Sejak Meghan memutuskan untuk berhenti bekerja dengan Albert dan memilih mengejar kariernya sendiri sebagai seorang karyawan biasa di perusahaan swasta, kesibukan Meghan sedikit berkurang. Ia mengaku senang bisa mendapatkan kehidupan yang lebih normal ketimbang saat ia bekerja dengan kakaknya sendiri. Aku rasa Meghan membuat pilihan yang tepat. Albert mungkin teman yang baik, tetapi ia mungkin atasan yang nggak asyik.
Aku bersyukur Radith justru seringnya memaksaku untuk bekerja lebih santai. Walaupun kadang rasanya aku ingin mencekiknya saking santainya cara Radith bekerja. Herannya, setiap pekerjaan nyaris selalu selesai tepat waktu di tangan Radith.
Aku dan Meghan masih sering saling bertukar cerita, hanya saja sulit untuk bertemu. Jadwal kami memang seringnya tak sejalan. Ketika aku sibuk, Meghan punya lebih banyak waktu luang, pun sebaliknya. Kabar terakhir yang kudengar, Meghan akan segera mendapatkan promosi jabatan. Sebagai sahabat, aku benar-benar senang mendengarnya, tetapi itu membuat kesibukan Meghan bertambah belakangan ini.
Aku berharap akhir pekan ini bisa pergi ke toko buku bersama Meghan. Aku ingin bercerita secara langsung tentang keanehan dan kejutan-kejutan dalam hidupku beberapa hari belakangan. Tentang kepulangan dan lamaran Kenio, tentu bisa dijadikan topik bahasan berminggu-minggu. Sayangnya Meghan punya beberapa pekerjaan penting yang perlu diselesaikan, jadi aku memutuskan akan pergi sendiri.
Aku cukup terkejut begitu melihat sosok Radith di Sabtu siang sedang duduk di meja makan sambil mengobrol dengan Mama. Dia tampak asyik mengunyah apel sambil tertawa cekikikan. Entah apa yang sedang dibicarakannya, sepertinya seru sekali.
"Wah, hari ini pasti bakal turun hujan lebat melihat kamu Sabtu siang ada di rumah," ledekku seraya mencomot satu buah pangsit goreng.
Radith melirikku kemudian memperhatikan penampilanku dengan cermat.
"Rapi banget. Mau ke mana? Kencan sama Kenio, ya?" tembaknya tanpa basa-basi.
Seketika itu juga aku memasukan sepotong pangsit utuh-utuh ke mulut Radith sambil cengengesan ke arah Mama. Semoga Mama tak mendengar selorohan Radith barusan. Lalu, aku kembali melirik Radith dan kupelototi ia dengan galak. Radith justru mengunyah pangsit tersebut sambil tertawa cengengesan. Menyebalkan sekali.
"Aku mau ke toko buku," kataku seraya menarik kursi di sebelah Radith.
"Mau aku antar?" tawar Radith.
Aku menggeleng. "Mama pasti kangen sama kamu. Tumben kamu nggak pergi kencan akhir pekan begini." Mama yang sedang menata makanan di meja makan tersenyum melihat Radith.
"Tentu, hari ini aku ada jadwal kencan dengan Mama. Kita mau berkebun di rumah."
"Dari pekan lalu tukang kebun langganan Mama sakit. Kebun di belakang jadi nggak keurus. Tadi pagi Mama telepon Radith, deh," jelas Mama.
Radith melirik Mama seraya tersenyum sambil menaik-naikkan kedua alisnya.
"Wah..., kamu memang paling pandai mengambil hati perempuan," pujiku sarkastik. "Aku akan bergabung dengan kalian sepulang dari toko buku nanti. Hanya sebentar. Tunggu aku, oke?" pintaku kepada Radith dan Mama. Mereka pun mengangguk setuju.
Radith menggeser sedikit kursinya agar ia bisa mendekatkan tubuhnya ke arahku kemudian berbisik,
"Kamu beneran nggak pergi kencan dengan Kenio?"
Aku menarik napas panjang karena kesal. Pertanyaan Radith hanya kujawab dengan lirikan malas sebelum akhirnya aku mencomot beberapa pangsit goreng lagi dan langsung meminta supir mengantarku ke toko buku.
****
Tujuanku datang ke toko buku awalnya memang hanya membeli sebuah novel fantasi yang baru saja dirilis, tetapi godaan selalu datang setiap aku menulusuri rak-rak novel. Niatku yang hanya berkutat paling lama satu jam di sana pun molor nyaris satu jam. Alhasil, hampir dua jam kuhabiskan hanya untuk memilih 5 buah buku untuk kubawa pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Nerd
Romance"Kenapa semua orang selalu ngebandingin aku sama Radith? Aku tau penampilanku emang jadul, cupu, beda seratus depalan puluh derajat sama Radith yang super ganteng, keren, kece.. idaman banyak wanita lah pokoknya. Tapi hey, setiap orang punya pilihan...