Buku Aisyah Tertinggal

56 10 0
                                    

“Tidak ada yang salah dengan cinta. Terkadang manusialah yang membuatnya rumit, hingga menderita.”

@Listya12

***

Rasa cinta menyelimuti setiap hati manusia, dan patah hati berlaku untuk siapa saja tanpa terkecuali. Meski kau anak sultan, kyai, atau buruh sekalipun, tersakiti tak memandang kasta tersebut. Yang membedakan adalah hati yang kokoh, siap siaga dengan rasa kecewa, serta mampu menyembuhkan lukanya. Meski setiap orang bisa, namun mereka sendiri yang memustahilkan kesempatan.

“Nte, aku pamit,” ucapnya dengan mencium punggung tangan tantenya.

“Kau pasti bisa melewati semua ini, Nak,” ucap tante dengan mengelus kepala gadis yang beranjak dewasa itu.

“Ouuh ... lihatlah. Dulu kau sangat kecil, dan sekarang sudah sebesar dan secantik ini.” Mata tante berkaca-kaca.

“Nte ... aku hanya akan pergi kuliah, bukan pergi dari rumah. Jadi, hapus air mata menyebalkan ini, sangat mengganggu kecantikan Tante yang tidak pupus oleh zaman.” Tante langsung memeluk keponakannya itu dengan hati pilu. Gadis ini telah menanggung beban yang sangat berat, dan cobaan bertubi-tubi datang silih berganti.

“Heii ... aku baik-baik saja, Nte. Oke?” ucapnya melepaskan pelukan tantenya dengan perlahan, dan menghapus sisa air mata yang dengan tega membelah pipi tirus sang tante.

“Katakan pada Tante jika semua ini membebankanmu. Kita sudahi saja-”

“Nte ... I’m fine, oke?” Gadis tersebut mencium pipi tantenya dan berlari pergi.

Assalamu’alaikum, Tanteku sayaaaaang!!” teriaknya saat sampai di depan rumah, kemudian berjalan mencari angkutan umum. Dia selalu tidak mau jika diantar ke kampus menggunakan mobil, kecuali hari pertama masa orientasi waktu itu.

“Dia sudah pergi?” tanya seorang gadis yang memakai kursi roda.

“Baru saja. Kau butuh sesuatu, Nak?”

“Tidak, Nte. Dia lupa membawa tugasnya,” ucap gadis itu sembari memperlihatkan sebuah buku catatan.

“Oke, Tante susulin. Mungkin dia masih di area sini. Kamu kalau butuh apa-apa, nanti panggil Hilma.” Tante segera melangkah pergi menyusul keponakannya itu, namun kehilangan jejak.

“Permisi,” ucap tante pada sosok lelaki yang tiba-tiba menghentikan motornya dan membuka tas di depan rumah tante.

“Eh, saya?” tanyanya bingung, sembari menengok sebelahnya yang tidak ada orang lain. Tante mengangguk dan lelaki tersebut turun dari motor.

“Maaf, tidak boleh parkir di sini, ya?” tanyanya dengan wajah bersalah.

“Bukan ... bukan itu maksud saya. Kamu temannya Fff ... eh, Aisyah, ‘kan?”

“Aisyah? Ouuh, Aisyah yang galak tapi ngangenin itu, ya?” Lelaki itu adalah Yusuf, dan tante tahu hal itu.

“Kamu yang namanya Yusuf, ‘kan? Saya Tantenya Aisyah.”

Aku (Bukan) Aisyah [END✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang