Sekarang kami berkencan, kan? Atau tidak? Malam reuni itu... artinya kami berkencan, kan? Tetapi..., Ken kan hanya memintaku untuk menunggu dia kembali. Apa itu sebabnya dia belum menghubungiku sampai sekarang? Bukannya dia akan pergi ke Jerman?
Apa ini artinya kami tidak berkencan? Aduh, pusing sekali.
Sejujurnya aku merasa kasihan kepada ponselku yang terus kupelototi sejak kemarin. Sudah dua hari sejak acara reuni dan aku belum berbicara lagi dengan Kenio. Sungguh membingungkan. Kurasa sebaiknya aku tidak membuat klaim sepihak lebih dulu soal status berkencan kami. Walaupun, Radith sudah lebih dulu mengumumkan kepada seluruh teman SMA kami dan hingga saat ini aku masih menerima beberapa ucapan selamat sekaligus pertanyaan-pertanyaan ala wartawan gosip soal kedekatan hubunganku dengan Ken.
Daisy bahkan bertanya apakah aku dan Ken akan menikah dalam waktu dekat.
Bercanda. Jangan bicara pernikahan, saat ini saja aku masih ragu apakah aku dan Ken benar-benar berkencan. Bagaimana bisa orang yang berkencan tidak menghubugi satu sama lain? Menyebalkan.
Aku melempar ponselku ke atas tumpukan dokumen dan menyandarkan tubuhku ke kursi seraya memejamkan mata. Kupijat pelipisku pelan untuk merilekskan sedikit mata dan pikiranku.
Adegan Ken memelukku pada malam reuni itu terus berputar dalam ingatanku. Sekarang aku merindukannya, tapi tentu mana berani kukatakan hal itu kepada Ken. Sial.
Rasanya seperti... YA TUHAN INI SUNGGUH KEAJAIBAN YANG SEMPURNA BISA MEMILIKI KEKASIH SUPERTAMPAN!
Oke, aku nyaris tak waras sekarang.
Aku megusap wajahku dengan kedua tangan dan membuang napas keras-keras. Ketika mataku terbuka, kudapati Ken sudah berdiri di depan meja kerjaku sambil menatapku bingung.
"Ada yang salah? Sedang tak enak badan?" tanyanya cemas.
Aku buru-buru memperbaiki posisi dudukku dan merapikan rambutku yang tak sempat kutata tadi pagi. Sekarang pasti aku tampak seperti singa yang habis mengamuk.
Aku memasang senyum lebar salah tingkah. "Hai! Mau bertemu Radith?" tanyaku berusaha terdengar baik-baik saja.
Ken balas tersenyum kepadaku, mengitari meja kerjaku untuk menghampiriku. "Tidak. Hari ini agendaku menjemput kamu."
"Um... mungkin kamu lupa, ini masih jam makan siang," kataku sedikit ragu seraya menatap Ken bingung.
Ken mengangguk. "Betul. Waktu yang tepat untuk mengantar kekasihmu ke bandara."
Mataku pun terbuka lebar seketika. "Kamu akan berangkat ke Jerman? Sekarang?" tanyaku seraya bangkit berdiri sehingga kini pandanganku sejajar dengan Ken yang sedang duduk di atas meja kerjaku.
Ken mengangguk santai sementara aku rasanya ingin mencubit lengannya karena gemas.
"Hey, bagaimana bisa kamu baru kasih tahu aku sekarang?" tanyaku tanpa menyembunyikan nada kesal dalam suaraku. "Kamu seharusnya menghubungiku sejak kemarin! Atau kemarinnya. Atau setelah kamu mengantar aku pulang setelah acara reuni!"
Ken menatapku seraya tersenyum geli. "Apa kamu sedang merajuk sekarang."
"Ya!" seruku tanpa basa-basi kemudian melipat kedua tanganku di depan dada sambil manyun. Aku pun menggeleng-geleng keheranan memandang Ken.
Ken masih saja tersenyum, tampak senang walaupun aku sudah siap menyemburnya lagi dengan omelan-omelanku. Dia malah menarik tubuhku mendekat ke arahnya dan melingkarkan lengannya dipinggangku.
"Baiklah... apa yang bisa aku lakukan untuk menebusnya?"
"EHM... EHM... permisi... mau bayar kontrakan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Nerd
Romance"Kenapa semua orang selalu ngebandingin aku sama Radith? Aku tau penampilanku emang jadul, cupu, beda seratus depalan puluh derajat sama Radith yang super ganteng, keren, kece.. idaman banyak wanita lah pokoknya. Tapi hey, setiap orang punya pilihan...