•Karena Rian•

4 0 0
                                    

"Rin," panggil Vano.

Karin menoleh. "Apa?"

"Liat besi itu deh. Warnanya belang." Vano menunjuk ayunan yang berada tidak terlalu jauh darinya.

Karin mengikuti arah telunjuk Vano. "Ayunan itu? Bukannya sama aja?"

"Coba perhatiin baik-baik deh," perintah Vano.

Karin menyipitkan matanya. Ternyata memang benar apa yang dikatakan Vano.

"Gabut banget lo liatin gituan," cibir Karin sembari mengalihkan pandangannya.

Vano tertawa kecil. "Gue suka aja merhatiin hal-hal kecil."

Keduanya melanjutkan perjalanan menuju kantin dalam diam. Baru beberapa langkah, mereka berpapasan dengan Pak Adi.

"Kamu, hasduknya mana?" Pak Adi menunjuk Karin.

Karin meraba kerah seragam pramukanya. Kemudian, ia tersenyum tanpa dosa.

"Ketinggalan di kelas, Pak," ujar Karin.

"Kamu juga, mana hasduknya?" Pak Adi menunjuk seseorang di belakang Karin.

Pak Adi berkacak pinggang. "Kalian berdua, push up sekarang juga! Masing-masing 30 kali."

Karin menurut. Ia bersiap di posisi push up. Saat melihat siswa yang akan dihukum bersamanya, ia sedikit mengernyit.

Rian?

Sementara Rian juga tidak kalah terkejut saat melihat Karin. Namun, keduanya memilih untuk mengerjakan hukuman itu tanpa berbicara apapun.

Push up 30 kali bukan hal yang sulit bagi Karin. Vano yang memakai atribut lengkap hanya menatap dua temannya sembari geleng-geleng kepala.

"Satu, dua, tiga, empat, lima ...." Pak Adi menghitung pergerakan Karin dan juga Rian.

Tidak lama kemudian, hukuman selesai. Karin berdiri, diikuti oleh Rian.

"Selesai, Pak," ucap Karin yang diangguki Rian.

Pak Adi menatap Rian dan Karin tajam. "Ambil hasduk kalian! Jangan sampai bapak lihat kalian tidak memakai hasduk lagi!"

"Iya, Pak," balas Rian dan Karin bersamaan.

"Contoh teman kamu ini. Dia pakai atribut lengkap, rapi pula." Pak Adi menunjuk Vano.

"Iya, Pak," balas Karin.

Pak Adi menatap Karin dan Rian bergantian sebelum benar-benar pergi.

Vano menghela napas. "Udah gue bilang, 'kan?"

Karin tidak berniat menanggapi. Ia segera membalik badan menuju kelas. Baik Vano maupun Rian sama-sama mengikutinya.

"Karin kuat juga, ya, Van? Push up segitu kayak gak ada apa-apanya. Kalo cewek lain, mungkin udah minta keringanan di awal."

"Namanya juga Karin."

"Parah, sih. Gue aja capek."

"Lo aja yang kurang olahraga."

"Hehe, kok lo tau, sih?"

"Keliatan banget."

"Iya deh, nanti gue coba biar lebih rajin olahraga kalo gak males. Btw, lo sama Karin—"

Karin menghentikan langkahnya, membuat kedua lelaki di belakangnya juga berhenti melangkah.

"Lo berdua kalo mau pacaran jauh-jauh sana! Berisik tau gak, sih?" kesal Karin.

JUST BEING ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang