•Kado Untuk Vano•

3 0 0
                                    

"Van, lo gak ada niatan buat ngadain apa gitu?" Rian bertanya setelah ia menyelesaikan satu sesi game bersama Vano dan teman-temannya yang lain.

"Ad .... Eh, iya, hampir aja lupa." Vano menepuk jidatnya sendiri.

Lelaki bertubuh jangkung itu berdiri menuju ke depan kelas. "Temen-temen, gue ada info dikit."

Vano segera melanjutkan kalimatnya setelah semua teman sekelasnya sudah memfokuskan diri padanya. "Besok kalian dateng ke rumah gue, ya! Ada acara kecil-kecilan. Bakalan banyak makanan pastinya."

Mendengar kata makanan, Rian langsung antusias. "Makan-makan? Gas in lah, Van! Tenang, gue pasti dateng."

"Makan mulu isi otak lo," hardik Arid, siswa yang sedari tadi duduk di sebelah kiri Rian.

"Sirik aja lo." Rian melirik Arid sekilas. "Van, kalo bisa, sisain makanannya biar ada yang gue bawa pulang."

Vano tertawa. "Santai, besok gue sediain makanan khusus buat lo bawa pulang."

"Njir, gak tau diri banget lo, Ri! Udah diundang, morotin pula. Lo juga, Van. Malah diladenin beneran," kesal Arid.

Vano hanya tertawa menanggapi perkataan temannya itu.

"Siap, gue pasti dateng."

"Iya, Van. Gue bakalan dateng besok."

"Makasih undangannya, Ganteng."

"Siap, kebetulan gue lagi nganggur besok."

Berbagai macam kalimat persetujuan keluar dari mulut teman-teman sekelasnya. Vano tersenyum bahagia karenanya.

"Vano baik banget deh, mau nraktir anak sekelas," celetuk Mona.

"Gak apa-apa. Selagi masih bisa, kenapa gak?" Vano menanggapi.

"Selagi masih banyak duit, kenapa gak?" sahut Rian.

Lelaki itu kemudian melakukan selebrasi menggunakan sapu di depan kelas. Begitu heboh, sampai-sampai seisi kelas menatapnya aneh. Ada juga sepasang mata yang menatapnya sangat sinis.

"Lo lagi nyamar jadi badut Alfamei?" tanya Karin yang sedari tadi menatap Rian sinis.

"Aku? Jadi badut Alfamei? Hahaha, ups bagi dua." Rian menirukan gerakan pengiklan salah satu es krim.

"Gaje lo Anak Onta," cibir Arid.

Rian menatap temannya sembari mengernyitkan dahi. "Lo baru tau kalo gue gaje?"

"Dari dulu sih. Bodoamat lah, makin stres gue ngadepin manusia kayak lo." Arid memilih untuk kembali bermain.

Karin memegang kepalanya dan menggeleng tidak habis pikir. Hal yang sama juga dilakukan oleh Vano ketika melihat kegilaan Rian. Lelaki itu memilih untuk mendekati Karin.

"Rin, besok lo dateng, ya," pinta Vano.

"Jam berapa sih?"

"Sembilan."

"Oke, besok gue dateng. Awas aja kalo makanannya mengecewakan."

Vano tertawa geli. "Tumben. Ketularan Rian lo, Rin?"

"Hei, apa nih gibahin gue? Tapi gak apa-apa deh, gue emang terlalu ganteng. Makanya sering digibahin," ujar Rian yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Vano.

Karin menahan tawa sembari memalingkan wajah.

Rian menatap Karin. "Rin, besok lo dateng, 'kan? Dateng dong, ya. Nanti lo nyesel kalo gak dateng."

"Iya, bawel lo," ujar Karin. Ia kembali memainkan ponselnya. Namun, tiba-tiba ia teringat sesuatu.

"Ri," panggil Karin.

JUST BEING ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang