•Jarang-Jarang•

6 0 0
                                    

Karin masih memakan jajanannya dengan santai. Suasana kelas tidak terlalu ramai karena di jam istirahat seperti ini, teman-temannya lebih memilih untuk nongkrong di kantin.

Gadis berambut sepunggung itu mengernyitkan alis saat tiba-tiba Pak Adi sudah berdiri di tengah pintu kelas. Matanya seakan mencari-cari seseorang.

"Siswi yang bernama Karin apakah ada di sini sekarang?" tanya Pak Adi.

Karin yang masih makan dengan tenang hampir tersedak karenanya. Ia mengerjapkan mata berkali-kali.

Perlahan, ia mengangkat tangan. "Saya, Pak. Ada apa, ya?"

Gadis itu mulai berjalan mendekati Pak Adi karena mendapatkan isyarat agar lekas mendekat. Mereka mulai berbincang empat mata. Siswa-siswi yang berada di dalam kelas menatap penasaran, tetapi tidak ada yang berani mendekat.

"Begini, saya mohon maaf karena sudah merobek kertas ulangan kamu kemarin," ujar Pak Adi.

"Eh?" Karin mengangkat sebelas alis.

"Iya, maafkan saya. Sebenarnya kamu gak nyontek 'kan, kemarin?" tebak Pak Adi.

Karin masih menatap guru geografinya tidak percaya.

"Kamu gak perlu ngulang. Saya anggap kamu lulus di ulangan yang kemarin," ujar Pak Adi tanpa menunggu kalimat respon dari Karin.

Karin membelalakkan mata. "Beneran, Pak?"

Pak Adi mengangguk tegas.

"Wah, terima kasih banyak, ya, Pak." Karin menundukkan kepala dengan sopan. "Tapi kalo boleh tau, kenapa Bapak bisa bilang begini?"

"Ada satu temanmu yang melapor. Saya gak perlu ngasih tau ke kamu siapa yang melapor ke saya, atau siapa pelakunya," ujar Pak Adi lagi. "Ya sudah, kamu lanjutkan makan saja. Saya pamit dulu."

"Terima kasih sekali lagi, Pak," ujar Karin seraya tersenyum.

Jarang-jarang Pak Adi baik kayak gini. Tapi syukur deh, batin Karin sembari menatap kepergian gurunya.

Baru saja duduk di kursinya kembali, Damar sudah memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

"Kenapa, Rin? Ada masalah? Lo gak kenapa-kenapa, 'kan?"

Karin menghela napas. "Lo nanya seakan gue habis ngapain gitu."

Damar terkekeh. "Ya, habisnya gue panik."

"Masalah yang ulangan waktu itu udah selesai. Pak Adi minta maaf tadi," ujar Karin.

Reaksi Damar tidak kalah terkejut dengan Karin beberapa saat yang lalu.

"Trus, pelakunya udah ketahuan belum?" tanya Damar.

Karin mengangguk. "Tapi Pak Adi gak ngasih tau orangnya, termasuk siapa yang lapor. Ya udah lah, toh gue udah nebak pelakunya siapa. Biarin aja."

"Aku tak mudah mencintai, tak mudah bilang cinta. Tapi mengapa, kini denganmu aku jatuh cinta?"

Damar dan Karin menatap ke asal lantunan lagu milik putra dari penyanyi dangdut terkenal itu. Siapa lagi di kelas ini yang suka menyanyikan lagu melow kalau bukan Rian?

"Dateng-dateng udah galau aja lo," ucap Karin.

Rian duduk tepat di depan gadis itu.

"Tuhan tolong dengarkanku. Beri aku dia. Tapi jika belum jodoh, aku bisa apa?" Rian malah menyambung lagunya. Matanya terus tertuju pada Karin.

"Ya, gak bisa apa-apa lah," ujar Karin sembari tertawa geli. "Lagian ngapain ngejar orang yang belum jelas dia jodoh lo atau bukan?"

Rian tersenyum. "Walaupun belum jelas dia jodoh gue atau bukan, tapi kalo hati gue udah terpaku sama dia, ya, gue bakalan terus ngejar."

JUST BEING ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang