5. Mengasuh

7.9K 744 38
                                    

Tay menggaruk kepalanya yang tidak gatal, New masih memeluknya dengan erat tapi Tay tak membalas sama sekali. Seumur hidupnya hanya Suho satu-satunya laki-laki yang pernah memeluknya, itu pun saat ia masih kecil, mungkin.

Tay menepuk-nepuk pundak New pelan karna sudah tidak sanggup dipeluk seperti ini oleh New.

"Woy, jangan peluk-peluk gini ah, itu sosis lo nonjok punya gue di bawah," ujar Tay sambil mendorong tubuh New.

New yang langsung sadar pun akhirnya melepas pelukannya dari Tay. Tay menghela nafas panjang sambil melihat ke bagian bawah miliknya.

"Untung gak jadi sosis geprek." Tay mengelus elus celana bagian resletingnya.

Tangis New mulai mereda, ia mengusap usap matanya sambil sesekali sesegukan.

"Mau mamaaaaaaaa.."

Tapi kemudian tangis New kembali pecah saat teringat Wendy, ibunya.

Tay pun mulai panik, ia tak pernah menghadapi anak yang sedang menangis. Tay menggaruk kepalanya frustasi.

"Woy, bocah SMA! berhenti nangis gak?!" ancam Tay. Tapi tangis New semakin pecah mendengar bentakan dari Tay.

Tay menghela nafas kasar, ia memejamkan matanya sebentar. Tangis New membuat telinga terasa panas.

"Mau mama sekarangggggg," rengek New.

Tay membuka matanya lalu menatap New dengan sedikit kesal. "Yaudah yuk nyusul mereka." Tay menyerah menghadapi New.

New mengangguk kecil di tengah tangisnya.

Baru saja mereka akan melangkah pergi dari ruangan itu ponsel Tay berbunyi. Tay memasukkan tangannya ke dalam saku celana untuk meraih ponselnya. 'Ikan Pepes' itu panggilan dari Irene, tak menunggu lama Tay langsung mengangkat telfon itu.

"Kenapa ma?" tanya Tay sambil mengawasi New di depannya.

"Tay, kamu anter New pulang aja ya. Jangan anter dia ke rumah sakit. Nanti dia malah down, kasian dia," ujar Irene diseberang sana.

Tay menatap New yang masih menangis lalu menghela nafasnya. "Tapi dia nangis banget nih, ma."

"Nah makanya jangan dibawa kesini, nanti dia makin nangis liat keadaan ibunya."

Tay memijit keningnya, ia benar-benar pusing sekarang.

"Okee ma, tapi aku gak tahu rumahnya dimana. Dia lagi nangis gak mungkin aku tanyain."

"Nanti mama chat kamu alamatnya."

"Oke," jawab Tay singkat. Saat ini ia tak bisa berpikir dengan benar, kalau kata Irene itu yang terbaik maka Tay akan lakukan itu saja.

Tay menarik nafas lalu membuangnya untuk menetralkan pikirannya dan menahan emosinya.

"Yuk ikut gue, biar gue anter," ajak Tay kepada New.

Tay berjalan keluar yang diikuti oleh New. Mereka berjalan keluar restoran melewati bagian tengah restoran yang masih ramai. Ini baru saja pukul setengah 10 malam, masih banyak orang-orang yang ingin bersantai sambil mengobrol di tempat ini.

Tapi semua mata kini tertuju pada Tay dan New. Sebenarnya Tay sudah biasa dilihat oleh banyak mata. Kemana pun ia pergi, pasti banyak orang menatapnya penuh kekaguman. Tapi kali ini tatapan mereka berbeda. Tay mengerutkan keningnya bingung.

kenapa semua orang menatapku dengan tatapan kesal? batin Tay.

Suara isakan New menyadarkan Tay dari pikirannya. Tay menoleh ke arah New di belakangnya dan langsung menghela nafas kasar.

Mr. Baby | PROSES REVISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang