detik....
Empat detik....
Tiba-tiba Sisi menggulingkan tubuhnya ke samping, mengambil novel yang tergeletak begitu saja di sebelah Digo, dan berdiri dengan wajah merah padam.
Digo tersadar dan cepat-cepat berdiri. Wajahnya merona, mengusap-usap tengkuknya salah tingkah.
Keduanya berdiri berhadapan sekarang, dan sama-sama menundukkan kepalanya.
Digo mendongak melihat Sisi yang masih menunduk.
"Ehm.... Si, maaf.... Gue gak bermaksud...," kata Digo terbata.
"Mmm...." Sisi mengangguk kecil. Ia berperang dengan hatinya sendiri. Bagaimana bisa first kiss nya dengan sahabatnya sendiri? Tapi... Dia juga tunangan lo sendiri kan? Bisik hatinya bingung.
Digo melihat anggukan dari gadis mungil dihadapannya, mencari kemarahan di raut wajah itu. Tidak ada! Tidak ada kemarahan disana! Tapi... Ada kebingungan dan keraguan terpancar dari mata bening itu.
"Udah ah... Ngapain kita jadi aneh kaya gini?" cetus Digo lantang, menghempaskan tubuhnya disofa.
Sisi mengikutinya dengan ragu-ragu sebelum tangannya ditarik oleh Digo hingga terduduk di sebelahnya.
Lengan Digo melingkari bahu Sisi dengan santai.
"Kenapa sih lo jadi pendiam gini?" tanya Digo menautkan alis.
"Ng...nggak...gue nggak kenapa napa," sahut Sisi membuka-buka novel yang dipegangnya, tapi tidak fokus dibacanya.
Hening lagi....
"Si..." panggil Digo mengusik kesunyian.
"Hmm..."
"Bi Sum masak apaan? Ambilin dong... Laper nih..." kata Digo mencolek-colek bahu Sisi.
Sisi melongo menatap Digo. Mahluk didepannya ini terbuat dari apa sih sebenernya? Cepat sekali berubah. Sisi menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir keheranannya, lalu berdiri menuju dapur dan mengambilkan makanan untuk Digo. Ia sendiri tidak tau kenapa, karena Digo suka sekali menyuruhnya mengambilkan makan, atau memasakkan sesuatu jika di dapur tidak ada makanan. Dan yang lebih mengherankan lagi, Sisi selalu mengiyakan.
Sekembalinya dari dapur, Sisi dengab membawa sepiring nasi dan sayur serta segelas air, menghampiri Digo yang sedang memejamkan mata sambil menengadahkan kepalanya.
"Nih, adanya cuma ini. Lo mau gak?" tanya Sisi mengangsurkan piring dan gelas yang dipegangnya pada Digo.
Digo membuka matanya pelan, lalu tersenyum manis menerima piring dan gelas dari Sisi.
Melihat senyum Digo, jantung Sisi berulah lagi. Hadeh... Ngapain sih gue... Baru liat senyumnya aja udah deg degan gini. Gerutu Sisi dalam hati.
"Makasih ya sayang," ucap Digo sambil meletakkan gelas di meja dan mulai menyendok nasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You
DiversosKetika cinta datang, tak seorangpun bisa menolak. Pun ketika cinta hadir, tak seorangpun bisa menghindar. Cinta yang memilih kita, bukan kita yang memilih cinta.