•Lemah•

25 7 6
                                    

Gadis berseragam SMA itu baru pulang ke rumah pukul sepuluh malam. Di ruang tamu rumahnya, sudah ada ibu dan juga abangnya. Ia hanya menatap keduanya sekilas, lalu berjalan dengan santai menuju ruang tengah.

"Baru pulang? Habis dari mana? Main-main sama cowok?" Pertanyaan itu berasal dari sang Ibu.

Gadis itu, Karin, tidak menggubris sama sekali.

"Cewek kok pulang jam segini," ujar abangnya dengan nada sinis.

"Kalo ada yang ngajak ngomong tuh berhenti, dengerin dulu. Gak sopan banget sih," sahut sang Kakak.

Lagi-lagi, Karin tidak menggubris walaupun ia mendengar semuanya dengan jelas.

Gue kasih tau yang sebenernya pun gak bakalan ada yang percaya. Karin tersenyum sinis.

Setelah menaruh tas secara asal, Karin menuju kamarnya untuk berganti pakaian.

Karin menghela napas kasar di atas kasurnya. Ia sudah selesai mencuci wajah dan menata buku pelajaran untuk besok.

"Bosen gue lama-lama. Baru pulang dimarahin, ngajak berantem emang. Padahal gue gak ada gangguin mereka sama sekali," gerutunya.

Karin mengganti posisinya menjadi berbaring. Matanya menatap lurus ke langit-langit kamar. Pikirannya menerawang ke kejadian di kafe favoritnya tadi.

Karin menikmati tetes-tetes terakhir cappucino-nya dengan tenang meski jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Ia sedang menunggu pelayan kafe untuk mengantarkan gelas cappucino keduanya.

Tak lama, pesanannya datang.
"Selamat menikmati," ujar si Pelayan.

Karin tersenyum tipis. "Makasih, Mar," balasnya singkat.

Karin mengenal pelayan itu, namanya Damar. Teman sekelasnya sendiri. Damar sudah cukup lama bekerja di kafe ini. Terhitung sejak Karin menjadikan kafe ini tempat favoritnya.

Desain ruangan yang minimalis, serta pemandangan indah yang nampak di kejauhan, menjadikan Karin betah berlama-lama di tempat ini.

Melihat Damar yang sudah melanjutkan pekerjaannya, Karin kembali fokus dengan tugasnya. Namun, baru lima menit mata Karin memandang laptop, tiba-tiba ia mendengar suara benda pecah belah membentur lantai. Ia langsung mengalihkan pandangan, mencoba mencari sumber suara itu.

Ternyata teman-teman sekelasnya. Ada Zaza, Mona, Feli, dan juga Damar. Mata Karin menatap malas. Ia sudah bisa menebak, apa yang sedang terjadi saat ini. Tangannya bersedekap di depan dada.

"Ups, sorry," ujar Zaza dengan nada terkejut yang dibuat-buat.

"Lo gimana, sih, Za? 'Kan jadi pecah gelasnya," sahut Mona dengan nada yang sama.

Damar gelagapan. "N-nanti gue bersihin."

Saat Damar hendak menaruh pesanan milik Feli, Zaza yang berada tepat di samping Feli mendorong tangan Damar dengan sengaja, sehingga isi dari gelas itu tumpah mengenai pakaian Feli.

Feli menoleh. Tatapannya mendadak garang. "Lo-" Ia sudah berniat menampar Damar, saat tiba-tiba sebuah tangan menahan tangannya.

"Apa? Lo mau nampar Damar?" Karin menantang Feli, lalu menghempaskan tangan Feli dari genggamannya. "Tampar temen lo sendiri. Dia sengaja ngedorong Damar biar minuman itu tumpah ke lo."

Tangan Karin menunjuk ke Zaza.

Zaza mengangkat alis, tidak terima dirinya disalahkan. "Lo nuduh gue? Apaan, sih? Dateng-dateng nyampurin urusan orang aja."

Karin mengangkat sebelah alisnya. "Nyampurin urusan orang? Kalian yang dateng-dateng ngeganggu ketenangan gue!"

Karin menunjuk ke arah kamar mandi. "Kamar mandi ada di sana. Bersihin sendiri baju lo! Atau mau gue yang bersihin? Sekalian gue mandiin?"

Feli menatap Karin kesal. Namun, ia tidak ingin memperpanjang hal ini. Ia segera bangkit dan menuju ke kamar mandi kafe.

"Lo ngeliatin apa? Cepet bersihin nih!" seru Zaza pada Damar.

Damar langsung tersadar. Ia berlari untuk mengambil tongkat pel dan sebuah kantung plastik.

Tak lama, Damar kembali dengan barang yang ia cari. Tanpa basa basi, Karin merebut pel itu. Membuat Damar menatapnya bingung.

"Lo bersihin kacanya, gue yang ngepel," tegas Karin.

Damar mengangguk patuh. Ia tidak ingin berkomentar apapun. Lalu, ia bergegas membersihkan pecahan kaca. Tidak ada gangguan apapun dari Zaza maupun Mona.

Feli kembali bersamaan dengan selesainya Karin mengepel lantai. Wajahnya terlihat kesal. Ia langsung mengajak kedua temannya untuk pulang saat itu juga.

Zaza menatap Karin sengit, tetapi hanya dibalas dengan tatapan datar.

Karin menyerahkan kain pel pada Damar, lalu kembali duduk ke mejanya. Damar pun kembali melanjutkan pekerjaannya setelah mengucapkan terima kasih.

"Lemah," gumam Karin.

Baru saja hendak menutup mata, suara seseorang mengganggu kenyamanan Karin.

"Rin, geser dong!" Suara itu berasal dari Tira, kakak Karin.

Karin mendengus kesal, tetapi tetap menggeser tubuhnya.
Kamar tidur itu memang milik dua orang.

Meskipun Tira sudah kuliah, ia tetap tinggal di rumah. Ya, ia memilih untuk pulang-pergi karena memang jarak dari rumah ke kampus bisa ditempuh dengan waktu kurang lebih 30 menit.

Karin memasang selimutnya asal. "Badan lo aja yang kegedean!"

Tira melirik sang Adik sinis, tetapi tidak membalas perkataannya. Ia sudah lelah. Ingin segera memejamkan mata dan terbawa ke alam mimpi. Belum ada lima menit, ia sudah tertidur pulas.

"Dasar tukang tidur!" kesal Karin.

Karena matanya sulit terpejam, Karin memutuskan untuk membaca sebuah komik digital di ponselnya. Ia terlalu asyik, sampai akhirnya baru tertidur pada pukul dua pagi.

#####

Hai hai hai, gimana nih part kali ini? Ada yang udah nge-fans sama salah satu tokoh di sini?😏 Zaza, misalnya?

Semoga hari kalian menyenangkan, yaa!

Dadah, sampai jumpa di part selanjutnya. Jangan sungkan buat komen kalau ada yang pengen dikomen, ya.

JUST BEING ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang