Kisah Rahasia

60 10 0
                                    

Setiap perasaan punya tempat untuk bersandar. Namun dengan mengorbankannya, kau memberikan singgasana lebih luas pada seseorang.”
@Listya12

***

“Bagaimana dengan Nak Habib?” tanya Tante pada keponakannya yang tengah duduk melamun di teras. Dia memandang bentangan karpet hitam di atas sana, dengan pandangan kosong. Wajah datarnya terlihat lebih sendu daripada sebelumnya.

“Minumlah, agar badanmu hangat,” ucap Tante dengan menyodorkan segelas teh hangat ke arah gadis yang masih diam membisu itu.

“Aku nyaman dengan Mas Habib, Nte. Meski kenal dalam pertemuan singkat itu, rasanya sudah sangat lama kami kenal. Tapi ....”

“Kalian bisa jalani terlebih dahulu.”

“Aku sudah mantap untuk menjadikannya calon suami, tapi ada keganjalan yang merasuk dalam hati tanpa ada kejelasan. Aku-”

“Fat ... Allah bersamamu.” Tante mengelus punggung gadis yang telah dianggap menjadi anak sendiri itu, kemudian masuk ke dalam rumah kembali.

Yaa Allah ... aku melakukan semua ini demi kakak dan tante. Agar mereka bisa menjalani hidupnya sendiri tanpa terus mengurusku.’ Fatimah mengusap sudut matanya yang berair. Dia sudah sangat bertekat agar tidak menyulitkan keluarga yang masih dipunyainya, dia harus mencari tempat baru untuk berkembang dan mandiri.

“Dorr!!!” Fatimah kaget saat kakaknya datang dengan mengejutkannya.

“Hayoooo, ngelamunin Mas Habib, yaaaa?” goda kakaknya sembari mengambil gelas yang sedari tadi diam di tangan adiknya, tapi Fatimah tidak mencegah atau memintanya kembali.

“Hemm ... ini bikinan tante, ya?” tebaknya, kemudian memberikan gelas itu kembali pada sang adik yang sejak tadi hanya diam.

“Oh, ayolah ... kamu nggak akan marah dan mogok bicara karena aku mencicipi tehmu, ‘kan?” Sang kakak duduk di kursi seberang meja adiknya.

“Ada masalah? Apa Mas Habib-mu itu membosankan? Dia jelek? Kurang cool? Ngebosenin? Eh, ngebosenin udah deh. Emmm ... dia ... menyebalkan?” Gadis yang memakai piyama itu memicingkan mata ke arah adiknya yang masih bertahan dalam diam.

“Kakak nggak papa kalau aku nikah duluan?” tanya Fatimah. Yang ditanya malah tertawa sambil memegangi dadanya yang sedikit nyeri, namun dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan adiknya.

“Jodoh nggak ada yang tahu, Fat. Kalau jodoh kamu dateng duluan, masa aku nyuruh kamu nunggu jodohku dateng lebih dulu? Kamu lucu deh,” ucapnya sembari tertawa lagi.

“Aku sayang Kakak,” ucap Fatimah, dia berhambur memeluk kakaknya. Tangisnya benar-benar pecah, dan terdengar sangat pilu. Sang kakak mengusap punggung adiknya dengan haru, kalau sudah seperti ini dapat dipastikan kalau adiknya sedang merindukan ibu mereka yang sudah tiada.

“Udah ... nggak usah nangis. Ibu pasti bahagia kalau putri bungsunya akan segera menikah. Jadi, kamu nggak boleh buat ibu sedih karena kamu menangis kayak gini, oke?”

“Cuma Kakak yang aku punya saat ini ....” Fatimah mempererat pelukannya.

“Lah, kan ada tante sama Hilma, kami semua keluarga kamu.”

Aku (Bukan) Aisyah [END✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang