Keribetan Para Orang Tua

41 8 0
                                    

"Orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya,dan segala cara akan dilakukan agar anaknya bahagia."

@Listya12

***

“Haha ... Ning Zula tidak perlu tahu. Karena pasti Ning Zula tidak akan memberitahu seseorang yang Njenengan maksud sendiri, ‘kan?”

“Dia kamu ....”

Yusuf menatap gadis itu dengan tampang terkejut, namun Ning Zula menatap ke arah lain. Dia sedikit memutar tubuhnya hingga membelakangi Yusuf, karena dia tidak mau jika lelaki tersebut melihatnya yang mulai berurai air mata. Dengan sigap, dia menghapus kasar air mata yang berhasil lolos dari kelopaknya.

“Lelaki itu kamu, Kang ...,” jelas Ning Zula lagi, dia mulai menormalkan suara agar tidak terlihat serak karena tangisnya benar-benar tidak bisa diajak kompromi.

“Ning ... s-s-saya ....”

“Siapa perempuan yang Kang Yusuf maksud? Bukan Zula, ‘kan?” Ning Zula kembali menatap Yusuf dengan senyuman yang tidak dapat dijelaskan, apalagi dengan sisa air mata yang membelah pipi tirusnya.

Yusuf tertegun melihat gadis tersebut, dia bingung menjawab apa. Dengan berani, dia bertanya, “S-sejak kapan ... Ning Zula-”

“Sejak pertama kali Kang Yusuf hadir mengisi kekosongan hati Zula,” potong Ning Zula. Dia semakin menekan matanya agar tidak mengeluarkan air, namun malah semakin deras mengalir hingga membuatnya malu sendiri dengan Yusuf.

“Maaf ... Zula malah nangis,” ucap Ning Zula mengambil sapu tangan yang biasa dia bawa ke manapun, kemudian mengusap wajahnya yang penuh air mata.

“Tapi maaf, Ning ... saya ....”

“Zula sudah menduga sejak awal ... makanya Zula bertanya untuk memastikan.” Ning Zula berusaha tersenyum dalam bingkai tangisnya yang belum reda.

“Ning ...,” panggil Yusuf.

“Jangan paksa Zula untuk melakukan hal yang tidak Zula mau, Kang. Kang Yusuf sudah tahu perasaan Zula yang mengakar kuat ini, karena kita sama-sama berjuang untuk orang yang memperjuangkan orang lain.” Miris, saat kita tahu orang yang kita perjuangkan malah memperjuangkan orang lain. Dan rasanya dunia bagai di belah menjadi dua kubu, satu kubu menganjurkan kita bertahan, yang lain memaksa kita agar menyerah dengan takdir.

“Saya tidak memaksa Njenengan, Ning. Tapi bukankah saya sudah mengatakan di awal, bahwa sebaiknya kita tidak perlu tahu perasaan orang lain? Saya juga sakit, Ning, makanya saya tidak ingin Ning Zula merasakan hal yang sama.” Yusuf bingung harus mengatakan apa, dan dia tidak tahu harus melakukan apa di situasi seperti sekarang ini.

“Terlambat, Kang ....”

“Tidak ada kata terlambat untuk mencoba, Ning. Sebaiknya Ning Zula lupakan saya yang hanya seorang lelaki tidak tahu diri, dengan tega menyakiti hati seorang perempuan baik seperti Ning Zula.”

“Tidak bisakah Kang Yusuf mencintai Zula? Tidak ada kata terlambat untuk mencoba, bukan?” Ning Zula membalikkan ucapan Yusuf, dia menepis gengsi dalam hal itu.

“Tapi saya tidak bisa, Ning ....”

“Sama ... aku juga tidak bisa!” Ning Zula menahan emosi yang mulai tersulut.

“Mungkin sebaiknya kita dengan jalan masing-masing, Ning. Jatuh cinta adalah langkah kita mempersiapkan diri untuk patah hati, itu sudah konsekuensi dan hukum alam, Ning. Kita tidak bisa memaksakan kehendak, karena hanya Allah yang mampu memutuskan setiap rancangan takdir untuk hamba-Nya. Manusia hanya berencana, Ning, meskipun kita tetap boleh berjuang.”

Aku (Bukan) Aisyah [END✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang