"Kemarahan seseorang pasti memiliki alasan."
@Listya12
***
Hari yang cukup melelahkan, dan waktu seperti sangat lambat berlalu. Aisyah sudah sampai di depan rumah siang ini, karena mata kuliah di sore hari kosong. Ternyata motor Yusuf juga sampai di sana setelah Aisyah keluar dari angkot.
“Kamu ngapain ke sini?!” ketus Aisyah.
“Aku ... em ... aku juga nggak tahu, hehehe.”
“Udah sana pergi!”
“Ngusir nih? Nggak disuruh mampir?” Yusuf berwajah melas.
“Nggak ada orang di rumah. Husshhh! Sana pulang!!” Aisyah mendorong tubuh Yusuf yang hendak memasuki gerbang rumah tantenya.
“Ada siapa, Kak?”
“Tuh ... katanya nggak ada orang,” ucap Yusuf.
“Ihh! Pergi, nggak?!!” Aisyah berteriak dengan wajah memerah padam.
“Siapa, Fff-”
“Kak! Ibu nggak ada di rumah! Katanya nggak boleh ada tamu cowok!” pekik Hilma sembari membungkam mulut sepupunya yang datang bersama kursi rodanya.
“Tuh! Dibilangin juga! Sana pergi sebelum aku panggilin ketua RT!” sengit Aisyah.
“Keburu amat manggil pak RT? Aku cuma mau mapir doang, bukan mau ngelamar,” oceh Yusuf yang membuat Aisyah semakin kesal.
“Kak ... jangan ke sana!” tegas Hilma walau dengan suara lirih. Gadis berkursi roda itu tak menghiraukan Hilma dan perlahan mengintip saudarinya yang berbicara dengan seorang yang dikenalnya.
“Pergi nggak?!!” ancam Aisyah dengan mata berapi.
“Ngajak aku pergi, Ai? Ayok, mau ke mana kita sekarang? Ke KUA ... atau-”
“Kuburan!”
“Astaghfirullah, Ai ... meski aku tahu kamu cinta mati banget sama aku, kita harus ngelangsungin hidup di dunia dulu.”
Tiba-tiba sebuah pot tersenggol oleh tangan gadis yang mengintip di belakang gerbang, dan dia bergegas masuk ke rumah tanpa memperdulikan pot yang berantakan tadi.
“Siapa itu, Ai? Nggak sopan banget nguping,” cetus Yusuf.
“Kamu tuh yang nggak punya kuping! Dibilangin suruh pergi, malah ngeyel aja dari tadi! Bye!” Aisyah langsung pergi dan menutup gerbang, agar Yusuf tidak berusaha mengikutinya. Sebelum masuk, dia membereskan pot tadi terlebih dahulu.
“Oke! Aku pergi, Ai!! Tapi aku bakal balik lagi!!!” teriak Yusuf. Aisyah yang mendengar hanya menganggapnya angin lalu, sebab ada satu hal yang lebih mengkhawatirkan daripada ocehan nggak jelas milik Yusuf.
“Kakak di mana, Hil?” Dia terburu masuk ke dalam rumah, dan membuang tasnya asal. Perasaannya sudah sangat kacau jika menyangkut kakaknya.
“Astaghfirullah! Kakak ... j-jangan lakuin itu!”
“Kau siapa, berhak menyuruhku?!”
“Kak Sa ... please, letakkan pisau itu,” pinta Hilma dengan wajah parno-nya.
“Kak ... aku nggak ngapa-ngapain sama Yusuf! Sumpah demi Allah!”
“Jangan bawa-bawa nama Allah dalam sumpahmu, SAUDARI NUR FATIMAH AL-CHUSNA!!!” pekiknya dengan mengacungkan pisau ke arah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (Bukan) Aisyah [END✔️]
Roman d'amour"Cinta memang rumit. Serumit itu aku menafsirkan perasaan terhadap dirimu. Karena aku bukan diriku yang kau kenal." *** Yusuf jatuh cinta pada sosok bermata cokelat yang ditemuinya saat hari pertama orientasi mahasiswa baru. Dia berusaha untuk dekat...