Prolog

262 21 0
                                    

“Awali semuanya dengan basmalah, kemudian akhiri dengan hamdalah.”

@Listya12

***

Gadis yang terbalut gaun pengantin itu menutup mulutnya meski telah memakai cadar. Batuk yang tak berkesudahan ternyata berpengaruh pada konsentrasi calon suaminya yang akan segera mengucapkan akad.

“Kamu baik-baik saja, Ai?” tanya Yusuf dengan cemas. Padahal kemarin dia masih melihat gadis ini dengan wajah sumringah.

“Buka saja cadarmu itu, sepertinya sedikit mengganggu batukmu,” ucap Yusuf saat melihat Aisyah yang tidak merespon, kecuali suara batuk yang tiada henti.

“Lepaslah, biasanya di kampus juga tidak kamu pakai.” Tidak kehilangan akal Yusuf mencari alasan. Hingga sebuah noda merah terlihat di cadar berwarna putih tulang itu, Yusuf dibuat panik bukan kepalang.

Astaghfirullah! Ai ... a-apa yang terjadi?” Aisyah ambruk di bahu Yusuf, semua orang yang menghadiri majelis dibuat panik pula. Salah seorang gadis dengan pakaian syar’i langsung menghampiri Aisyah, dia berusaha untuk membantu.

“T-t-tunggu dulu. K-ka-u ... Aisyah, ‘kan?” tanya Yusuf kepada gadis tersebut yang sangat familiar di matanya. Semua orang yang panik seketika diam, bingung melihat reaksi Yusuf pada gadis yang jelas bukan Aisyah.

“Aku bukan Aisyah!” tegasnya cepat. Air matanya sudah memenuhi kelopaknya, siap meluncur kapan saja.

“Syifa, Rani, Dara! Apa yang kalian lakukan? Ayo bantu, cepat!” titahnya. Yang dipanggil segera berangsur mendekat.

“Biar Ayah yang membawanya!” Suara berat datang dari arah pintu Masjid. Orang yang mengaku sebagai “ayah” itu menghampiri meja akad.

“Siapa yang memperbolehkan Anda masuk? Zaid!!” Gadis itu memanggil keamanan dengan mata berapi.

“Jangan egois, Fat! Kita harus segera membawa Kakakmu ke rumah sakit sekarang. Atau ....”

“Atau apa, hah?! Anda sudah tidak punya hak atas kami berdua! Mohon pergi sebelum saya menyuruh keamanan untuk menyeret Anda dari sini!”

“Pak Kyai kami mohon maaf, karena pernikahan ini harus ditunda terlebih dahulu.” Syifa mewakilkan untuk meminta maaf, karena acara ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.

“Tidak, jangan ditunda,” ujar Yusuf yang sedari tadi diam memahami situasi aneh ini.

“Apakah kau gila-”

“Ya, aku gila. Manusia jenis apa yang mau dengan lelaki sepertiku? Bahkan orang yang kucintai, ternyata menipuku! Pernikahan ini ... dibatalkan!” tegas Yusuf memotong ucapan gadis berpakaian syar’i dengan cadar terpampang indah yang menutupi sebagian wajahnya. Emosinya semakin membara. Rasa kecewa, terkhianati, marah, dan masih banyak lagi telah bercampur jadi satu.

“Lihatlah! Kau tidak kasihan dengan Kak Aisyah yang sedang kesakitan?” tanya gadis itu, melihat Aisyah yang sudah digotong menuju mobil.

“Dan coba kau lihat aku yang juga kesakitan ini! Sakit!” Yusuf menepuk kasar dadanya. Entah bagaimana dia harus menghadapi kenyataan yang menyakitkan ini.

“Kau egois!”

“Ayo, ikut aku!” Yusuf mencengkeram lengan itu dengan kuat. Dan mau tidak mau, gadis dengan mata cokelat itu megikuti langkah Yusuf pergi dari kerumunan.

“Kami akan mengurus Kak Aisyah, Kak!” cetus Rani dengan suara lantang, karena mereka sudah menjauh dari dalam masjid yang dijadikan tempat akad.

“Sekarang jelaskan!” Yusuf mengehempaskan tangan gadis itu dengan kasar.

“Sebenarnya, ada apa denganmu?!”

“Sebenarnya siapa kau?!”

“Aku Fatimah! Aku bukan Aisyah!” pekik Fatimah dengan nada tinggi.

“Coba buka cadarmu,” ucap Yusuf dengan nada yang tidak sekasar tadi.

“Maaf, kau tidak punya hak atas itu!”

“Kau takut, ‘kan?”

“Fatimah!” Yang dipanggil menoleh, kemudian membuang muka saat tahu siapa yang datang. Dia hendak meninggalkan Yusuf dan tempat itu, namun dicegah.

“Dia Ayahmu?” tanya Yusuf menarik lengan Fatimah.

“Bukan urusanmu!” Fatimah berusaha lepas dari cengkeraman Yusuf, namun begitu sulit. Lengannya sangat perih, tapi Yusuf sama sekali tidak merasa kasihan akan hal itu.

“Lepaskan Fatimah!” perintah seorang lelaki tengah baya yang berpostur tinggi tegap itu. Namun Yusuf tetap enggan.

“Apa mau Anda?!” sinis Fatimah, terus berusaha melepaskan diri dari Yusuf.

“Ayolah, kita bicarakan semuanya secara baik-baik. Mari, ikut Ayah.”

“Dia bukan hak Anda lagi, Om!” tegas Yusuf.

“Heh, pemuda! Kau ini siapa ikut campur urusan keluarga kami?!”

“Keluarga? Keluarga Anda bilang?” Fatimah tersenyum mengejek, meski tidak dilihat oleh siapapun karena tertutup cadarnya.

“Kau adalah Fatimahku, putri bungsu Ayah yang-”

“Cukup! Sebenarnya apa mau Anda sehingga datang ke sini? Pasti tidak untuk hal sepele bukan? Setelah Anda menelantarkan kami, dan memilih hidup dengan janda murahan seperti itu ....”

“Jaga bicaramu, Fat!” Lelaki itu menampar Fatimah dengan keras. Yusuf yang melihat tidak tinggal diam, dan memberikan sebuah bogeman mentah setelah melepas tangan Fatimah. Dia sangat tidak terima jika melihat kekerasan pada perempuan, meski tadi dia sempat bersikap kasar pada Fatimah karena terbawa emosi.

“Suf! Sudah, jangan diteruskan!” Fatimah menarik cepat tangan Yusuf yang bersiap memberikan bogeman lagi pada lelaki tersebut.

“Kurang ajar!” Lelaki yang mengaku sebagai ayah Fatimah itu melayangkan pukulan ke arah Yusuf. Namun mendarat sempurna di pelipis Fatimah yang melindungi Yusuf. Hal itu menyebabkan Fatimah tak sadarkan diri dan jatuh pingsan.

“Ai!!” pekik Yusuf tanpa sadar, dia sudah terbiasa dengan panggilan itu.

“Jangan bodoh, pemuda! Dia Fatimah, bukan Aisyah!”

“Bagaimana Anda bisa memastikan?” tanya Yusuf dengan penuh amarah.

“Aku Ayahnya! Aisyah tidak sekuat dan sekeras kepala seperti gadis ini!” Lelaki tersebut segera meninggalkan mereka. Yusuf berusaha menggendong Fatimah dan membawanya pergi agar segera diberikan pertolongan pertama.

***

@Listya12

Hai, Readers kesayangan akuuu 😙

Happy Reading, ya 😗 semoga penasaran dengan next part wkwk🤣🙈

Jangan lupa beri krisar pada Author 😙

See you 😙

Aku (Bukan) Aisyah [END✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang