Sembilan Belas

32 6 4
                                    

"Tapi kau tentu sudah tahu kan kalau menjadi seorang Pitcher lagi setelah operasi dan terapi terlalu tidak mungkin?"

"Aku ingin tetap bermain baseball. Tanpa harus menjadi Pitcher, tanpa harus memikirkan apa-apa, fokus pada permainan dan pulang dengan membawa piala untuk Appa, Eomma, kau, dan Ji An."

"Ji An?"

"Ji An. Aku ingin membuatnya bangga,"

"Bagaimana rasanya?"

"Rasanya apa?"

"Memiliki seorang yang bisa kau jadikan alasan untuk tetap berusaha menjadi yang terbaik? Selama ini kau selalu bermain baseball karena ingin menang dan menang. Sekarang, setelah memiliki Ji An, apakah alasannya masih karena ingin menang dan menang?"

"Eyyy, kenapa kau jadi membahas Ji An?"

"Sudah jawab saja."

"Rasanya membahagiakan. Untuk pertama kalinya, setelah sekian lama aku tidak merasa bahagia, akhirnya aku bisa merasakan itu lagi."

"Karena Ji An?"

"Karena Ji An."

Malamnya, saat Jae Won sudah kembali pulang, Ji An terus mengulang-ngulang rekaman percakapan diantara dua orang itu. Tidak ada yang bisa ia rasakan selain rasa sakit di dalam hatinya yang terasa semakin menjadi-jadi. Ji An tidak mampu lagi untuk membohongi Jae Won. Dia harus menghubungi Kyung Woo secepatnya dan menghentikan semua ini.

Ji An meraih handphonenya dan langsung mengirimkan pesan kepada Kyung Woo.

To : Yoon Kyung Woo

Kita harus bertemu. Segera.

*

Semalaman Ji An tidak bisa tidur. Pikirannya sama sekali tidak tenang. Ia hanya ingin cepat-cepat bertemu dengan Kyung Woo dan mengakhiri semua kebohongan ini. Ji An tidak ingin menyembunyikan apa-apa dari Jae Won. Maka dari itu, disini lah ia sekarang. Di pagi buta bulan Januari yang begitu dingin, Ji An menunggu kedatangan Kyung Woo sendirian di halte bus dekat rumahnya.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Kyung Woo datang. Pria itu duduk disamping Ji An tanpa berbasa-basi, ia langsung mengatakan, "Apakah kau ingin mengatakan sesuatu yang begitu mendesak? Bukankah kau seharusnya masih berduka dan beristirahat di rumah?"

Ji An menundukkan kepalanya. "Aku ingin berhenti," katanya dengan yakin.

Kyung Woo menoleh kepada Ji An. "Berhenti?"

"Aku tidak ingin membohongi Jae Won lagi," kata Ji An yang masih menunduk.

Hanya sebuah helaan nafas yang bisa Kyung Woo berikan sebagai jawaban dari perkataan Ji An barusan. Dia memperhatikan perempuan kecil disampingnya yang masih menundukkan kepalanya. Kyung Woo kemudian melepas kacamata hitamnya dan kembali bersuara, "Jika kau ingin berhenti silahkan saja, Ji An. Tapi, aku akan tetap membantumu."

"Membantuku? Kau ingin memberikan apa lagi? Kau sudah memberikanku uang yang cukup banyak untuk aku jadikan tabungan sampai beberapa bulan ke depan. Itu sudah cukup untukku," kata Ji An yang akhirnya tidak menundukkan kepalanya lagi dan melihat Kyung Woo secara langsung. "Lagipula, aku tidak ingin memanfaatkan apa-apa lagi dari Jae Won."

Kyung Woo membaca sesuatu dari manik Ji An yang berkaca-kaca. Ia tahu, Ji An benar-benar tulus kepada Jae Won. "Aku tidak akan memberikanmu uang lagi, Lee Ji An-sshi," ucap Kyung Woo, "tapi bolehkan aku untuk tetap membantumu. Terakhir kali, sebagai ucapan terima kasih karena telah membantu Jae Won, membantuku, membantu Young Yi, kami semua."

His Name is Kwak Jae WonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang