Hujan yang berlangsung nyaris sepanjang hari berhasil menahanku lebih lama di rumah Ken. Hari sudah gelap ketika Ken mengantarku sampai ke dalam rumah. Awalnya aku mengira Papa dan Mama akan mulai menginterogasi kami secara halus. Nyatanya, sepertinya bahkan mereka lupa kalau putri semata wayangnya ini nyaris bermalam di rumah kekasihnya.
Padahal aku sudah siap menyimpan rapat apa yang terjadi di rumah Ken barusan. Aku sudah menyiapkan beberapa jawaban bagus kalau papa dan mama mulai menginterogasi. Bahkan, Radith pun tak boleh tahu!
"Lho, kok sudah pulang?" tanya Papa begitu melihatku dan Ken di ambang lorong ruang keluarga.
Keningku lantas mengernyit mendengar pertanyaan Papa. Benarkah ini Papaku yang dulu sempat melarangku kuliah di luar negeri saking protektifnya? Atau memang Kenio sudah berhasil mendapatkan kepercayaan Papa sepenuhnya? Luar biasa.
Aku menemani Ken mengobrol sebentar dengan mama dan papa sebelum mengantarnya kembali ke mobil. Rasanya aku ingin ikut kembali ke rumah Ken. Hehe.
Ken menurunkan jendela mobil dan melambaikan tangan kepadaku. "Kujemput ke kantor Senin pagi?"
Aku mengangguk kemudian membiarkan mobil Ken melaju menjauhi rumah.
Begitulah seterusnya hari-hari berjalan bagaikan mimpi indah. Entah sejak kapan aku tak lagi membutuhkan sopir pribadi karena tugas itu kini menjadi hobi baru milik Kenio. Bak pacar sempurna, kekasihku itu paling rajin mengajakku kencan setiap akhir pekan dan juga memberikan kejutan-kejutan kecil seperti memberikan bunga atau coklat secara dadakan.
Namun, yah... pada kenyataannya, hidup memang tidak seindah cerita-cerita Disney yang kugemari sejak kecil. Papa pernah menasihatiku bahwa manusia adalah makhluk yang mudah sekali berubah. Kenio pun demikian.
Dua bulan sejak kunjungan ke rumah Kenio, belakangan kekasihku itu tampak sibuk dan sulit dihubungi. Setiap kali aku bertanya, ia hanya menjawab ada keperluan penting yang perlu diurus. Sisanya, aku sama sekali tak merasa sikap Ken kepadaku berubah. Hanya sibuk, sibuk, dan sibuk.
Seperti akhir pekan kali ini, Ken tiba-tiba saja membatalkan rencana kami untuk menonton film di bioskop. Film yang sudah sejak lama kami nantikan. Di saat yang bertepatan, aku pun sudah menolak ajakan Meghan untuk menonton film itu bersama. Kurasa aku harus tetap jadi penuh kesabaran sementara menunggu kekasihnya yang supersibuk, ya, kan?
Apakah aku pernah marah kepada Ken terkait ini? Sejauh ini belum, tapi kurasa akan. Terlebih karena saat ini aku merasa begitu kesepian di rumah. Mama dan Papa pergi liburan ke luar kota. Radith entah kemana, aku tak bisa menghubunginya. Mungkin berkencan, tapi aku agak ragu karena sejak insiden "The One" itu, Radith tampak kekurangan minat untuk berkencan. Aku jadi penasaran apa yang sebenarnya terjadi malam itu.
Mengetahui rencana akir pekanku gagal total, aku duduk bermalas-malasan sambil menonton televisi di ruang keluarga. Mama sering menceramahiku agar mulai belajar memasak. Kurasa aku akan mulai mencobanya sore ini.
Di pertengahan film berjalan, tiba-tiba saja hatiku merasa sedikit gelisah. Mendadak aku memikirkan apa yang Kenio lakukan. Kucoba menghubunginya, namun tak ada jawaban.
Mengesampingkan perasaan aneh ini, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke toko buku, sendirian. Mungkin aku bisa sekalian mencari buku-buku resep untuk belajar memasak. Kadang aku merasa minder karena Radith lebih ahli mengenai peralatan dapur dibandingkan aku. Karena ia pernah merantau seorang diri, ia jadi jauh lebih mandiri.
Seperti yang dapat kuprediksi, toko buku di akhir pekan cukup ramai. Berkali-kali aku mengingatkan diriku untuk langsung menuju rak buku-buku masakan, tetapi meski kakiku berjalan lurus ke depan, kepalaku tetap fokus memandangi deretan buku-buku fiksi, seleraku memang tak pernah berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Nerd
Romance"Kenapa semua orang selalu ngebandingin aku sama Radith? Aku tau penampilanku emang jadul, cupu, beda seratus depalan puluh derajat sama Radith yang super ganteng, keren, kece.. idaman banyak wanita lah pokoknya. Tapi hey, setiap orang punya pilihan...