Berminggu-minggu berlalu tanpa terasa. Hari ini hari bersejarah buat Digo. Ia akan di wisuda.
Mama Papa Digo mengantar anak semata wayangnya untuk acara wisuda yang diadakan di sebuah ballroom hotel ternama.
Sisi dan Mama nya juga hadir di sana.
"Sisi," sebuah suara menyapa Sisi dan membuatnya menoleh.
"Dims?" Sisi tersenyum menghampiri Dims yang datang dengan memakai toga nya. Gagah!
"Makasih ya... Selama ini sudah bantuin gue nyari referensi buat skripsi gue," senyum Dims terkembang menampilkan lesung pipinya.
"Sama-sama. Karena udah bisa menterjemahkan mata kuliah Pak Dani hingga biaa dengan mudah masuk otak gue," balas Sisi tersenyum.
Digo menatap keduanya dari kejauhan. Saling senyum... Sakit sih... Tapi harus diabaikannya. Ini hari spesialnya. Ia tak mau berlarut dalam kesedihan.
Seseorang menepuk bahunya dari belakang. Digo menoleh.
"Hai Bro... " sapanya melihat Genta, Denis dan Jordan dibelakangnya.
Genta menatap ke arah yang Digo pandang sedari tadi.
"Sudahlah, Sob. Tenang... Jodoh gak akan lari kemana," Genta menepuk-nepuk bahu Digo.
"Udah ah... Ngapain coba ngeliatin yang bikin sakit hati... Yuk masuk," ajak Jordan. Lalu berempat mereka memasuki ballroom dan duduk di tempat yang sudah disediakan.
"Si, gue masuk ya... Acara sudah mau dimulai tuh," Dims pamit dan menepuk lengan Sisi lembut.
Sisi mengangguk menatap Dims yang memasuki ballroom. Kemudian Sisi menoleh ke tempat Digo berdiri. Hhmmm... Cowok itu tidak ada lagi di tempatnya. Mungkin ia sudah masuk.
............
Saat ini Digo berdiri di taman dekat rumah Sisi. Sisi duduk di bangku taman menunggu.
"Sisi, emmmm.... Aku sudah mendapatkan penempatanku. Besok lusa aku harus berangkat ke Bali. Aku ditugaskan disana. Aku cuma mau bilang, kapanpun kamu mau, aku siap melepaskan cincin pertunangan ini," kata Digo pelan, tapi sanggup membuat Sisi terkesiap. Matanya melebar. Ia mengangkat wajahnya menatap Digo tajam, lalu berdiri perlahan.
"Sumpah, gue gak ngerti maksud lo, Digo. Apa maksud lo dengan melepas cincin pertunangan ini?" desis Sisi tajam.
"Aku cuma mau kamu bahagia, Sisi. Aku gak mau kamu terkekang dengan pertunangan ini. Aku tau, sejak awal kamu menentang pertunangan ini kan? Aku sudah berfikir lama. Dan akhirnya aku menyerah," Digo menunduk, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya, berdiri membelakangi Sisi.
"Lalu Mama? Mama dan Papa lo?"
"Aku akan jelasin ke mereka. Mereka harus tau bahwa pertunangan ini tidak dapat dilanjutkan. Kamu jangan khawatir. Aku gak akan melibatkanmu. Semua akan aku tanggung. Sendiri!" suara Digo terdengar penuh tekanan.
Sisi masih belum.mengerti dengan maksud Digo. Sahabatnya itu sangat aneh belakangan ini.
"Kita pulang," ajak Digo lalu berjalan mendahului Sisi.
Sisi menyusul Digo menuju ke rumahnya.
Setelah sampai rumah, Digo menunggu Sisi masuk, kemudian ia langsung tancap gas melesat wntah kemana.
Sisi termangu. Selalu seperti ini. Ia tak pernah punya waktu untuk mengerti dan menjelaskan semua.
Sisi sendiri tidak yakin dengan hatinya.
Sisi masih termangu di teras depan rumahnya ketika sebuah mobil berhenti di depan rumahnya.
Sisi menaikkan kedua alisnya melihat siapa yang datang. Dims!

KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You
RandomKetika cinta datang, tak seorangpun bisa menolak. Pun ketika cinta hadir, tak seorangpun bisa menghindar. Cinta yang memilih kita, bukan kita yang memilih cinta.