Karin sedang berada di kafe favoritnya. Sudah tiga jam ia duduk dengan tenang bersama Raya dan Vano. Ya, mereka bertiga sedang mengerjakan tugas kelompok.
Entah mendapat ide dari mana, Raya terpikirkan untuk menggoda Karin yang masih fokus dengan laptopnya.
"Rin," panggil Raya.
Karin bergumam singkat.
"Karin," panggil Raya lagi.
"Apa?" Karin menyahut, tetapi pandangannya masih pada benda yang sama.
"Rin, liat deh, ada cogan. Manis banget woi!" ujar Raya antusias. Ia menunjuk seorang pria berkumis tebal di meja seberang.
Karin langsung menoleh. "Mana?"
Satu detik. Dua detik.
Raya tertawa terbahak-bahak.
"Gue kira lo gak bakalan tertarik," ucap Raya di sela-sela tawanya.
Karin mendecih. "Ya gue masih normal njir. Lagian cowok brewokan kayak gitu lo bilang ganteng? Ray, Ray."
Raya menghentikan tawanya. "Maaf, maaf. Gue cuma pengen liat reaksi lo."
"Dasar gabut!" kesal Karin.
"Eh, tapi nih, ya," Raya membenarkan posisi duduknya, "gue kira lo gak bakalan tertarik tadi. Secara, lo, 'kan, tiap hari deket sama cogan."
Raya melirik Vano yang sedari tadi hanya menyimak obrolan dua perempuan di hadapannya.
"Mana ada cogan?" ketus Karin.
"Ada. Tuh, si Babang Vano." Raya mengarahkan tangannya ke arah Vano.
Karin tertawa mengejek. "Dia aja yang selalu deket-deket gue."
"Gue, 'kan, penggemar berat lo, Rin," sahut Vano. Ia menunjuk dirinya sendiri dengan begitu bangganya.
Raya tertawa sembari menggelengkan kepala.
Tiba-tiba ponsel Karin berdering. Menandakan ada sebuah panggilan masuk. Karin mengernyit saat melihat siapa peneleponnya. Reza.
"Halo, kenapa?" tanya Karin setelah mengangkat telepon itu.
"Lo sekarang di mana? Ibu masuk rumah sakit," ujar Reza di seberang sana.
Deg!
Karin membelalakkan mata. "Serius lo? Gue masih kerja kelompok nih. Rumah sakit mana? Bentar lagi gue ke sana."
Vano dan Raya menatap Karin penasaran.
"Rumah sakit X. Kamar Bougenville," balas Reza.
"Oke, bentar lagi gue ke sana."
Karin mematikan sambungan telepon. Ia masih tidak percaya ibunya masuk rumah sakit. Pasalnya, ia tidak pernah melihat sang Ibu kesakitan selama ini.
"Kenapa, Rin?" tanya Vano.
Karin mengusap wajahnya. "Nyokap gue masuk rumah sakit. Gue mau ke sana sekarang. Kalian lanjutin aja ngerjain tugasnya. Gak apa-apa, 'kan?"
Saat Karin hendak berdiri, Vano menahannya. "Gue ikut."
Vano menoleh pada Raya. "Ray, laptop Karin lo bawa dulu, ya? Sekalian benerin sama rapiin. Bisa, 'kan? Gue mau nganterin Karin."
"Eh, iya. Bisa kok. Kalian pergi aja. Ati-ati, ya. Semoga nyokap lo cepet sembuh, Rin. Salamin juga," ujar Raya.
Karin tersenyum sembari mengangguk. "Thanks, Ray. Maaf juga."
Raya menggeleng. "Gak apa-apa, santai aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST BEING ALONE
Fiksi RemajaIni tentang Karin, seorang siswi SMA yang sudah muak dengan semua orang, terutama keluarganya sendiri. Ia hanya ingin hidup tenang dengan jalan hidup yang dipilihnya. Tanpa gangguan dan kekangan. Bukan. Karin bukan gadis cantik dan baik hati yang di...