11. Pernyataan Haruto

1K 130 10
                                    

Jeongwoo mondar-mandir di depan sebuah pintu, sesekali ia menggigit kecil ibu jarinya.

Masuk ... atau jangan?

Atau pergi saja?



"Woo?"

Jeongwoo menggedikan bahu kaget, ia menoleh menatap kesal Junkyu. "Apa? Ngagetin aja lo kak,"

Junkyu mengeryit, lalu terkekeh ringan. "Nggak masuk? Atau malah mau pergi?"

Jeongwoo terdiam sejenak, "Nggak berani masuk," ucapnya pelan.

Junkyu tersenyum tipis, kini merangkul Jeongwoo menyeretnya masuk. Jeongwoo menggigit bibir bawahnya, mendesah pelan menyiapkan hati.

Pintu di buka dengan perlahan, lalu keduanya masuk. Jeongwoo menunduk, sementara Junkyu menatap depannya dengan binar cerah.

"Ru, baru bangun?" tanya Junkyu membuat Jeongwoo mendongak refleks.

Haruto mengerjap lalu menoleh, "hmm." balasnya tenang.

Keduanya mendekat, Junkyu melepas rangkulan dan duduk di pinggir kasur. Ia menatap Haruto tenang.

"Udah baikan?"

"Yaaa." Haruto menjawab ragu, lalu pandangannya menatap Jeongwoo yang menatapnya bersalah.

Haruto menipiskan bibir. Junkyu ikut menatap Jeongwoo. "Ada yang mau lo omongin sama Jeongwoo, Ru?"

Haruto menatap Junkyu, ia menggeleng "Nggak, nggak ... ada."

Junkyu tersenyum gemas, ia mengacak rambut Haruto sebelum bangkit berdiri. "Gue mau ambilin makan malem, kalian ngobrol dulu aja."

"Kak Junkyu," panggil Haruto saat Junkyu hendak berbalik pergi, "Maaf ngerepotin."

Junkyu tersenyum "Mana ada ngerepotin, lo kan udah kaya adek gue sendiri!" ia mengacak rambut Haruto sekali lagi lalu pergi.

Haruto tersenyum tipis menatap punggung Junkyu, sebelum menoleh menatap Jeongwoo yang duduk menunduk di samping kasur.

"Woo---"

"Sorry." potong Jeongwoo cepat, ia menelan ludah. "Gue nggak ada di samping lo kemarin. Lagi-lagi ... g-gue nggak ada di samping lo .. sama kaya dulu ...."

Jeongwoo meremat celana sekolahnya, ia menunduk dalam. "Gue sahabat yang nggak berguna. Padahal lo selalu ada buat gue, tapi gue ... gue selalu jauh dari lo, gue selalu nggak bisa ngelakuin apa-apa. Gue nggak pantes---"

"Lo belum dengerin apa yang mau gue omongin, tapi udah sok tau duluan. Dan stop nyalahin diri sendiri." potong Haruto di akhiri dengan nada tegas.

Jeongwoo merapatkan bibir menurut, Haruto menarik nafas dalam.

"Kemarin lo nggak ikut main karena gue, kan. Karena gue yang nyuruh elo selidikin dia lebih jauh ...." Haruto menjeda, ia membuang nafas berat merasa sesak, "Jangan nyalahin diri kaya gini, gue semakin ngerasa jadi beban kalian ...."

Jeongwoo mendongak menatap Haruto dengan dahi berkerut. "Haruto?!"

Haruto memalingkan wajah, dengan tatapan menyendu "Karena gue cuma anak bawang. Setiap gue terlibat masalah, kalian selalu bantuin gue seolah itu masalah kalian juga. Tapi setiap kalian yang terlibat masalah ... belum tentu itu jadi masalah gue."

Ada jeda, "Kalian nggak pernah izinin gue ikut campur terlalu jauh, bahkan sesekali ... kalian nggak mau ngasih tau gue, padahal gue pengin bantu."

Haruto menatap Jeongwoo sedih, ia membasahi bibir bawahnya sejenak. "Gue tetep sahabat kalian kan? Tapi kenapa kalian nggak perlakuin gue sama kaya yang lain? Apa karena trauma gue?"

Jeongwoo tertegun, ia melemaskan bahu lalu memalingkan wajahnya enggan menatap Haruto. "Kita cuma nggak mau buat lo repot, masalah lo udah banyak. Kita nggak mau nambahin lagi." ucap Jeongwoo pelan.

Haruto menatap humor. "Bukannya kalian terlalu sok tau tentang diri gue? terkadang sikap kalian yang ini bikin gue sakit."

Jeongwoo terdiam, sedikit menundukkan kepalanya. Ia berbisik pelan. "Walau sakit, bukannya lo terlalu cape ngurus kita sekaligus?"

Jeongwoo menatap sekitar sejenak, "Jangan ngomong gini lagi, kalau mereka denger, lo bisa buat mereka sedih."

Haruto terdiam begitu saja, tanpa membalas ucapan Jeongwoo ia memalingkan wajahnya. Jeongwoo mendongak, sekedar memperhatikan wajah Haruto dari samping.

Pada akhirnya mereka sama-sama diam. Jeongwoo merutuk dalam hati, ia mengacak rambut gusar dan berharap Junkyu segera datang.

*

Junkyu semakin menyandarkan punggungnya ke dinding, ia melemaskan bahu dengan mata terpejam sedikit mendongak.

Membuang nafas gusar mendengar pernyataan Haruto.

Junkyu hanya pergi keluar kamar, setelahnya ia hanya berdiri di balik dinding mendengarkan percakapan mereka. Awalnya iseng, ingin tau apa yang mereka bahas.

Tapi kok jadi berat gini?

Junkyu jadi merasa bersalah pada Haruto, namun sejujurnya Junkyu orang yang paling tak setuju jika Haruto ikut campur masalah mereka.

Bukan menganak tiri, hanya saja Junkyu tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Haruto. Sesuatu yang dapat membuat trauma Haruto kambuh. Junkyu tidak ingin.

Belum lagi mereka sering terlibat dengan lawan jenis, bagaimana semisal Haruto ikut dan tubuhnya tremor parah? Menangis?

Bahkan pingsan ....

Ha ha ha, tidak-tidak. Masalah mereka tidak serumit itu. semua sudah mereka lalui, berkat Haruto.

Junkyu tersenyum kecil mengingatnya, kalau nggak ada Haruto ... Junkyu yang sekarang juga pasti nggak ada.

Hm, karena Haruto ....



"Woy, Jun?"

Junkyu mengumpat kaget membuat Jihoon tertawa kecil. "Lamunin apaan lo?"

"Ngapain nyusul?" tanya Junkyu tak menjawab pertanyaan Jihoon, bahkan menganggapnya angin lalu.

"Cuma mau liat keadaan Ruto, kata lo dia udah bangun, kan."

Junkyu mengangguk, lalu merentangkan tangan menahan saat Jihoon melangkahkan kaki hendak masuk ke kamar Yoshi, "Ruto lagi ngomong serius sama Jeongwoo. Jangan diganggu."

Jihoon mengeryit "Ada Jeongwoo? Bagus deh, gue juga mau ngomongin hal penting sama dia. Kita rapat bertiga."

"Heeeeh?" Junkyu bingung.

Jihoon memutar bola matanya malas, sekaligus menahan diri untuk tidak menoyor kening Junkyu saat ini juga.

"Gue, elo, Jeongwoo." ulangnya memperjelas. "Kita rapat bertiga, di studio Yoshi."

"Tiba-tiba?!"

"Hm, gue tunggu di studio dalam waktu 5 menit. Sampe lebih, awas aja."

"Ck, bossy."

Jihoon menoyor kening Junkyu, "Gue ketuanya, inget? Suka-suka gue."

"Ketua pale lo?! Dasar bau!"

──═━┈━═──
23.02.21.

Semangat kalian ...

CIRCLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang