15. Camaraderie

939 128 7
                                    

Haruto berjalan dengan ringan di trotoar jalan, sendirian.

Di bawah langit sore ia bersenandung pelan, sesekali menendang batu kerikil yang menghalangi.

Tak lama ia berbelok memasuki minimarket, mengambil keranjang kecil dan mulai memasukan beberapa snack yang ia mau.

Terakhir ia berhenti di rak minuman, mengambil beberapa susu pisang, soda, dan jus buah lalu memasukannya ke keranjang. Haruto kemudian berbalik.

"Eh sorry,"

Haruto terdiam kaget, hampir saja ia menabrak orang di depannya. Haruto mengerjap, ia mengangguk kecil lalu melangkahkan kaki melewati orang itu.

"Ru, bisa ngomong sebentar?" Yoonbin menarik pernggelangan tangan Haruto menahan, seperti waktu itu.

Haruto menatap mata Yoonbin kemudian mengangguk, dan berakhirlah mereka duduk berdua di kursi depan minimarket.




Hening dan canggung. Suasana aneh itu menyelimuti keduanya. Sejak lima menit lalu Yoonbin tidak kunjung membuka suara dan Haruto juga tak minat bicara.

Yoonbin menunduk menatap botol sodanya sementara Haruto memperhatikan sekitar, lalu menghela nafas dan menoleh.

"Jadi ngomongnya? Gue mau balik," Haruto membuka suara lebih dulu.

Yoonbin mendongak menatap Haruto, ia diam sejenak. "Lo tau gue?"

Haruto terdiam dengan sebelah alis dinaikkan, menatap Yoonbin penuh arti. "Menurut lo?"

Yoonbin membuka mulutnya namun tak ada suara yang ia keluarkan, "Harusnya gue udah tau itu dari lama," hanya kalimat itu yang keluar.

Haruto terkekeh ringan, "Kenapa? Ha Yoonbin yang gue tau dia nggak pernah mau nunjukin diri secara terang-terangan gini. Bukannya lo lebih suka sembunyi-sembunyi?"

Mata Yoonbin melebar tersentak, ia lalu menipiskan bibir. "Jadi lo udah tau dari lama,"

"Nggak tuh, lo duluan yang buka kartu." Haruto membantah, Yoonbin mengatupkan bibir kini sedikit menunduk.

Haruto menatap Yoonbin datar. "Apa yang lo pikirin? Mulai nyaman sama lingakaran pertemanan gue?"

Yoonbin merasa tertembak tepat, ia mendongakkan kepala menatap Haruto sehingga iris keduanya bertemu.

Haruto mengambil kantung plastiknya kemudian berdiri tanpa memutus kontak mata mereka.

"Mungkin kita nggak akan pernah berteman selagi lo masih ada di bawah Kak Hanbin, tapi kalaupun lo keluar gue juga nggak peduli. Jangan berharap sama gue."

"... Lo benci gue?"

"Nggak. Gue cuma nggak suka sama orang-orang yang ada di bawah Kakak gue. Lagian selain lo ngestalk gue setiap hari lo nggak punya salah yang lain. Jadi kenapa gue harus benci lo?"

"... Sorry."

"Hm," balas Haruto dengan ekspresi santainya, "Karena lo udah mengakui sendiri, untuk hari ini jangan ikutin gue."

"Tapi itu tugas gue---"

"Lo mau gue maafin nggak?" potong Haruto sebal, Yoonbin terdiam kembali merapatkan bibir.

"Pokoknya hari ini jangan ikutin gue. Bilangin juga ke Kak Hanbin kalau gue nggak akan pulang selagi dia masih ada di rumah!" Haruto kian kesal, ia kembali membuka mulut ingin bicara namun segera teringat sesuatu.

Tatapan Haruto berubah, ia kembali berekspresi datar. Membuka isi kantung plastiknya lalu memberikan Yoonbin satu susu pisangnya.

Yoonbin mengeryit bingung menatap susu pisang di depannya.

"Itu buat lo karena udah jaga rahasia temen gue, walau rahasia yang lo simpan nggak seberapa sih."

Yoonbin menatap Haruto terkejut, mulutnya untuk beberapa detik terbuka. "E-elo ...."

Haruto tersenyum tipis, ia menggedikan bahu tak acuh. "Gue balik duluan," pamitnya lalu melangkah pergi, tak ingin tau dengan reaksi Yoonbin atau apapun yang cowok itu pikirkan.

Yoonbin menatap punggung Haruto tercenung, banyak spekulasi-spekulasi yang muncul di pikirannya. Yang bikin nambah beban pikiran sore-sore.

Sampai Haruto berbelok ke kiri-pun Yoonbin masih belum bisa menebaknya, ia menghela nafas lalu menoleh menatap susu pisang di meja.

Selain tsundere ... Haruto memang selalu misterius, bikin Yoonbin capek.

*

"Gue pulang!"

Salam Haruto begitu memasuki unit apartemen miliknya dan melihat lampu ruang tamu menyala serta ada beberapa bungkus cemilan di meja.

Satu menit kemudian tapi tidak ada jawaban, padahal Haruto jelas-jelas melihat sepatu Junkyu di depan.

Haruto menaruh kantung plastik dan tasnya di sofa lalu berjalan menuju kamarnya. "Kak Junkyu lo di apart?"

Masih tak ada jawaban.

Haruto membuka kamarnya, berantakan, tapi tidak ada Junkyu di dalam. Ia mengecek kamar mandi lalu balkon, namun tetap tidak ketemu.

Menutup pintu kamar Haruto jadi tersentak sendiri menyadari satu hal, ia segera berbalik dan berjalan menuju dapur dengan terburu-buru.

Matanya melebar melihat sosok Junkyu duduk di lantai tengah bermain dengan pisau, dengan lengan kiri cowok itu yang mulai meneteskan darah.

"Kak ...." panggil Haruto lembut setelah jongkok di depan Junkyu, "Pisaunya boleh gue pinjem?"

Perlahan Haruto mengambil pisau dari tangan Junkyu, dengan hati-hati agar tidak membuat Junkyu kaget.

Junkyu menyentak tangan Haruto, lalu dengan tidak peduli ia kembali mengiris kulitnya membuat goresan tipis itu melebar, darah yang keluar semakin banyak.

Junkyu terkekeh hampa, "Tangan gue udah berdarah gini kenapa rasanya belum lega juga ya?"

Haruto merapatkan bibir lalu dengan sekali gerakan menahan tangan kanan Junkyu, Junkyu mengerjap kaget. Ia menatap Haruto.

"Ru-ruto ... kapan dateng?"

Haruto melirik sembari mengambil pisau dari tangan Junkyu lalu melemparnya ke belakang yang tak lama masuk ke bawah kulkas.

Haruto menatap dingin, membuat Junkyu mengeryit bingung "K-kenapa? Gue lakuin kesalahan?"

Haruto menghela nafas, "Tiga tahun yang lalu lo janji nggak akan ngelakuin ini lagi, kenapa sekarang di ulang?" Haruto menatap sedih.

Junkyu mengeryit dalam namun jadi menunduk saat samar melihat warna merah di bawah, matanya melebar dengan mulut terbuka.

"I-ini ... ini gue yang ngelakuin?" Junkyu menatap lengannya yang terluka kini mulai terasa nyeri.

"Hm," Haruto menaruh tangan kanan Junkyu di bahu kanannya, sementara tangannya yang bebas ia taruh di bahu Junkyu, merangkul, lalu berdiri.

"Ru-ruto gue---" Junkyu ingin menjelaskan tapi tatapan dingin Haruto membuatnya merapatkan bibir sejenak. "Maaf ... gue nggak sadar ngelakuinnya."

Haruto memalingkan wajah kemudian melangkahkan kaki, "Kita obatin tangan lo dulu, gue harap ini nggak dalem."

"Ruuu ...." Junkyu menatap bersalah, Haruto tak mengidahkan, namun tangannya tetap menjaga tangan Junkyu yang terluka agar darah yang keluar tidak terlalu banyak.

Haruto mendudukkan Junkyu di meja makan, lalu tanpa kata berbalik mengambil kotak P3K di kamarnya, Junkyu membuang nafas berat.

Haruto ... marah padanya.

──═━┈━═──
28.02.2021

CIRCLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang