“Setiap manusia mempunyai hak untuk jatuh cinta. Tapi jagalah hatimu sebelum kau rasakan sakit pada akhirnya!”
@Listya12
***
Telah beberapa minggu ini Ning Zula berpuasa, padahal hutang puasanya saat Ramadan sudah terbayar lunas saat enam hari di awal Syawal usai idhul fitri. Jika dia melakukan puasa senin-kamis, seharusnya hari selasa dan rabu dia tetap makan seperti biasanya, nyatanya dia terus menerus melakukan puasa hingga tulang pipi dan pinggulnya semakin jelas terlihat. Bahkan kadang dia tidak makan saat sahur ataupun buka puasa, hanya meminum beberapa teguk air putih untuk membasahi kerongongannya saat istirahat dari muraja’ah hafalannya.
“Kau ini kenapa, Nduk?” tanya ummi dengan wajah khawatir. Beliau sudah tidak tahan melihat sikap putrinya yang sangat aneh akhir-akhir ini. Menyendiri di kamar dengan mushaf yang tak lepas dari tangannya, tak pernah terlihat saat ngaos kitab abah, dan bahkan tidak pernah bicara panjang lebar seperti dulu kepada semua orang.
Ummi mengelus kepala yang tertutup jilbab panjang itu dengan menitikkan air mata, dengan lembut beliau berkata, “Apa kau membenci Ummi, hemm?”
“Biarkan Zula sendiri, Mi,” lirih Ning Zula tanpa mau menatap ummi yang sedang berada di dekatnya.
“Bukankah kau berminggu-minggu menghabiskan waktu sendiri?” tanya ummi, tangannya mulai bergetar dan pundaknya berguncang.
“Allah bersama Zula,” jawab Ning Zula dengan tatapan kosong. Matanya berkantung dan mulai menghitam, bibirnya terkatup dengan nafas yang tenang.
Ya, berminggu-minggu sudah cukup baginya menghabiskan air mata, dan mulutnya hanya terlantun kalam-kalam Allah yang menjadi obat paling mujarab, mana kala sanubarinya tertohok sembilu.
“Tidak baik melakukan hal berlebihan seperti ini, Nduk. Ummi tahu kalau memuraja’ah itu harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, agar tidak lupa. Tapi, setidaknya jangan jadikan hal itu sebuah alasan untuk melarikan diri dari masalah.”
Perkataan ummi berhasil meloloskan air mata Ning Zula, namun dia tetap diam dengan tatapan yang kosong.
“Kau adalah manusia sosial, yang membutuhkan peran orang lain. Kau adalah manusia, yang butuh makan dan juga minum. Kau adalah manusia, yang harus menjalankan tugasmu menjadi manusia layaknya orang lain. Tidak seperti ini, Nduk, tidak ....”
Ummi tak kuasa lagi menahan tangisnya. Dengan kedua telapak tangannya, beliau menangkup wajah putrinya yang tidak terlihat tanda-tanda gairah hidup, tidak ada binar kebahagiaan di sana, tidak ada kehidupan yang membuatnya bersemangat untuk menjalani masa depan. Hanya kelabu yang menutupi rona dalam wajahnya, hanya hati yang bertahan meski rapuh dan terkoyak, hanya ada kebingunan dalam raut datar yang sekarang mulai mengeluarkan air mata di hadapannya, hanya itu.
“Masalah tak selamanya menghantuimu, Nduk. Jika kau berusaha mencari jalan keluarnya, kau akan mendapatkan hasil dan hikmah di dalamnya. Bukan malah lari dalam diammu seperti ini ... bukan seperti ini yang Ummi dan abah ajarkan selama ini.”
Ning Zula benar-benar terketuk hatinya, kemudian berhambur dalam pelukan ummi yang selalu membuatnya nyaman. Ya, seharusnya dia mencari jalan keluar atau meminta nasihat pada orang terdekatnya, bukan malah menyembunyikannya rapat-rapat dan membuat semua orang khawatir seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (Bukan) Aisyah [END✔️]
Romance"Cinta memang rumit. Serumit itu aku menafsirkan perasaan terhadap dirimu. Karena aku bukan diriku yang kau kenal." *** Yusuf jatuh cinta pada sosok bermata cokelat yang ditemuinya saat hari pertama orientasi mahasiswa baru. Dia berusaha untuk dekat...