Karin mengerjapkan mata. Ia sadar bahwa apa yang ia lakukan saat ini tidak benar. Cepat-cepat ia berbalik arah dan berlari menjauh.
Sayangnya, kaki Karin tidak sengaja menginjak sebuah kaleng kosong. Tentunya hal itu menimbulkan suara teramat bising.
Kedua orang yang ada di dekat tembok itu menoleh.
Karin membelalakkan mata saat mengetahui bahwa kedua orang itu adalah Rian dan Raya. Namun, sesegera mungkin ia menetralkan ekspresinya.
"Sorry, gue ganggu, ya? Gue pergi dulu deh, kalian lanjut aja," ujar Karin sembari berjalan meninggalkan gang sempit itu dengan terburu-buru.
Gadis itu sudah kembali berada duduk di atas kursi panjang. Ia memainkan ponselnya sembari mengatur napas.
Baru sekitar satu menit berlalu, Karin merasakan seseorang menepuk bahunya.
"Rin."
Karin menoleh. Di depannya sudah berdiri sosok Rian.
"Lo habis ciuman sama Raya?" Pertanyaan itulah yang keluar pertama kali dari mulut Karin.
Rian melotot. Ia menatap sekelilingnya, lalu kembali menatap Karin.
"Astaghfirullah, gini-gini gue gak berani ngotorin bibirnya anak orang, Rin."
"Oo." Karin mengangguk. "Trus itu tadi ngapain?"
Rian menunduk. Ia menghela napas panjang berkali-kali sebelum menjawab pertanyaan Karin.
"Lo tau 'kan, Raya masih suka ngejar-ngejar gue. Gila, dia bahkan ngikutin gue. Udah kayak stalker aja. Karena gue ngeri, ya udah gue bilangin ke dia. Dia gak bisa dibilangin baik-baik, sampe teriak-teriak tadi."
Karin membulatkan bibirnya. "Harus banget posisinya kayak orang ci—"
"Ya, mau gimana lagi? Untung aja sepi di sana, jadi gue gak malu-malu banget," sela Rian.
"Lo sengaja nyari tempat sepi biar bisa—"
Lagi-lagi Rian memotong kalimat Karin sebelum ia benar-benar menyelesaikannya.
"Gak, Rin, ya Allah." Rian menatap gadis di depannya dengan gemas.
"Btw, lo ngapain di sini?" tanyanya, mencoba mengalihkan perhatian.
Karin hanya mengangkat plastik putih yang ia bawa sedari tadi.
"Gue mau pulang aja lah," ucap Karin, lalu berbalik arah tanpa menunggu balasan Rian.
"Gue anterin." Rian menyeimbangkan diri dengan langkah Karin.
Karin menoleh. "Emang lo ke sini jalan kaki?"
"Naik motor. Rumah lo deket dari sini, 'kan? Kita jalan kaki aja. Gak usah khawatirin motor gue. Gak bakalan ilang kok, udah gue kasih jimat," ujar Rian dengan santainya.
Karin memutar bola mata malas. Mereka meneruskan perjalanan dengan diam, hingga keduanya sampai di depan rumah Karin.
Karin menatap Rian dengan tatapan yang sulit diartikan. Tanpa aba-aba, ia memeluk Rian erat. Rian yang terlalu shock dengan apa yang terjadi padanya, tidak sempat membalas pelukan itu.
"Ri, walaupun lo cowok paling gak jelas yang pernah gue temuin, gue tau lo cowok baik. Lo pasti bisa ketemu orang yang bener-bener pas buat hati lo. Bukan Raya, bukan juga gue, tapi pasti ada. Lo yang kuat, ya," bisik Karin tepat di telinga Rian.
Tepat setelah mengatakan hal itu, Karin melepas pelukannya. Tatapannya datar saja. Ia mulai memasuki rumah tanpa memberikan Rian kesempatan untuk berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BEING ALONE
أدب المراهقينIni tentang Karin, seorang siswi SMA yang sudah muak dengan semua orang, terutama keluarganya sendiri. Ia hanya ingin hidup tenang dengan jalan hidup yang dipilihnya. Tanpa gangguan dan kekangan. Bukan. Karin bukan gadis cantik dan baik hati yang di...