Aku baru saja melangkah masuk ke dalam kelas. Kulihat teman-teman perempuan di kelasku sudah ribut sepagi ini. Semua ini berasal dari Talitha, karena kabar yang dibawa perempuan itu. Kisahnya, semalam ia mendapat ajakan dari Kak Tito—kakak kelas 12 IPS—untuk menemaninya datang ke acara farewell party kelas 12 yang akan diselenggarakan setelah Ujian Nasional.
Aku menaruh tasku di kursi. Di depanku Andini langsung memutar tubuhnya menyambut kedatanganku.
"Beruntungnya Talitha, dapat ajakan ke acara farewell party sama gebetannya. Huhuhu...." Andin memasang wajah cemburu dibuat-buat, membuatku tertawa pelan.
Bagiku, yang tak terlalu tertarik dengan acara semacam itu, apalagi acara tersebut bukanlah acara resmi dari sekolah—diselenggarakannya pun tentu bukan di sekolah—tak begitu membuatku merasa menjadi perempuan paling tidak beruntung dibandingkan dengan Talitha seperti kebanyakan teman-teman perempuan di kelasku. Ayolah, nggak datang ke acara itu kan nggak bikin nilai rapor jadi turun, kan? Kecuali dengan datang ke acara itu aku bisa dapat sertifikat keaktifan organisasi dari sekolah atau dapat mendongkrak nilai-nilai raporku, tentu aku akan mencari celah agar dapat datang ke acara itu.
Aku menggeleng-geleng, mengeluarkan buku biologi untuk membaca-baca sedikit materi hari ini sebelum Bu Indah memberikan soal UTS kami.
"Semalam gimana Kak Tito ngajaknya?" tanya Soraya histeris.
Suara Talitha terdengar salah tingkah. "Ya... gitu deh! Gue kan udah cerita dari tadi!" keluhnya dengan nada suara gemas.
Aku memutar bola mataku. Kutatap Andini dengan tampang ogah-ogahan. "Pekan UTS masih berlangsung dan mereka sudah melompat jauh ke acara farewell party. Luar biasa," sindirku lalu kembali memfokuskan mataku pada buku biologi. Kudengar Andien terkikik di depanku.
"Aku penasaran, kira-kira Radith bakal datang nggak, ya? Dia kan sedang berkencan dengan Lova. Mana mungkin bisa datang ke sana?"
Aku tertawa tanpa mengalihkan pandanganku dari buku biologi.
"Oh, percaya, deh. Radith sudah nggak berkencan dengan Lova dan dia selalu punya cara untuk datang ke acara semacam itu," kataku dengan nada mantap.
Dalam hati, aku juga penasaran, kali ini, dengan siapa Radith akan datang?
****
Kelas klub matematika baru akan dimulai. Sialnya aku mesti kedapatan bangku di depan Lova karena hanya itu bangku kosong yang tersisa. Wajah Lova sudah menggambarkan hasrat ingin mencekikku tanpa perlu aku repot-repot memedulikannya. Jangankan menyapaku, Lova langsung memutar tubuhnya ke balakang begitu aku menduduki kursi kosong di depannya. Yah, siapa juga yang mau berbicara dengannya?
Kak Putri masuk, kelas pun dimulai. Kali ini kami dipasangkan berdua-berdua demi persiapan olimpiade tingkat sekolah yang akan diselenggarakan setelah Ujian Nasional. Beruntung aku dipasangkan dengan Faisal. Kami kompak belajar meskipun punggungku rasanya terbakar oleh tatapan sinis Lova. Ini bukan cuma tudingan semata. Bukan hanya sekali aku memergokinya sedang menatapku melemparkan pandangan yang bagiku bukan pandangan baik-baik saja, apalagi pandangan meminta maaf. Lova sepertinya bukan tipe perempuan seperti itu.
Kelas matematika berakhir. Begitu Kak putri keluar dari kelas, Radith sudah menunggu di ambang pintu sambil memantul-mantulkan bola basket. Mataku membulat.
Anak ini cari masalah atau gimana, sih?
"Sal, gue duluan, ya. Buru-buru, nih." Aku buru-buru beralasan kepada Faisal kemudian membawa kabur tasku. Kupastikan Lova masih duduk manis di bangkunya sambil memainkan ponsel. Aku tak yakin dia sempat melihat Radith.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Nerd
Romance"Kenapa semua orang selalu ngebandingin aku sama Radith? Aku tau penampilanku emang jadul, cupu, beda seratus depalan puluh derajat sama Radith yang super ganteng, keren, kece.. idaman banyak wanita lah pokoknya. Tapi hey, setiap orang punya pilihan...