"Setiap hal perlu dipersiapkan dengan sebaik mungkin, bukankah begitu?"
@Listya12
***
Kiki meminta penjelasan pada Fatimah tentang hal itu. Akhirnya Kiki ikut izin tidak mengikuti kelas karena rasa keponya. Mereka sedang berbincang panas di ruang tamu, ditemani es degan yang Fatimah beli tadi sewaktu Kiki sampai.
“Aku nggak habis pikir sama kamu, Fat,” cetus Kiki setelah mendengarkan penjelasan dari gadis itu. Dari mengulangi penjelasan tentang dia dan kakaknya, cinta kakaknya kepada Yusuf, hingga lelaki itu akan terjebak dalam sebuah perjodohan. Dan satu lagi, dia juga menceritakan bahwa semua ini adalah idenya, memaksa sang kakak menikah dengan lelaki itu. Memang menyakitkan, tapi dia pikir ini yang terbaik.
“Ini memang sudah takdir, Ki,” ucap Fatimah membela diri.
“Apanya yang takdir? Akan selama apa kamu menyembunyikan ini semua, Fat?” tanya Kiki kecewa, kemudian dia melanjutkan, “Kamu nggak bakal tahu, seterluka apa Yusuf jika mengetahui kebenarannya!”
Fatimah sempat sadar, namun segera menepis rasa ragunya. “Aku akan menerima konsekuensinya, Ki. Yang paling penting adalah kebahagiaan kakak.”
“Wahh ... kau sudah gila, Fat. Apakah kamu berpikir hingga jangka panjang? Konsekuensi? Kau akan mendapatkan karma kalau seperti ini!”
Fatimah menghembuskan nafasnya, dia bingung harus bagaimana lagi menjelaskannya pada Kiki.
“Pernahkah kamu menyayangi seseorang dengan sangat dalam, Ki?” tanya Fatimah kemudian. Kiki menatap mata Fatimah, berusaha menemukan maksud dari ucapannya.
“Kak Aisyah adalah satu-satunya orang yang menjadi arti hidupku, Ki. Kamu sudah mengetahui segalanya, dan telah berjanji akan merahasiakannya. Bantu aku untuk bertahan setidaknya, Ki, sebagai sahabat.”
Mata Kiki berkaca-kaca, dia tidak sanggup berkomentar lagi. Hanya ada satu kekhawatiran dalam dirinya, yaitu jika kebohongan ini terbongkar. Akan jadi apa sahabatnya nanti? Dia tidak bisa membayangkan hal itu, apalagi jika benar-benar terjadi.
“Aku cuma minta dukunganmu sebagai sahabat, Ki.” Fatimah sudah tersedu di tempatnya, dengan tidak tega akhirnya Kiki memeluk dari samping, memberikan tempat untuk menampung kepedihan itu. Dia bahkan mengetahui perasaan Fatimah yang sebenarnya kepada Yusuf, dan kebahagiaan kakaknya menjadi alasan utama Fatimah mengikhlaskan segalanya, termasuk perasaan.
“Semoga ada lelaki yang lebih baik dari Yusuf, Fat. Dan kamu bisa bahagia walau tanpa dia,” ucap Kiki sembari mengelus punggung Fatimah. Dia tidak bisa menyalahkan takdir mereka berdua, atau malah menyalahkan Aisyah yang sekarang mengambil alih cinta Fatimah. Dan putri Kyai yang bernama Ning Zulaikhah juga patut mendapat yang lebih baik dari Yusuf, meski lelaki tersebut sudah sangat sempurna baginya. Tidak ada yang patut disalahkan dalam hal ini, karena cinta memang tidak pernah salah.
***
“NGGAK! ZULA NGGAK MAU DENGER PENJELASAN SIAPAPUN!! PERGI SEMUANYA, PERGIII!!!”
Ning Zula membanting pintu kamar, dan tak lupa menguncinya. Dia menangis sesegukan, dan membiarkan dirinya jatuh terduduk di sandaran pintu. Perasaannya hancur mendengar berita yang dibawa pakdhe-nya, dan dia sudah tidak bergairah hidup lagi jika seperti ini akhirnya.
“Zul ... kita bicarakan baik-baik, ya, Nduk?” Budhe-nya mengetuk pintu berkali-kali, berharap keponakannya itu mau membukakan pintu untuknya.
“Nggak, Budhe! Kemarin Pakdhe sudah janji sama Zula ... huhuhu ....” Ning Zula semakin sesegukan, dan dia mendekap lututnya seerat mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (Bukan) Aisyah [END✔️]
Romance"Cinta memang rumit. Serumit itu aku menafsirkan perasaan terhadap dirimu. Karena aku bukan diriku yang kau kenal." *** Yusuf jatuh cinta pada sosok bermata cokelat yang ditemuinya saat hari pertama orientasi mahasiswa baru. Dia berusaha untuk dekat...