55. Malam bersamamu

8.8K 684 88
                                    

Mari kita berdoa, supaya wabah covid cepat menghilang dari muka bumi, hiks. Pengen banget udah bisa melakukan aktivitas normal di sekolah, seperti biasa-_

Satu Indonesia bilang, AMIN.

HAPPY READING

Sesuai kesepakatan mutlak yang dibuat Dirga pagi tadi, Alexa tidak boleh pulang bersama laki-laki manapun terkecuali dia sendiri dan juga Ayahnya. Barusaja beberapa jam yang lalu mereka enggg..., jadian. Dirga sudah tak segan menunjukkan sikap possesife nya itu.

“Pakai,” titah Dirga menyodorkan helm fullface miliknya yang tergantung disalah satu stang motor kepada Alexa yang masih berdiri.

Mengernyit sebentar, pelan-pelan gadis itu menampik helm tersebut. “Kok aku? Kamu aja, kan yang mengemudi," balasnya tersenyum singkat.

“Pakai,” tekan Dirga tak jengah dan kembali menyodorkannya.

Dengan senyum tertahan, lagi-lagi Alexa mendorong helm tersebut secara perlahan. “Kamu aja, yang lebih butuh. Aku nggak usah, hehe.”

“Pakai, sayang.”

Gadis itu menahan senyum meledak dibibirnya dengan mengalihkan pandangan. Ia belum terbiasa dengan perubahan sifat Dirga, perlakuannya, serta suasana setelah terjalinnya suatu hubungan.

“E-Emangnya kenapa sih? Biasanya kamu kan juga pake,” tutur Alexa menerima helm tersebut walau terasa sedikit canggung.

Dirga menaikan standar motornya, kemudian mendirikan kendaraan tersebut dengan mesin yang sudah menyala. “Keselamatan. Buat jaga-jaga, kalo terjadi apa-apa, lo nggak bakal terluka. Pakai helm nya, soal gue nggak usah dipikirin,” ucap Dirga.

Raut wajah Alexa langsung berubah datar, kala mendengar ucapan yang seharusnya tidak perlu dikatakan.

"Kamu ngomong apa sih? Nggak usah aneh-aneh," tukas Alexa masih saja menenteng helm, tanpa pikir memakainya.

Dirga menoleh ke samping. Diluar dugaan, laki-laki itu justru tersenyum sendu melihat ekspresi tidak suka yang ditimbulkan oleh kekasihnya. Tangan kirinya terlepas dari stang, lalu mendarat di sebelah pipi Alexa. Mengusap lembut pipi kenyal selembut sutra itu, dengan ibu jari. 

Tak lama, ibu jarinya itu turun kebawah sudut bibir, menariknya seolah memerintahkan Alexa untuk tersenyum.

"Jangan gini, senyum.... Nah, cantik." Alexa menurunkan tangan Dirga dari wajahnya, sembari mengulum bibir berusaha menyembunyikan senyumannya.

"Nggak usah ngomong aneh-aneh lagi ya? Aku benci, nggak suka." 

"Gue bakal lebih benci, kalau lo luka." Dirga menatapnya lekat, berujar dengan nada rendah dan sorot serius.

Pada akhirnya, tidak ada salah satunya yang memakai helm. Alexa memutuskan untuk menolak, karena alasan menjadi penumpang, bukan pengendara.

Dari kejauhan, Alam dengan jaket Hoodie berwarna hitam, menatap nanar kebersamaan sejoli dari awal berbincang, saling mengumbar senyuman hingga pergi bersama-sama meninggalkan luka, untuk Alam seorang diri.

Ada amarah dibalik sorot matanya yang menyedihkan itu. Alam sendiri tidak bisa apa-apa. Dia sakit, tapi tak berdaya. Dia mati-matian berjuang keras untuk merelakan, hanya demi satu tujuan. Kebahagiaan gadis itu.

Damn it! Rasanya begitu menyesakkan. Tekanan ini sanggup menyiksanya. Kalian tau? Bagaimana merasakan sakit, namun mencoba menahan secara paksa rasa itu hingga menumpuk. Alam hanya bisa melihat, merasakan sakit, tanpa mampu memberontak.  Ia rela menahan rasa siksaan yang perlahan merambat ke seluruh hatinya, hanya untuk Alexa.

DIRGANTARA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang