Chapter 19

3.1K 195 1
                                    

Digo dan Damar keluar dari bandara. Damar segera menghampiri seorang gadis cantik semampai dan mengecup kedua pipinya.

"Bro, lo ikut gue aja, ntar gue anterin sampe rumah lo," tawar Damar.

"Gak usah, Mar. Gue naik taksi aja. Daripada lo muter-muter. Rumah kita kan gak searah," tolak Digo halus.

"Beneran nih?"

Digo mengangguk mantap.

"Ya udah, gue cabut ya," Damar melambaikan tangannya dan berlalu sambil merangkul gadis di sebelahnya.

Hmmm.... Bikin envy aja mereka. Kalau ia sama Sisi, apa juga akan seperti Damar dan ceweknya? Setiap pulang selalu ada yang jemput, ada yang ngangenin, ada yang ngarepin pulang.... Huuuh... Pikiran ngelantur darimana ini? Digo menghembuskan nafas dengan kasar dan memanggil taxi untuk mengantarnya pulang.

Sesampai di rumah, yang ada hanya Mama nya.

"Ma, Papa kemana?" tanya Digo setelah melepas kangen pada Mama nya.

"Papa lagi keluar, katanya ada pertemuan untuk acara reuni dengan teman kuliahnya dulu," jelas Mama nya.

Digo mengangguk mengerti.

"Oya, kamu cuti sampai kapan?" tanya Mama Digo.

"Selasa Digo balik, Ma," jawab Digo. Kalo bukan karena ceramah Damar, ia pasti balik besok sepulang resepsi pernikahan Genta.

"Kalo gitu, kamu istirahat aja dulu. Besok sore kita pergi ke rumah Jeng Mita sekalian ngasih oleh-oleh kamu tuh," kata Mama Digo membuat Digo lupa bernafas.

"Ngapain sih Ma?" tanya Digo dengan nada malas.

"Udah... Kamu nurut aja," kata Mama nya tersenyum penuh rahasia.

Digo menyeret langkahnya ke kamarnya dan membanting tubuhnya di kasur empuknya. Kamarnya masih seperti dulu, tidak berubah. Tetap bersih, karena Bi Darmi selalu membersihkannya.

Digo memejamkan matanya. Ia bangun ketika sayup-sayup mendengar Papa dan Mama nya ngobrol dan menyebut namanya. Diliriknya jam di atas meja nakas nya, lalu melonjak bangun. Jam delapan malam?? Ish...kebo banget ia ternyata? Ia segera bangun dan ke kamar mandi.

Setengah jam kemudian ia turun menemui orang tuanya.

"Digo, sudah bangun? Makan dulu sana, biar diangetin lagi sama Bi Darmi," suruh Mama nya yang langsung diiyakannya.

Selesai makan, Digo ngobrol sebentar dengan Papanya, yang memberitahunya tentang pertemuan besok sore dengan keluarga Sisi. Setelah itu ia kembali ke kamarnya.

Ada apa ya, Mama dan Papa nya mengajaknya bertemu keluarga Sisi? Apa sudah saatnya pertunangannya dan Sisi diakhiri? Apakah Sisi sudah cerita pada Tante Mita? Apa Tante Mita akhirnya menyetujui putusnya pertunangan anaknya? Ya, orang tua mana yang tega menyakiti hati anak semata wayangnya? Apakah Sisi sudah mantap dengan pilihannya? Apakah Dims?

Pertanyaan-pertanyaan itu begitu saja menyerbu otaknya tak terkendali.

Digo memejamkan matanya menahan perih yang dirasakannya dan dinikmatinya berulang kali.

.........

Resepsi pernikahan Genta dan Siska berlangsung meriah. Suasana resepsi jadi seperti reuni.

Digo bisa bertemu dengan Damar, Jordan, Denis, Fika, Tantra, Tara, dan lainnya. Juga dosen-dosen sefakultasnya. Tentu saja, secara Pak Gandi adalah ayah dari mempelai wanitanya.

Gelak tawa memenuhi ruang resepsi. Digo melihat teman-teman nya banyak yang membawa pasangan. Mungkin hanya dia sendiri yang datang tanpa pasangan.

Digo menahan nafasnya. Sekelebat dilihatnya bayangan Sisi dan Dims memasuki ruangan. Memberi selamat pada mempelai, dan turun berbaur dengan para tamu untuk menikmati hidangan yang sudah di sediakan.

Dipandanginya gadis yang sedang tertawa mendengar kata-kata Dims disampingnya dengan sembunyi-sembunyi. Ia tidak mendekat dan menyapa. Ia hanya menatap dari kejauhan. Tidak ingin mengganggu kebahagiaan mereka.

Ah... Kenapa luka ini makin perih? Kenapa ia harus menyaksikan pemandangan di hadapannya ini? Kenapa ia tak juga bisa menghilangkan perasaan itu?

Diam-diam Digo menyingkir keluar. Ia meninggalkan resepsi itu dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju luar kota, tempat dimana ia pernah membawa Sisi untuk meluapkan kekesalannya karena pertunangan mereka.

Digo menghentikan mobilnya, bergegas menuju ke pinggir danau.

Ia duduk diam disana berjam-jam tanpa melakukan apa-apa.

Dan matahari perlahan bergulir ke barat ketika ponselnya berdering nyaring.

"Ya, Ma?"

".........."

"Iya, Digo pulang sekarang."

".........."

"Baik, Ma."

".........."

"Iya, Ma."

Digo mengakhiri pembicaraannya dan dengan enggan beranjak dari tempat itu.

(Bersambung)

Huaaah.... Bener-bener menguras pikiran... Feel nya dapet gak sih?

I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang